AREA BASAH

Saturday, May 21, 2016

Cerita Dewasa , Holiday Paradise Part 7.

AGEN POKER

Cerita Dewasa / Cerita Sex / Cerita ABG / Cerita Dewasa Hot / Cerita Dewasa SMA / Kumpulan Cerita Dewasa


“Ayooo Aidaaaa,,, satu putaran lagiii,,,”
“Nabila,,, cepeeet,,, jangan mau kalaaahh,,,, loncat yang tinggi,,hahahaaa,,,”

Teriakan para suami terdengar ramai, tapi mereka bukan memberi semangat kepada istri masing-masing, teriakan itu justru ditujukan kepada istri yang memiliki gerakan paling liar. Yaa,, lomba balap karung dipilih sebagai laga pembuka untuk game pantai. Mata para suami tertuju pada Aida yang begitu semangat meloncat memacu tubuhnya, memimpin paling depan, dan bisa ditebak, mata jalang para suami tertuju pada sepasang payudara besarnya yang bergerak naik turun. Sementara di belakangnya Nabila berusaha menyusul, meloncat dengan cepat, tak peduli dengan payudara mereka yang tidak dilindungi bra, bergerak liar.

Tentu saja memang sangat merepotkan bagi mereka yang memiliki buah dada dengan ukuran besar, ketika harus meloncat, jelas sepasang benda menggairahkan itu akan ikut bergerak tak terkendali. Anjani yang berada diurutan ketiga memang lebih diuntungkan dengan payudaranya yang tidak terlalu besar, namun ukuran karung yang hampir menutup seluruh tubuhnya itu membuatnya sangat kerepotan.

“Ayooo cepeeeet,,, yang nyampe duluan aku kasih piala,,” seru Pak Tama yang berdiri di garis finish, sambil menggosok-gosok penisnya, membuat para suami lainnya tertawa. Tapi justru membuat para wanita yang tengah berloncat dan berlari tersipu malu.

Siapapun dapat melihat tojolan penis Pak Tama, yang telah mengeras dengan sempurna, dan itu diakibatkan ulah payudara mereka yang bergerak brutal tak terkendali. Nabila yang sudah pernah merasakan keperkasaan batang besar itu, tertawa. Terlintas dipikiran nakalnya untuk menabrak Pak Tama, dan memberi pelajaran buat lelaki paruh baya itu dengan meremas batangnya saat tubuh mereka terjatuh. Nabila lagi-lagi tertawa, menertawakan pikiran mesumnya.

Tapi ternyata hal yang sama juga terlintas dibenak Aida, meski tidak tau pasti ukuran pusaka Bos suaminya itu, dari balik kacamata minusnya Aida dapat memastikan batang itu memeiliki ukuran yang menggoda birahinya. Tak ayal kedua wanita cantik itu memacu kakinya lebih cepat, bersaing menuju tempat Pak Tama berdiri. Saling bersenggolan sambil tertawa. Membuat Hanif yang berdiri tak jauh dari Pak Tama sangat cemburu.

“Kyaaaaa,,,”
“Aaaaaa,,,hahahaahaa,,,”
“Mba Aida curaaaang,,, Hahahaaa,,”

Bruaakkk!!! Kedua tubuh montok itu bersamaan menubruk Pak Tama yang tertawa menyambut sambil merentangkan kedua tangannya, jatuh terjengkang ditindih dua wanita cantik. Membuat para lelaki lain begitu iri dengan keberuntungan Pak Tama. Apalagi mata mereka menangkap gerakan tangan Aida dan Nabila yang berebut mencengkram selangkangan Pak Tama bersamaan. Anjani yang tepat berada di belakang mereka seakan tak mau kalah ikut meloncat ketubuh Pak Tama, menindih Aida dan Nabila. Membuat tawa semakin riuh.

