AGEN POKER
Cerita Dewasa / Cerita Sex / Cerita ABG / Cerita Dewasa Hot / Cerita Dewasa SMA / Kumpulan Cerita Dewasa
Ini adalah kisah pengalamanku yang
sengaja aku beberkan untuk pertama kalinya. Sebut saja namaku Arman, aku
sendiri tinggal di Bandung. Kejadian yang aku alami ini kalau tidak
salah ingat, terjadi ketika aku akan lulus SMA pada tahun 2015.
Sungguh sebelumnya aku tak menyangka
bahwa aku akan meniduri adikku sendiri yang bernama Ratih. Dia termasuk
anak yang rajin, sebab dia adalah yang memasak dan mencuci pakaian
sehari-hari. Ibuku adalah seorang pedagang kelontong di pasar, sedangkan
ayahku sudah lama meninggal. Entah mengapa Ibu tidak berniat untuk
menikah lagi.
Yang ibu lakukan setiap hari adalah
sejak jam 4 subuh dia sudah pergi ke pasar dan pulang menjelang magrib,
aku pun sekali-sekali pergi ke pasar untuk membantu ibu, itu pun kalau
terpaksa sedang tidak punya uang. Sedangkan adikku karena seringnya
tinggal di rumah maka dia kurang pergaulan hingga kuperhatikan tampaknya
dia belum pernah pacaran. Oh ya, selisih umurku dengan adikku hanya
terpaut dua setengah tahun dan saat itu dia masih duduk di kelas 1 SMA.
Baiklah, aku akan mulai menceritakan
pengalaman sex dengan adikku ini. Kejadiannya ketika itu aku baru pulang
dari rumah temanku Anto pada siang hari, ketika sampai di rumah aku
mendapati adikku sedang asyik menonton serial telenovela di salah satu
TV swasta. aku pun langsung membuat kopi, merokok sambil berbaring di
sofa.
Saat itu serial tersebut sedang
menampilkan salah satu adegan ciuman yang hanya sebentar karena langsung
terpotong oleh iklan. Setelah melihat adegan tersebut aku menoleh
kepada adikku yang ternyata tersipu malu karena ketahuan telah melihat
adegan tadi.
“Pantesan betah nonton film gituan” ujarku.
“Ih, apaan sih” cetusnya sambil tersipu malu-malu.
“Ih, apaan sih” cetusnya sambil tersipu malu-malu.
Beberapa menit kemudian serial tersebut
selesai jam tayangnya, dan adikku langsung pergi ke WC. Kudengar dari
aktifitasnya, rupanya dia sedang mencuci piring. Karena acara di
televisi tidak ada yang seru, maka aku pun mematikan TV tersebut dan
setelah itu aku ke WC untuk buang air kecil. Mataku langsung tertuju
pada belahan pantat adikku yang sedang berjongkok karena mencuci piring.
“Ratih, ikut dulu sebentar pingin pipis nih” sahutku tak kuat menahan.
Setelah aku selesai buang air kecil,
pikiranku selalu terbayang pada bongkahan pantat adikku Ratih. Aku
sendiri tadinya tak mau berbuat macam-macam karena kupikir dia adalah
adikku sendiri, apalagi adikku ini orangnya lugu dan pendiam. Tetapi
dasar setan telah menggoyahkan pikiranku, maka aku berpikir bagaimana
caranya agar dapat mencumbu adikku ini.
Aku seringkali mencuri pandang melihat
adikku yang sedang mencuci, dan entah mengapa aku tak mengerti, aku
langsung saja berjalan menghampiri adikku dan memeluk tubuhnya dari
belakang sambil mencium tengkuknya. Mendapat serangan yang mendadak
tersebut adikku hanya bisa menjerit terkejut dan berusaha melepaskan
diri dari dekapanku.
Aku sendiri lalu tersadar. Astaga, apa
yang telah aku lakukan terhadap adikku. Aku malu dibuatnya, dan kulihat
adikku sedang menangis sesenggukan dan lalu dia lari ke kamarnya.
Melihat hal itu aku langsung mengejar ke kamarnya. Sebelum dia menutup
pintu aku sudah berhasil ikut masuk dan mencoba untuk menjelaskan
perihal peristiwa tadi.
“Maafkan.. Aa Ratih, Aa tadi salah”
“Terus terang, Aa nggak tahu kenapa bisa sampai begitu”
Adikku hanya bisa menangis sambil telungkup di tempat tidurnya. Aku mendekati dia dan duduk di tepi ranjang.
“Terus terang, Aa nggak tahu kenapa bisa sampai begitu”
Adikku hanya bisa menangis sambil telungkup di tempat tidurnya. Aku mendekati dia dan duduk di tepi ranjang.
“Ratih, maafin Aa yah. Jangan dilaporin sama Ibu” kataku agak takut.
“Aa jahat” jawab adikku sambil menangis.
“Ratih maafin Aa. Aa berbuat demikian
tadi karena Aa nggak sengaja lihat belahan pantat kamu, jadinya Aa
nafsu, lagian kan Aa sudah seminggu ini putus ama Teh Dewi” kataku.
“Apa hubungannya putus ama Teh Dewi dengan meluk Ratih” jawab adikku lagi.
“Yah, Aa nggak kuat aja pingin bercumbu”
“Kenapa sama Ratih” jawabnya.
“Apa hubungannya putus ama Teh Dewi dengan meluk Ratih” jawab adikku lagi.
“Yah, Aa nggak kuat aja pingin bercumbu”
“Kenapa sama Ratih” jawabnya.
Setelah itu aku tidak bisa berbicara
lagi hingga keadaan di kamar adikku begitu sunyi karena kami hanya
terdiam. Dan rupanya di luar mulai terdengar gemericik air hujan. Di
tengah kesunyian tersebut lalu aku mencoba untuk memecah keheningan itu.
“Ratih, biarin atuh Aa meluk kamu, kan
nggak akan ada yang lihat ini” Adikku tidak menjawab hanya bisa diam,
mengetahui hal itu aku mencoba membalikkan tubuhnya dan kuajak bicara.
“Ratih, lagian kan Ratih pingin ciuman kayak di film tadi kan?” bujukku.
“Tapi Aa, kita kan adik kakak?” jawabnya.
“Ratih, lagian kan Ratih pingin ciuman kayak di film tadi kan?” bujukku.
“Tapi Aa, kita kan adik kakak?” jawabnya.
“Nggak apa-apa atuh Ratih, sekalian ini mah belajar, supaya entar kalo pacaran nggak canggung”
Entah mengapa setelah aku bicara begitu
dia jadi terdiam. Wah bisa nih, gumanku dalam hati hingga aku pun tak
membuang kesempatan ini. Aku mencoba untuk ikut berbaring bersamanya dan
mencoba untuk meraih pinggangnya. Aku harus melakukannya dengan
perlahan. Belum sempat aku berpikir, Ratih lalu berkata..
“Aa, Ratih takut”
“Takut kenapa, Say?” tanyaku.
“Ih, meuni geuleh, panggil Say segala” katanya.
“Hehehe, takut ama siapa? Ama Aa? Aa mah nggak bakalan gigit kok”, rayuku.
“Bukan takut ama Aa, tapi takut ketahuan Ibu” jawabnya.
“Takut kenapa, Say?” tanyaku.
“Ih, meuni geuleh, panggil Say segala” katanya.
“Hehehe, takut ama siapa? Ama Aa? Aa mah nggak bakalan gigit kok”, rayuku.
“Bukan takut ama Aa, tapi takut ketahuan Ibu” jawabnya.
Setelah mendengar perkataannya, aku
bukannya memberi alasan melainkan bibirku langsung mendarat di bibir
ranum adikku yang satu ini. Mendapat perlakuanku seperti itu, tampak
kulihat adikku terkejut sekali, karena baru pertama kalinya bibir yang
seksi tanpa lipstick ini dicumbu oleh seorang laki-laki yang tak lain
adalah kakaknya sendiri. Adikku pun langsung mencoba untuk menggeserkan
tubuhnya ke belakang. Tetapi aku mencoba untuk menarik dan mendekapkan
lebih erat ke dalam pelukanku.
“Mmhh, mmhh.., Aa udah dong” pintanya.
Aku menghentikan pagutanku, dan kini kupandangi wajah adikku dan rasanya
aku sangat puas meskipun aku hanya berhasil menikmati bibir adikku yang
begitu merah dan tipis ini.
“Ratih, makasih yah, kamu begitu pengertian ama Aa” kataku.
“Kalau saja Ratih bukan adik Aa, udah akan Aa..” belum sempat aku habis bicara..
“Udah akan Aa apain” bisiknya sambil tersenyum. Aku semakin geregetan saja dibuatnya melihat wajah cantik dan polos adikku ini.
“Udah akan Aa jadiin pacar atuh. Eh Ratih, Ratih mau kan jadi pacar Aa”, tanyaku lagi.
Mendengar hal demikian adikku lalu terdiam dan beberapa saat kemudian ia bicara..
“Tapi pacarannya nggak beneran kan” Katanya sedikit ragu.
Mendengar hal demikian adikku lalu terdiam dan beberapa saat kemudian ia bicara..
“Tapi pacarannya nggak beneran kan” Katanya sedikit ragu.
“Ya nggak atuh Say, kita pacarannya kalo di rumah aja dan ini rahasia kita berdua aja, jangan sampai temen kamu tau, apalagi sama Ibu” jawabku meyakinkannya.
Setelah itu kulihat jam dinding yang ternyata sudah menunjukan jam 4 sore.
“Udah jam 4 tuh, sebentar lagi Ibu pulang. Aa mandi dulu yah”, kataku kemudian.
“Udah jam 4 tuh, sebentar lagi Ibu pulang. Aa mandi dulu yah”, kataku kemudian.
Maka aku pun bangkit dan segera pergi
meninggalkan kamar adikku. Setelah kejadian tadi siang aku sempat tidak
habis pikir, apakah benar yang aku alami tadi. Di tengah lamunanku, aku
dikejutkan oleh suara Ibuku.
“Hayoo ngelamun aja, Ratih mana udah pada makan belum?” kata Ibuku.
“Ada tuh, emang bawa apaan tuh Bu?” aku melihat Ibuku membawa bungkusan.
“Ada tuh, emang bawa apaan tuh Bu?” aku melihat Ibuku membawa bungkusan.
Setelah aku lihat ternyata Ibu membeli
bakso, kemudian Ibuku memangil Ratih dan kami bersama-sama menyantap
Baso itu. Untungnya setelah kejadian tadi siang kami dapat bersikap
wajar, seolah tidak terjadi apa-apa sehingga Ibuku tidak curiga sedikit
pun.
Malamnya aku sempat termenung di kamar
dan mulai merencanakan sesuatu, nanti subuh setelah Ibu pergi ke pasar
aku ingin sekali mengulangi percumbuan dengan adikku sekalian ingin
tidur sambil mendekap tubuh adikku yang montok. Keesokannya rupanya
setan telah menguasaiku sehingga aku terbangun ketika Ibu berpamitan
kepada adikku sambil menyuruhnya untuk mengunci pintu depan. Setelah itu
aku mendekati adikku yang akan bergegas masuk kamar kembali.
“Ehmm, ehmm, bebas nih”, ujarku.
Adikku orangnya tidak banyak bicara.
Mengetahui keberadaanku dia seolah tahu apa yang ingin aku lakukan,
tetapi dia tidak bicara sepatah kata pun. Karena aku sudah tidak kuat
lagi menahan nafsu, maka aku langsung melabrak adikku, memeluk tubuh
adikku yang sedang membelakangiku. Kali ini dia diam saja sewaktu aku
memeluk dan menciumi tengkuknya.
Dinginnya udara subuh itu tak terasa
lagi karena kehangatan tubuh adikku telah mengalahkan hawa dingin kamar
ini. Kontolku yang mulai ngaceng aku gesek-gesekkan tepat di bongkahan
pantatnya.
“Say, Aa pingin bobo di sini boleh kan?” pintaku.
“Idih, Aa genit ah, jangan Aa, entar..”
“Entar kenapa?” timpalku.
Belum sempat dia bicara lagi, aku
langsung membalikkan tubuhnya dan langsung aku pagut bibir yang telah
sejak tadi siang membuat pikiranku melayang. Aku kemudian langsung
mendorongnya ke arah dinding dan menghimpit hangat tubuhnya agar melekat
erat dengan tubuhku. Aku mencoba untuk menyingkap dasternya dan kucoba
untuk meraba paha dan pantatnya.
Walaupun dia menyambut ciumanku, tetapi
tangannya berusaha untuk mencegah apa yang sedang kulakukan. Tetapi aku
tersadar bahwa ciumannya kali ini lain daripada yang tadi siang, ciuman
ini terasa lebih hot dan mengairahkan karena kurasakan adikku kini pun
menikmatinya dan mencoba menggerakkan lidahnya untuk menari dengan
lidahku.
Aku tertegun karena ternyata diam-diam
adikku juga memiliki nafsu yang begitu besar, atau mungkin juga ini
karena selama ini adikku belum pernah merasakan nikmatnya bercumbu
dengan lawan jenis.
Kini tanpa ragu lagi aku mulai mencoba
untuk menyelinapkan tanganku untuk kembali meraba pahanya hingga tubuhku
terasa berdebar-debar dan denyut nadiku terasa sangat cepat, karena ini
adalah untuk pertama kalinya aku meraba paha perempuan. Sebelumnya
dengan pacarku aku belum pernah melakukan ini, karena Dewi pacarku lebih
sering memakai celana jeans. Dengan Dewi kami hanya sebatas berciuman.
Kini yang ada dalam pikiranku hanyalah
satu, yaitu aku ingin sekali meraba, menikmati yang namanya heunceut
(vagina dalam bahasa Sunda) wanita hingga aku mulai mengarahkan jemariku
untuk menyelinap di antara sisi-sisi celana dalamnya.
Belum juga sempat menyelipkan jariku di
antara heunceutnya, Ratih melepaskan pagutannya dan mulutnya seperti
ikan mas koki yang megap-megap dan memeluk erat tubuhku kemudian
menyilangkan kedua kakinya di antara pantatku sambil menekan-nekan
pinggulnya dengan kuat. Ternyata Ratih telah mengalami orgasme.