Tentu saja Pak Tama juga berusaha sebaik mungkin memanfaatkan kesempatan, tangannya yang terentang dengan bebas meremasi payudara para wanita yang menyerahkan tubuh pada dirinya.
“Asseeeemmm,, mantap bener pantat istri kalian,,, uggghh,,, pasti nikmat banget kalo di Doggy,,” celetuk Mang Kholil kepada Bandi dan Hanif, meremas-remas selangkangnya saat melihat rok ketiga wanita itu tersingkap, memamerkan pantat yang dibalut celana dalam aneka warna.

“Kan mamang udah pernah nyobain, kemaren nyemprot didalam juga kan?,,hehehe,,” jawab Bandi terkekeh.

“Mamang udah pernah nyobain? Sama siapa? Istrimu Ban?,,,” tanya Hanif bingung.
“Ya istri mu lah,,, ngeliat sendirikan gimana lemesnya istri mu tadi malam? Hahahahaa,,,” Bandi tertawa, seakan ingin membalas ulah Hanif yang sempat merayon tubuh Nabila saat bermain kartu.
“Heehhh,, yang beneeer?,, ahh sialan kau Mang,,,” wajah Hanif seketika berkerut, tak pernah terlintas diotaknya kalau tubuh mulus istrinya turut dinikmati oleh lelaki seperti Mang Kholil.
Nabila menghampiri Bandi sambil tertawa.

“Huuufff,,, capek banget sayang,, kakiku pegel seperti ingin keram,”

Sementara Hanif dan Mang Kholil harus meneguk liur menatap payudara Nabila yang tercetak jelas di balik kaos, bergerak naik turun dengan teratur, mengikuti tarikan nafas yang masih tersengal.
“Kalau gitu istirahat lah dulu,” ucap Bandi santai tanpa menoleh.

“Sayang,,, masih marah ya?” tanya Nabila yang bingung melihat Bandi sedikit agak cuek dari biasanya.

“Atau kau marah karena kejadian tadi, saat aku menabrak Pak Tama, aku memang melakukannya dengan sengaja, maaf,,,”

“Ngga koq sayang,, aku tau kau cuma terbawa permainan,” Bandi menoleh sambil tersenyum lembut, tapi tetap saja ada yang mengganjal di hati Nabila. Perlahan dipeluknya Bandi dari samping.
“Ayooo Zahraaaa,,, cepaaat,,, jangan mau kalaah sama Bu Sofie,,,”

DEEEGGG, hati Nabila terasa sakit saat Bandi memberi semangat kepada Zahra. Tapi kenapa?,,, Zahra adalah teman baiknya, dan Zahra pula yang menjodohkan mereka. Wanita cantik itu semakin erat memeluk pinggang Bandi. Tapi bukan hanya Bandi, karena mata semua lelaki kini tertuju pada Zahra yang terlihat malu-malu untuk meloncat, menghindari gerakan di dadanya, sesekali kakinya berusaha berjalan di dalam karung yang sempit. Akibatnya Bu Sofie yang berada di belakang perlahan mulai mendekat, padahal tenaga wanita dengan tubuh padat berisi itu telah terkuras habis akibat ulah Mang Kholil dan Kontet.

“Ayooo Zahraaaa,,, loncat yang tinggiii!!!,,, Awwww,,,” Hanif yang berteriak memberi semangat seketika terpekik akibat cubitan Aida yang cemburu.

Teriakan Hanif justru membuat gerakan Zahra semakin pelan, tapi sepelan apapun gerakan, payudara dengan ukuran menggiurkan itu pasti akan bergerak tanpa topangan bra.

“Hahahahaaa,, Hooosshh,, Hooshhh,, haahh,,hahaaahh,,,” Bu Sofie yang tertinggal dibelakang, kembali bersemangat saat melihat gerakan Zahra semakin pelan, kini dirinya sudah menyusul beberapa langkah di depan, berusaha memperpendek jarak dengan Shita yang ada di depannya.

“Siaaal,,, Uuuhhhh,, Kenapa semua melihat ke aku sih,, padahal masih ada Shita dan Bu Sofia yang nenennya lebih gedeeee,, Uuuhh,,, ,” Hati Zahra berteriak kesal seakan ingin menangis.
Tubuh nya yang selalu tertutup hingga kekepala itu, tak pernah sekalipun dipertotonkan seperti itu kepada banyak orang, meskipun hanya dengan pakaian yang ketat. Tapi kini semua lelaki dapat melihat puting payudara yang tercetak jelas. 