“Aa.. aah, eghh, eghh” rintih Ratih yang dibarengi dengan hentakan pinggulnya.
Sesaat setelah itu Ratih menjatuhkan
kepalanya di atas bahuku. Aku belai rambutnya karena aku pun sangat
menyayanginya, kemudian aku bopong tubuh yang telah lunglai ini ke atas
tempat tidur dan kukecup keningnya.
“Gimana Sayang, enak?” bisikku. Aku
hanya bisa melihat wajah memerah adikku ini yang malu dan tersipu,
selintas kulihat wajah adikku ini manisnya seperti Nafa Urbach.
“Gimana rasanya, Sayang?” tanyaku lagi.
“Aa, yang tadi itu apa yang namanya orgasme?” Eh, malah ganti bertanya adikku tersayang ini.
“Iya Sayang, gimana, enak?” jawabku sambil bertanya lagi.
“He-eh, enakk banget” jawabnya sambil tersipu.
Entah mengapa demi melihat kebahagian di
wajahnya, aku kini hanya ingin memandangi wajahnya dan tidak terpikir
lagi untuk melanjutkan aksiku untuk mengarungi lembah belukar yang
terdapat di kemaluannya hingga sesaat kemudian karena kulihat matanya
yang mulai sayu dan mengantuk akibat orgasme tadi maka aku mengajaknya
untuk tidur. Kami pun terus tertidur dengan posisi saling berpelukan dan
kakiku kusilangkan di antara kedua pahanya.
Hangat tubuh adikku kurasakan begitu
nikmat sekali. Yang ada dalam pikiranku adalah betapa nikmatnya jika aku
menikah nanti, pantas saja di jaman sekarang banyak yang kawin entah
itu sudah resmi atau belum. Tanpa terasa aku pun sadar dan terbangun
dari tidurku, dan kulihat jam di kamar adikku telah menunjukkan jam 9
lewat dan adikku belum juga bangun dari tidurnya. Wah gawat, berarti dia
hari ini tidak sekolah, pikirku.
“Ratih, bangun kamu nggak sekolah?” tanyaku membangunkannya.
Ratih pun mulai terbangun dan matanya
langsung tertuju pada jam dinding. Dia terkejut karena waktu telah
berlalu begitu cepat, sehingga dia sadar bahwa hari ini dia tidak
mungkin lagi pergi ke sekolah.
“Aahh, Aa jahat kenapa nggak ngebangunin Ratih” rajuknya manja.
“Gimana mau ngebangunin, Aa juga baru bangun” kataku membela diri.
“Gimana dong kalo Ibu tahu, Ratih bisa dimarahin nih, ini semua gara-gara Aa”
“Loo kok Aa yang disalahin sih, lagian Ibu nggak bakalan tahu kalau Aa nggak ngomongin kan” jawabku untuk menghiburnya.
“Bener yah, Ratih jangan dibilangin kalau hari ini bolos”
“Iyaa, iyaa” jawabku.
Entah mengapa tiba-tiba terlintas di
pikiranku untuk mandi bareng. Wah ini kesempatan emas, alasan tidak
memberitahu Ibu bahwa dia nggak masuk sekolah bisa kujadikan senjata
agar aku bisa mandi bersama adikku.
“Eh, ada tapinya loh, Aa nggak bakalan bilang ama Ibu asal Ratih mau mandi bareng ama Aa” kataku sambil mengedipkan mata.
“Nggak mau. Aa jahat, lagian udah gede kan malu masak mau mandi aja musti barengan”
“Ya udah kalo nggak mau sih terserah” ancamku.
Singkat cerita karena aku paksa dan dia tidak ingin ketahuan oleh Ibu maka adikku menyetujuinya.
“Tapi Aa jangan macem-macem yah” pintanya.
“Emangnya kalo macem-macem gimana?” tanyaku.
“Emangnya kalo macem-macem gimana?” tanyaku.
“Pokoknya nggak mau, mendingan biarin ketahuan Ibu, lagian juga itu kan gara-gara Aa, Ratih bilangin Aa udah ciumin Ratih” balasnya mengancam balik.
Jika kupikir-pikir ternyata benar juga,
bisa berabe urusannya, seorang kakak bukannya menjaga adik dari ulah
nakal laki-laki lain, eh malah kakaknya sendiri yang nakal. Maka untuk
melancarkan keinginanku untuk bisa mandi dengannya, aku pun
menyetujuinya.
Kami berdua akhirnya bangun dari tidur
dan setelah berbenah kamar, kami berdua pun pergi menuju kamar mandi.
Sesampai di kamar mandi kami hanya saling diam dan kulihat adikku agak
ragu untuk melepaskan pakaiannya.
“Aa balik dulu ke belakang, Ratih malu nih” pintanya.
“Apa nggak sebaiknya Aa yang bukain punya Ratih, dan Ratih bukain punya Aa”
“Apa nggak sebaiknya Aa yang bukain punya Ratih, dan Ratih bukain punya Aa”
Tanpa pikir panjang aku menghampiri
adikku dan aku cium bibirnya. Agar dia tidak malu dan canggung untuk
membuka pakaiannya, aku genggam tangannya dan aku tuntun untuk membuka
bajuku. Tanpa dikomando dia membuka bajuku setelah itu kutuntun lagi
untuk membuka celana basket yang aku kenakan.
Setelah keadaanku bugil dan hanya
memakai celana dalam saja kulihat adikku tegang, sesekali dia melirik ke
arah selangkanganku dimana kontolku sudah dalam keadaan siaga satu.
Kini giliranku menanggalkan daster yang ia kenakan.
Begitu aku buka, aku terbeliak dibuatnya
karena ternyata tubuh adikku begitu bohai (body aduhai). Dia lalu
berusaha menutupi selangkangannya. Lalu dengan sengaja kucolek
payudaranya hingga adikku melotot dan menutupinya. Kemudian aku pun
balik mencolek memeknya, hehehe..
“Idihh, Aa nggak jadi ah mandinya, malu”, rajuknya.
Adikku lalu mengambil handuk dan
melilitkan handuk tersebut kemudian melangkah keluar kamar mandi, tetapi
karena aku tidak mau kesempatan emas ini kabur maka aku pegang
tangannya dan terus aku peluk sambil kukecup bibirnya, karena ternyata
adikku sangat merasa nyaman bila bibirnya aku cium.
Aku lalu menarik handuknya hingga
terlepas dan jatuh ke lantai, dan aku pepet tubuhnya ke arah bak air
lalu gayung kuambil dan langsung kusiramkan ke tubuh kami berdua.
Merasakan tubuhnya telah basah oleh siraman air, adikku berusaha untuk
melepaskan ciuman dan desakan yang aku lakukan, tapi usahanya sia-sia
karena aku semakin bernafsu menyirami tubuh kami sambil kontolku aku
tekan-tekan ke arah selangkangannya.
Setelah tubuh kami benar-benar basah,
aku bagai kemasukan setan. Selain menyedot bibirnya dengan ganas aku pun
langsung mencoba untuk melepaskan celananya. Setelah celana dalamnya
terlepas dari sarangnya hingga ke tepi lutut, aku pun menariknya ke
bawah dengan kakiku hingga benar-benar terlepas. Sadar bahwa aku akan
berbuat nekat, Ratih semakin berusaha untuk melepaskan tubuhnya. Sebelum
usahanya membuahkan hasil aku melepas pagutannya.
“Aa, stop please” rengeknya sambil menangis.
“Ratih, tolong Aa dong. Ratih tadi subuh kan udah ngalami orgasme, Aa belum..” pintaku.
Dan tanpa menunggu waktu lagi di saat
tenaganya melemah, aku kangkangkan pahanya sambil kukecup bibirnya
kembali sehingga dia tidak bisa menolaknya. Di saat itu aku meraih
burungku dari CD-ku dan mencoba mencari sarang yang sudah lama ini ingin
kurasakan.
Dalam sekejap kontolku sudah berada
tepat di celah pintu heunceut adikku, dan siap untuk segera menjebol
keperawanannya. Merasa telah tepat sasaran maka aku pun menghentakkan
pinggulku. Dan aku seperti benar-benar merasakan sesuatu yang baru dan
nikmat melanda seluruh organ tubuhku dan kudengar adikku meringis
kesakitan tapi tidak berusaha untuk menjerit.
Melihat hal itu aku mencoba untuk
mengontrol diriku dan mencoba menenangkan perasaan yang membuatku
semakin tak karuan, karena aku merasa diriku dalam keadaan kacau tetapi
nikmat hingga sulit untuk diuraikan dengan kata-kata.
Aku mencoba hanya membenamkan penisku
untuk beberapa saat, karena aku tak kuasa melihat penderitaan yang
adikku rasakan. Kini pandangan aku alihkan pada kedua payudara adikku
yang masih diselimuti BH-nya. Aku mencoba untuk melepaskannya tapi
mendapat kesulitan karena belum pernah sekalipun aku membukanya hingga
aku hanya bisa menarik BH yang menutupi payudara adikku dengan
menariknya ke atas dan tiba-tiba dua bongkah surabi daging yang kenyal
menyembul setelah BH itu aku tarik.
Melihat keindahan payudara adikku yang
mengkal dan putingnya yang bersemu coklat kemerahan, aku pun tak kuasa
untuk segera menjilat dan menyedotnya senikmat mungkin.
“Aa, ahh, sakit” rintih adikku.
Seiring dengan kumainkannya kedua buah
payudara adikku silih berganti maka kini aku pun mencoba untuk
menggerakkan pinggulku maju mundur, walau aku juga merasakan perih
karena begitu sempitnya lubang heunceut adikku ini. Badan kami kini
bergumul satu sama lain dan kini adikku pun mulai menikmati apa yang aku
lakukan. Itu dapat aku lihat karena kini adikku tidak lagi meringis
tetapi dia hanya mengeluarkan suara mendesah.
“Eenngghh, acchh, enngg, aacchh”
“Gimana, enakk?” aku mencoba memastikan perasaan adikku.
“Gimana, enakk?” aku mencoba memastikan perasaan adikku.
Dia tidak menjawab bahkan kini justru
tangannya meraih kepalaku dan memapahnya kembali mencium mulutnya.
Karena aku tidak ingin egois maka aku pun menuruti kehendaknya. Aku
kulum bibirnya dan lidah kami pun ikut berpelukan menikmati sensasi yang
tiada tara ini.
Tanganku kugunakan untuk meremas
payudaranya. Gila, kenikmatan ini sungguh luar biasa, kini aku pun
mencoba untuk menirukan gaya-gaya di film BF yang pernah kulihat. Adikku
kuminta menungging dan tangannya memegang bak mandi.
Aku berbalik arah dan mencoba untuk
segera memasukan kembali kontolku ke dalam memeknya, belum sempat niat
ini terlaksana aku segera mengurungkan niatku, karena kini aku dapat
melihat dengan jelas bahwa heunceut adikku merekah merah dan sangat
indah. Karena gemas aku pun lalu berjongkok dan mencoba mengamati bentuk
heunceut adikku ini hingga aku melongo dibuatnya.
Mengetahui aku sampai melongo karena
melihat keindahan heunceutnya, adikku berlagak sedikit genit, dia
goyangkan pantatnya bak penyanyi dangdut sambil terkikik cengengesan.
Merasa dikerjai oleh adikku dan juga karena malu, untuk mebalasnya aku
langsung saja membenamkan wajahku dan kuciumi heunceut adikku ini,
hingga kembali dia hanya bisa mendesah..
“Aahh, Aa mau ngapain.., ochh, enngghh” desahnya sambil mengambil nafas panjang.
Mmhh, ssrruupp, cupp, ceepp, suara
mulutku menyedot dan menjilati heunceut adikku ini, dan aku perhatikan
ada bagian dari heunceut adikku ini yang aneh, mirip kacang mungkin ini
yang namanya itil, maka aku pun mencoba untuk memainkan lidahku di
sekitar benda tersebut.
“Acchh, Aa, nnggeehh, iihh, uuhh, gelii”, erangnya saat aku memainkan itilnya tersebut.
Karena mendengar erangannya yang
menggoda aku pun tak kuasa menahannya dan segera bangkit untuk memeluk
adikku dan memasukannya kembali dengan cepat kontolku agar bersemayam
pada heunceut adikku ini. Baru beberapa kocokan kontolku di memeknya,
adikku seakan blingsatan menikmati kenikmatan ini hingga dia pun meracau
tak karuan lalu..
“Aa, Ratihh, eenngghh, aahh..”
Rupanya adikku baru saja mengalami
orgasme yang hebat karena aku rasakan di dalam memeknya seperti banjir
bandang karena ada semburan lava hangat yang datang secara tiba-tiba.
Kini aku merasakan kenikmatan yang lain karena cairan tersebut bagai
pelumas yang mempermudah kocokanku dalam heunceutnya.
Setelah itu adikku kini lunglai tak
bertenaga, yang ia rasakan hanya menikmati sisa-sisa dari orgasmenya dan
seperti pasrah membiarkan tubuhnya aku entot terus dari belakang.
Mengetahui hal itu aku pun kini mengerayangi setiap lekuk tubuh adikku
sambil terus mengentotnya, mulai dari mencium rambutnya, menggarap
payudaranya sampai-sampai aku seperti merasakan ada yang lain dari
tubuhku, ada perasaan seperti kontolku ini ingin pipis tapi tubuh ini
terasa sangat-sangat nikmat.
“Aa, udah.. Aa, Ratih udah lemess..” kata adikku.
“Tunggu Sayangg, Aa maauu nyampai nih, oohh”
Kurasakan seluruh tubuhku bagai
tersengat listrik dan sesuatu cairan yang cukup kental aku rasakan
menyembur dengan cepat mengisi rahim adikku ini. Sambil menikmati
sisa-sisa kenikmatan yang luar biasa ini aku memegang pantat adikku dan
aku hentakkan pinggulku dengan keras membantu kontolku untuk mencapai
rongga rahim adikku lebih dalam. Kami berdua kini hanya bisa bernafas
seperti orang yang baru saja berlari-lari mengejar bis kota.
Setelah persetubuhan yang terlarang ini
kami pun akhirnya mandi, dan setelah itu karena tubuhku lemas maka aku
tiduran di sofa sambil menikmati acara televisi dan adikku kulihat
kembali melakukan aktifitasnya membereskan rumah meskipun tubuhnya jauh
lebih lemas.
AGEN POKER TERPERCAYA
Ini adalah kisah pengalamanku yang
sengaja aku beberkan untuk pertama kalinya. Sebut saja namaku Arman, aku
sendiri tinggal di Bandung. Kejadian yang aku alami ini kalau tidak
salah ingat, terjadi ketika aku akan lulus SMA pada tahun 2015.
Sungguh sebelumnya aku tak menyangka
bahwa aku akan meniduri adikku sendiri yang bernama Ratih. Dia termasuk
anak yang rajin, sebab dia adalah yang memasak dan mencuci pakaian
sehari-hari. Ibuku adalah seorang pedagang kelontong di pasar, sedangkan
ayahku sudah lama meninggal. Entah mengapa Ibu tidak berniat untuk
menikah lagi.
Yang ibu lakukan setiap hari adalah
sejak jam 4 subuh dia sudah pergi ke pasar dan pulang menjelang magrib,
aku pun sekali-sekali pergi ke pasar untuk membantu ibu, itu pun kalau
terpaksa sedang tidak punya uang. Sedangkan adikku karena seringnya
tinggal di rumah maka dia kurang pergaulan hingga kuperhatikan tampaknya
dia belum pernah pacaran. Oh ya, selisih umurku dengan adikku hanya
terpaut dua setengah tahun dan saat itu dia masih duduk di kelas 1 SMA.
Baiklah, aku akan mulai menceritakan
pengalaman sex dengan adikku ini. Kejadiannya ketika itu aku baru pulang
dari rumah temanku Anto pada siang hari, ketika sampai di rumah aku
mendapati adikku sedang asyik menonton serial telenovela di salah satu
TV swasta. aku pun langsung membuat kopi, merokok sambil berbaring di
sofa.
Saat itu serial tersebut sedang
menampilkan salah satu adegan ciuman yang hanya sebentar karena langsung
terpotong oleh iklan. Setelah melihat adegan tersebut aku menoleh
kepada adikku yang ternyata tersipu malu karena ketahuan telah melihat
adegan tadi.
“Pantesan betah nonton film gituan” ujarku.
“Ih, apaan sih” cetusnya sambil tersipu malu-malu.
“Ih, apaan sih” cetusnya sambil tersipu malu-malu.
Beberapa menit kemudian serial tersebut
selesai jam tayangnya, dan adikku langsung pergi ke WC. Kudengar dari
aktifitasnya, rupanya dia sedang mencuci piring. Karena acara di
televisi tidak ada yang seru, maka aku pun mematikan TV tersebut dan
setelah itu aku ke WC untuk buang air kecil. Mataku langsung tertuju
pada belahan pantat adikku yang sedang berjongkok karena mencuci piring.
“Ratih, ikut dulu sebentar pingin pipis nih” sahutku tak kuat menahan.
Setelah aku selesai buang air kecil,
pikiranku selalu terbayang pada bongkahan pantat adikku Ratih. Aku
sendiri tadinya tak mau berbuat macam-macam karena kupikir dia adalah
adikku sendiri, apalagi adikku ini orangnya lugu dan pendiam. Tetapi
dasar setan telah menggoyahkan pikiranku, maka aku berpikir bagaimana
caranya agar dapat mencumbu adikku ini.
Aku seringkali mencuri pandang melihat
adikku yang sedang mencuci, dan entah mengapa aku tak mengerti, aku
langsung saja berjalan menghampiri adikku dan memeluk tubuhnya dari
belakang sambil mencium tengkuknya. Mendapat serangan yang mendadak
tersebut adikku hanya bisa menjerit terkejut dan berusaha melepaskan
diri dari dekapanku.
Aku sendiri lalu tersadar. Astaga, apa
yang telah aku lakukan terhadap adikku. Aku malu dibuatnya, dan kulihat
adikku sedang menangis sesenggukan dan lalu dia lari ke kamarnya.
Melihat hal itu aku langsung mengejar ke kamarnya. Sebelum dia menutup
pintu aku sudah berhasil ikut masuk dan mencoba untuk menjelaskan
perihal peristiwa tadi.
“Maafkan.. Aa Ratih, Aa tadi salah”
“Terus terang, Aa nggak tahu kenapa bisa sampai begitu”
Adikku hanya bisa menangis sambil telungkup di tempat tidurnya. Aku mendekati dia dan duduk di tepi ranjang.
“Ratih, maafin Aa yah. Jangan dilaporin sama Ibu” kataku agak takut.
“Aa jahat” jawab adikku sambil menangis.
“Terus terang, Aa nggak tahu kenapa bisa sampai begitu”
Adikku hanya bisa menangis sambil telungkup di tempat tidurnya. Aku mendekati dia dan duduk di tepi ranjang.
“Ratih, maafin Aa yah. Jangan dilaporin sama Ibu” kataku agak takut.
“Aa jahat” jawab adikku sambil menangis.
“Ratih maafin Aa. Aa berbuat demikian
tadi karena Aa nggak sengaja lihat belahan pantat kamu, jadinya Aa
nafsu, lagian kan Aa sudah seminggu ini putus ama Teh Dewi” kataku.
“Apa hubungannya putus ama Teh Dewi dengan meluk Ratih” jawab adikku lagi.
“Apa hubungannya putus ama Teh Dewi dengan meluk Ratih” jawab adikku lagi.
“Yah, Aa nggak kuat aja pingin bercumbu”
“Kenapa sama Ratih” jawabnya.
Setelah itu aku tidak bisa berbicara
lagi hingga keadaan di kamar adikku begitu sunyi karena kami hanya
terdiam. Dan rupanya di luar mulai terdengar gemericik air hujan. Di
tengah kesunyian tersebut lalu aku mencoba untuk memecah keheningan itu.
“Ratih, biarin atuh Aa meluk kamu, kan
nggak akan ada yang lihat ini” Adikku tidak menjawab hanya bisa diam,
mengetahui hal itu aku mencoba membalikkan tubuhnya dan kuajak bicara.
“Ratih, lagian kan Ratih pingin ciuman kayak di film tadi kan?” bujukku.
“Tapi Aa, kita kan adik kakak?” jawabnya.
“Ratih, lagian kan Ratih pingin ciuman kayak di film tadi kan?” bujukku.
“Tapi Aa, kita kan adik kakak?” jawabnya.
“Nggak apa-apa atuh Ratih, sekalian ini mah belajar, supaya entar kalo pacaran nggak canggung”
Entah mengapa setelah aku bicara begitu
dia jadi terdiam. Wah bisa nih, gumanku dalam hati hingga aku pun tak
membuang kesempatan ini. Aku mencoba untuk ikut berbaring bersamanya dan
mencoba untuk meraih pinggangnya. Aku harus melakukannya dengan
perlahan. Belum sempat aku berpikir, Ratih lalu berkata..
“Aa, Ratih takut”
“Takut kenapa, Say?” tanyaku.
“Ih, meuni geuleh, panggil Say segala” katanya.
“Hehehe, takut ama siapa? Ama Aa? Aa mah nggak bakalan gigit kok”, rayuku.
“Bukan takut ama Aa, tapi takut ketahuan Ibu” jawabnya.
“Takut kenapa, Say?” tanyaku.
“Ih, meuni geuleh, panggil Say segala” katanya.
“Hehehe, takut ama siapa? Ama Aa? Aa mah nggak bakalan gigit kok”, rayuku.
“Bukan takut ama Aa, tapi takut ketahuan Ibu” jawabnya.
Setelah mendengar perkataannya, aku
bukannya memberi alasan melainkan bibirku langsung mendarat di bibir
ranum adikku yang satu ini. Mendapat perlakuanku seperti itu, tampak
kulihat adikku terkejut sekali, karena baru pertama kalinya bibir yang
seksi tanpa lipstick ini dicumbu oleh seorang laki-laki yang tak lain
adalah kakaknya sendiri. Adikku pun langsung mencoba untuk menggeserkan
tubuhnya ke belakang. Tetapi aku mencoba untuk menarik dan mendekapkan
lebih erat ke dalam pelukanku.
“Mmhh, mmhh.., Aa udah dong” pintanya.
Aku menghentikan pagutanku, dan kini kupandangi wajah adikku dan rasanya
aku sangat puas meskipun aku hanya berhasil menikmati bibir adikku yang
begitu merah dan tipis ini.
“Ratih, makasih yah, kamu begitu pengertian ama Aa” kataku.
“Kalau saja Ratih bukan adik Aa, udah akan Aa..” belum sempat aku habis bicara..
“Udah akan Aa apain” bisiknya sambil tersenyum. Aku semakin geregetan saja dibuatnya melihat wajah cantik dan polos adikku ini.
“Udah akan Aa jadiin pacar atuh. Eh Ratih, Ratih mau kan jadi pacar Aa”, tanyaku lagi.
Mendengar hal demikian adikku lalu terdiam dan beberapa saat kemudian ia bicara..
“Tapi pacarannya nggak beneran kan” Katanya sedikit ragu.
Mendengar hal demikian adikku lalu terdiam dan beberapa saat kemudian ia bicara..
“Tapi pacarannya nggak beneran kan” Katanya sedikit ragu.
“Ya nggak atuh Say, kita pacarannya kalo di rumah aja dan ini rahasia kita berdua aja, jangan sampai temen kamu tau, apalagi sama Ibu” jawabku meyakinkannya.
Setelah itu kulihat jam dinding yang ternyata sudah menunjukan jam 4 sore.
“Udah jam 4 tuh, sebentar lagi Ibu pulang. Aa mandi dulu yah”, kataku kemudian.
“Udah jam 4 tuh, sebentar lagi Ibu pulang. Aa mandi dulu yah”, kataku kemudian.
Maka aku pun bangkit dan segera pergi
meninggalkan kamar adikku. Setelah kejadian tadi siang aku sempat tidak
habis pikir, apakah benar yang aku alami tadi. Di tengah lamunanku, aku
dikejutkan oleh suara Ibuku.
“Hayoo ngelamun aja, Ratih mana udah pada makan belum?” kata Ibuku.
“Ada tuh, emang bawa apaan tuh Bu?” aku melihat Ibuku membawa bungkusan.
“Ada tuh, emang bawa apaan tuh Bu?” aku melihat Ibuku membawa bungkusan.
Setelah aku lihat ternyata Ibu membeli
bakso, kemudian Ibuku memangil Ratih dan kami bersama-sama menyantap
Baso itu. Untungnya setelah kejadian tadi siang kami dapat bersikap
wajar, seolah tidak terjadi apa-apa sehingga Ibuku tidak curiga sedikit
pun.
Malamnya aku sempat termenung di kamar
dan mulai merencanakan sesuatu, nanti subuh setelah Ibu pergi ke pasar
aku ingin sekali mengulangi percumbuan dengan adikku sekalian ingin
tidur sambil mendekap tubuh adikku yang montok. Keesokannya rupanya
setan telah menguasaiku sehingga aku terbangun ketika Ibu berpamitan
kepada adikku sambil menyuruhnya untuk mengunci pintu depan. Setelah itu
aku mendekati adikku yang akan bergegas masuk kamar kembali.
“Ehmm, ehmm, bebas nih”, ujarku.
Adikku orangnya tidak banyak bicara.
Mengetahui keberadaanku dia seolah tahu apa yang ingin aku lakukan,
tetapi dia tidak bicara sepatah kata pun. Karena aku sudah tidak kuat
lagi menahan nafsu, maka aku langsung melabrak adikku, memeluk tubuh
adikku yang sedang membelakangiku. Kali ini dia diam saja sewaktu aku
memeluk dan menciumi tengkuknya.
Dinginnya udara subuh itu tak terasa
lagi karena kehangatan tubuh adikku telah mengalahkan hawa dingin kamar
ini. Kontolku yang mulai ngaceng aku gesek-gesekkan tepat di bongkahan
pantatnya.
“Say, Aa pingin bobo di sini boleh kan?” pintaku.
“Idih, Aa genit ah, jangan Aa, entar..”
“Entar kenapa?” timpalku.
Belum sempat dia bicara lagi, aku
langsung membalikkan tubuhnya dan langsung aku pagut bibir yang telah
sejak tadi siang membuat pikiranku melayang. Aku kemudian langsung
mendorongnya ke arah dinding dan menghimpit hangat tubuhnya agar melekat
erat dengan tubuhku. Aku mencoba untuk menyingkap dasternya dan kucoba
untuk meraba paha dan pantatnya.
Walaupun dia menyambut ciumanku, tetapi
tangannya berusaha untuk mencegah apa yang sedang kulakukan. Tetapi aku
tersadar bahwa ciumannya kali ini lain daripada yang tadi siang, ciuman
ini terasa lebih hot dan mengairahkan karena kurasakan adikku kini pun
menikmatinya dan mencoba menggerakkan lidahnya untuk menari dengan
lidahku.
Aku tertegun karena ternyata diam-diam
adikku juga memiliki nafsu yang begitu besar, atau mungkin juga ini
karena selama ini adikku belum pernah merasakan nikmatnya bercumbu
dengan lawan jenis.
Kini tanpa ragu lagi aku mulai mencoba
untuk menyelinapkan tanganku untuk kembali meraba pahanya hingga tubuhku
terasa berdebar-debar dan denyut nadiku terasa sangat cepat, karena ini
adalah untuk pertama kalinya aku meraba paha perempuan. Sebelumnya
dengan pacarku aku belum pernah melakukan ini, karena Dewi pacarku lebih
sering memakai celana jeans. Dengan Dewi kami hanya sebatas berciuman.
Kini yang ada dalam pikiranku hanyalah
satu, yaitu aku ingin sekali meraba, menikmati yang namanya heunceut
(vagina dalam bahasa Sunda) wanita hingga aku mulai mengarahkan jemariku
untuk menyelinap di antara sisi-sisi celana dalamnya.
Belum juga sempat menyelipkan jariku di
antara heunceutnya, Ratih melepaskan pagutannya dan mulutnya seperti
ikan mas koki yang megap-megap dan memeluk erat tubuhku kemudian
menyilangkan kedua kakinya di antara pantatku sambil menekan-nekan
pinggulnya dengan kuat. Ternyata Ratih telah mengalami orgasme.
“Aa.. aah, eghh, eghh” rintih Ratih yang dibarengi dengan hentakan pinggulnya.
Sesaat setelah itu Ratih menjatuhkan
kepalanya di atas bahuku. Aku belai rambutnya karena aku pun sangat
menyayanginya, kemudian aku bopong tubuh yang telah lunglai ini ke atas
tempat tidur dan kukecup keningnya.
“Gimana Sayang, enak?” bisikku. Aku
hanya bisa melihat wajah memerah adikku ini yang malu dan tersipu,
selintas kulihat wajah adikku ini manisnya seperti Nafa Urbach.
“Gimana rasanya, Sayang?” tanyaku lagi.
“Aa, yang tadi itu apa yang namanya orgasme?” Eh, malah ganti bertanya adikku tersayang ini.
“Iya Sayang, gimana, enak?” jawabku sambil bertanya lagi.
“He-eh, enakk banget” jawabnya sambil tersipu.
Entah mengapa demi melihat kebahagian di
wajahnya, aku kini hanya ingin memandangi wajahnya dan tidak terpikir
lagi untuk melanjutkan aksiku untuk mengarungi lembah belukar yang
terdapat di kemaluannya hingga sesaat kemudian karena kulihat matanya
yang mulai sayu dan mengantuk akibat orgasme tadi maka aku mengajaknya
untuk tidur. Kami pun terus tertidur dengan posisi saling berpelukan dan
kakiku kusilangkan di antara kedua pahanya.
Hangat tubuh adikku kurasakan begitu
nikmat sekali. Yang ada dalam pikiranku adalah betapa nikmatnya jika aku
menikah nanti, pantas saja di jaman sekarang banyak yang kawin entah
itu sudah resmi atau belum. Tanpa terasa aku pun sadar dan terbangun
dari tidurku, dan kulihat jam di kamar adikku telah menunjukkan jam 9
lewat dan adikku belum juga bangun dari tidurnya. Wah gawat, berarti dia
hari ini tidak sekolah, pikirku.
“Ratih, bangun kamu nggak sekolah?” tanyaku membangunkannya.
Ratih pun mulai terbangun dan matanya
langsung tertuju pada jam dinding. Dia terkejut karena waktu telah
berlalu begitu cepat, sehingga dia sadar bahwa hari ini dia tidak
mungkin lagi pergi ke sekolah.
“Aahh, Aa jahat kenapa nggak ngebangunin Ratih” rajuknya manja.
“Gimana mau ngebangunin, Aa juga baru bangun” kataku membela diri.
“Gimana dong kalo Ibu tahu, Ratih bisa dimarahin nih, ini semua gara-gara Aa”
“Loo kok Aa yang disalahin sih, lagian Ibu nggak bakalan tahu kalau Aa nggak ngomongin kan” jawabku untuk menghiburnya.
“Bener yah, Ratih jangan dibilangin kalau hari ini bolos”
“Iyaa, iyaa” jawabku.
Entah mengapa tiba-tiba terlintas di
pikiranku untuk mandi bareng. Wah ini kesempatan emas, alasan tidak
memberitahu Ibu bahwa dia nggak masuk sekolah bisa kujadikan senjata
agar aku bisa mandi bersama adikku.
“Eh, ada tapinya loh, Aa nggak bakalan bilang ama Ibu asal Ratih mau mandi bareng ama Aa” kataku sambil mengedipkan mata.
“Nggak mau. Aa jahat, lagian udah gede kan malu masak mau mandi aja musti barengan”
“Ya udah kalo nggak mau sih terserah” ancamku.
Singkat cerita karena aku paksa dan dia tidak ingin ketahuan oleh Ibu maka adikku menyetujuinya.
“Tapi Aa jangan macem-macem yah” pintanya.
“Emangnya kalo macem-macem gimana?” tanyaku.
“Pokoknya nggak mau, mendingan biarin ketahuan Ibu, lagian juga itu kan gara-gara Aa, Ratih bilangin Aa udah ciumin Ratih” balasnya mengancam balik.
Jika kupikir-pikir ternyata benar juga,
bisa berabe urusannya, seorang kakak bukannya menjaga adik dari ulah
nakal laki-laki lain, eh malah kakaknya sendiri yang nakal. Maka untuk
melancarkan keinginanku untuk bisa mandi dengannya, aku pun
menyetujuinya.
Kami berdua akhirnya bangun dari tidur
dan setelah berbenah kamar, kami berdua pun pergi menuju kamar mandi.
Sesampai di kamar mandi kami hanya saling diam dan kulihat adikku agak
ragu untuk melepaskan pakaiannya.
“Aa balik dulu ke belakang, Ratih malu nih” pintanya.
“Apa nggak sebaiknya Aa yang bukain punya Ratih, dan Ratih bukain punya Aa”
“Apa nggak sebaiknya Aa yang bukain punya Ratih, dan Ratih bukain punya Aa”
Tanpa pikir panjang aku menghampiri
adikku dan aku cium bibirnya. Agar dia tidak malu dan canggung untuk
membuka pakaiannya, aku genggam tangannya dan aku tuntun untuk membuka
bajuku. Tanpa dikomando dia membuka bajuku setelah itu kutuntun lagi
untuk membuka celana basket yang aku kenakan.
Setelah keadaanku bugil dan hanya
memakai celana dalam saja kulihat adikku tegang, sesekali dia melirik ke
arah selangkanganku dimana kontolku sudah dalam keadaan siaga satu.
Kini giliranku menanggalkan daster yang ia kenakan.
Begitu aku buka, aku terbeliak dibuatnya
karena ternyata tubuh adikku begitu bohai (body aduhai). Dia lalu
berusaha menutupi selangkangannya. Lalu dengan sengaja kucolek
payudaranya hingga adikku melotot dan menutupinya. Kemudian aku pun
balik mencolek memeknya, hehehe..
“Idihh, Aa nggak jadi ah mandinya, malu”, rajuknya.
Adikku lalu mengambil handuk dan
melilitkan handuk tersebut kemudian melangkah keluar kamar mandi, tetapi
karena aku tidak mau kesempatan emas ini kabur maka aku pegang
tangannya dan terus aku peluk sambil kukecup bibirnya, karena ternyata
adikku sangat merasa nyaman bila bibirnya aku cium.
Aku lalu menarik handuknya hingga
terlepas dan jatuh ke lantai, dan aku pepet tubuhnya ke arah bak air
lalu gayung kuambil dan langsung kusiramkan ke tubuh kami berdua.
Merasakan tubuhnya telah basah oleh siraman air, adikku berusaha untuk
melepaskan ciuman dan desakan yang aku lakukan, tapi usahanya sia-sia
karena aku semakin bernafsu menyirami tubuh kami sambil kontolku aku
tekan-tekan ke arah selangkangannya.
Setelah tubuh kami benar-benar basah,
aku bagai kemasukan setan. Selain menyedot bibirnya dengan ganas aku pun
langsung mencoba untuk melepaskan celananya. Setelah celana dalamnya
terlepas dari sarangnya hingga ke tepi lutut, aku pun menariknya ke
bawah dengan kakiku hingga benar-benar terlepas. Sadar bahwa aku akan
berbuat nekat, Ratih semakin berusaha untuk melepaskan tubuhnya. Sebelum
usahanya membuahkan hasil aku melepas pagutannya.
“Aa, stop please” rengeknya sambil menangis.
“Ratih, tolong Aa dong. Ratih tadi subuh kan udah ngalami orgasme, Aa belum..” pintaku.
Dan tanpa menunggu waktu lagi di saat
tenaganya melemah, aku kangkangkan pahanya sambil kukecup bibirnya
kembali sehingga dia tidak bisa menolaknya. Di saat itu aku meraih
burungku dari CD-ku dan mencoba mencari sarang yang sudah lama ini ingin
kurasakan.
Dalam sekejap kontolku sudah berada
tepat di celah pintu heunceut adikku, dan siap untuk segera menjebol
keperawanannya. Merasa telah tepat sasaran maka aku pun menghentakkan
pinggulku. Dan aku seperti benar-benar merasakan sesuatu yang baru dan
nikmat melanda seluruh organ tubuhku dan kudengar adikku meringis
kesakitan tapi tidak berusaha untuk menjerit.
Melihat hal itu aku mencoba untuk
mengontrol diriku dan mencoba menenangkan perasaan yang membuatku
semakin tak karuan, karena aku merasa diriku dalam keadaan kacau tetapi
nikmat hingga sulit untuk diuraikan dengan kata-kata.
Aku mencoba hanya membenamkan penisku
untuk beberapa saat, karena aku tak kuasa melihat penderitaan yang
adikku rasakan. Kini pandangan aku alihkan pada kedua payudara adikku
yang masih diselimuti BH-nya. Aku mencoba untuk melepaskannya tapi
mendapat kesulitan karena belum pernah sekalipun aku membukanya hingga
aku hanya bisa menarik BH yang menutupi payudara adikku dengan
menariknya ke atas dan tiba-tiba dua bongkah surabi daging yang kenyal
menyembul setelah BH itu aku tarik.
Melihat keindahan payudara adikku yang
mengkal dan putingnya yang bersemu coklat kemerahan, aku pun tak kuasa
untuk segera menjilat dan menyedotnya senikmat mungkin.
“Aa, ahh, sakit” rintih adikku.
Seiring dengan kumainkannya kedua buah
payudara adikku silih berganti maka kini aku pun mencoba untuk
menggerakkan pinggulku maju mundur, walau aku juga merasakan perih
karena begitu sempitnya lubang heunceut adikku ini. Badan kami kini
bergumul satu sama lain dan kini adikku pun mulai menikmati apa yang aku
lakukan. Itu dapat aku lihat karena kini adikku tidak lagi meringis
tetapi dia hanya mengeluarkan suara mendesah.
“Eenngghh, acchh, enngg, aacchh”
“Gimana, enakk?” aku mencoba memastikan perasaan adikku.
Dia tidak menjawab bahkan kini justru
tangannya meraih kepalaku dan memapahnya kembali mencium mulutnya.
Karena aku tidak ingin egois maka aku pun menuruti kehendaknya. Aku
kulum bibirnya dan lidah kami pun ikut berpelukan menikmati sensasi yang
tiada tara ini.
Tanganku kugunakan untuk meremas
payudaranya. Gila, kenikmatan ini sungguh luar biasa, kini aku pun
mencoba untuk menirukan gaya-gaya di film BF yang pernah kulihat. Adikku
kuminta menungging dan tangannya memegang bak mandi.
Aku berbalik arah dan mencoba untuk
segera memasukan kembali kontolku ke dalam memeknya, belum sempat niat
ini terlaksana aku segera mengurungkan niatku, karena kini aku dapat
melihat dengan jelas bahwa heunceut adikku merekah merah dan sangat
indah. Karena gemas aku pun lalu berjongkok dan mencoba mengamati bentuk
heunceut adikku ini hingga aku melongo dibuatnya.
Mengetahui aku sampai melongo karena
melihat keindahan heunceutnya, adikku berlagak sedikit genit, dia
goyangkan pantatnya bak penyanyi dangdut sambil terkikik cengengesan.
Merasa dikerjai oleh adikku dan juga karena malu, untuk mebalasnya aku
langsung saja membenamkan wajahku dan kuciumi heunceut adikku ini,
hingga kembali dia hanya bisa mendesah..
“Aahh, Aa mau ngapain.., ochh, enngghh” desahnya sambil mengambil nafas panjang.
Mmhh, ssrruupp, cupp, ceepp, suara
mulutku menyedot dan menjilati heunceut adikku ini, dan aku perhatikan
ada bagian dari heunceut adikku ini yang aneh, mirip kacang mungkin ini
yang namanya itil, maka aku pun mencoba untuk memainkan lidahku di
sekitar benda tersebut.
“Acchh, Aa, nnggeehh, iihh, uuhh, gelii”, erangnya saat aku memainkan itilnya tersebut.
Karena mendengar erangannya yang
menggoda aku pun tak kuasa menahannya dan segera bangkit untuk memeluk
adikku dan memasukannya kembali dengan cepat kontolku agar bersemayam
pada heunceut adikku ini. Baru beberapa kocokan kontolku di memeknya,
adikku seakan blingsatan menikmati kenikmatan ini hingga dia pun meracau
tak karuan lalu..
“Aa, Ratihh, eenngghh, aahh..”
Rupanya adikku baru saja mengalami
orgasme yang hebat karena aku rasakan di dalam memeknya seperti banjir
bandang karena ada semburan lava hangat yang datang secara tiba-tiba.
Kini aku merasakan kenikmatan yang lain karena cairan tersebut bagai
pelumas yang mempermudah kocokanku dalam heunceutnya.
Setelah itu adikku kini lunglai tak
bertenaga, yang ia rasakan hanya menikmati sisa-sisa dari orgasmenya dan
seperti pasrah membiarkan tubuhnya aku entot terus dari belakang.
Mengetahui hal itu aku pun kini mengerayangi setiap lekuk tubuh adikku
sambil terus mengentotnya, mulai dari mencium rambutnya, menggarap
payudaranya sampai-sampai aku seperti merasakan ada yang lain dari
tubuhku, ada perasaan seperti kontolku ini ingin pipis tapi tubuh ini
terasa sangat-sangat nikmat.
“Aa, udah.. Aa, Ratih udah lemess..” kata adikku.
“Tunggu Sayangg, Aa maauu nyampai nih, oohh”
Kurasakan seluruh tubuhku bagai
tersengat listrik dan sesuatu cairan yang cukup kental aku rasakan
menyembur dengan cepat mengisi rahim adikku ini. Sambil menikmati
sisa-sisa kenikmatan yang luar biasa ini aku memegang pantat adikku dan
aku hentakkan pinggulku dengan keras membantu kontolku untuk mencapai
rongga rahim adikku lebih dalam. Kami berdua kini hanya bisa bernafas
seperti orang yang baru saja berlari-lari mengejar bis kota.
Setelah persetubuhan yang terlarang ini
kami pun akhirnya mandi, dan setelah itu karena tubuhku lemas maka aku
tiduran di sofa sambil menikmati acara televisi dan adikku kulihat
kembali melakukan aktifitasnya membereskan rumah meskipun tubuhnya jauh
lebih lemas.
No comments:
Post a Comment