Apalagi saat dirinya menangkap pandangan mata Pak Tama, Rahadi dan Hanif yang menatap penuh birahi. Parahnya lagi, di belakang ketiga lelaki itu, Mang Kholil begitu bernafsu menggosok selangkangannya, mulut lelaki berwajah amburadul itu membuka dan menutup mengikuti gerak payudaranya yang naik turun. Ada penyesalan dihati wanita itu, kenapa tadi dirinya memilih kaos ketat, padahal tujuannya tidak lain hanya untuk menggoda Bandi, tapi jika ranum buah dadanya itu turut dipelototi oleh lelaki lain, jelas dirinya sangat malu.

“Begoooo,,, kenapa ga ditutup pake jilbab aja,,, uugghhh,, begoo, begooo,,,” rutuk hati Zahra, ketika teringat bagian bawah jilbabnya yang terikat ke belakang. Dengan sekali hentakan ikatan kain putih itu terlepas, menutupi bagian depan payudaranya. Sontak teriak kecewa menghambur dari mulut para lelaki.

“Whooooo,,, Zahraaa pelit,, Aaaaww,,, koq dicubit terus sih mahh,,” protes Hanif ketika teriakan kecewanya beroleh cubitan di perutnya yang mulai buncit.

“Mamahkan enak, udah nyobain banyak batang dimari,,,” sungut Hanif.

“Tu kan,,, salahnya papah juga sih suruh-suruh mamah pake rok beginian, pasti biar bisa pamerin punya mamah kan?, jadi kalo ada orang yang minta isi dalam rok mamahh, papah ga boleh marah dong,,,” protes Aida lalu melenggang meninggalkan Hanif yang terbengong.

“Eeee,,, busyet dah, sejak kapan bini ku binal kaya gitu, main kasih memek seenaknya,, kan tu punya kuu,,,” dengus Hanif kesal, melototi istrinya yang melenggang cuek, sesekali memamerkan pantat yang tak mampu ditutupi oleh rok yang pasrah tertiup angin.

“Yeeeeaaahhhh,,,,” terdengar teriakan Shita yang berhasil mencapai finish.

“Aaahhh,,, tungguuu,,tungguuu,,, curang kaliaaan,,,” Bu Sofie berteriak histeris dengan nafas ngos-ngosan, mulai keteteran tak mampu menyaingi Zahra yang memacu tubuhnya, menyalip dengan cepat mencapai garis finish.

“Yaaaaaaaa,,,, hahahahahaaa,,,” Zahra ikut tertawa heboh berdiri digaris finish. Mengangkat tinggi kedua tangannya, terlihat jelas wanita itu mulai menikmati permainan.

“Maaf ya buu,, sekali-sekali ibu yang belakangan,,,heheehee,,” ucap Zahra menyambut Bu Sofie yang menggerutu lucu, di garis finish.

Sekilas Zahra melirik Bandi yang mengangkat jempolnya, membuat wanita itu tertawa tersipu. Dokter cantik itu tidak menyadari, Nabila yang berdiri di samping suaminya tersenyum kecut, cemburu melihat kemesraan Suaminya dan Zahra

“Wokkeeeee,,, game kali ini dimenangkan oleh Aidaaa,,,” Pak Tama mengumumkan pemenang lomba.

“Lhoo koq bisa Pak?,,, aku kan lebih dulu nginjak garis finis dibanding Aida,,” protes Nabila.
“Yaa,, tapi Aida sepersekian detik lebih cepat memegang punyaku,,,hahahaa,,,”
“Whhoooooo,,, Pak Tama curang,,Hahahahaaa,,,”
“jurinya mupeng tuuuhhh,,,Hahahaa”

Teriakan dan tawa menghambur di bibir pantai. Terik matahari seakan tak mampu mengurangi keceriaan para suami istri.

“kali ini biar adil, biar aku yang jadi jurinya, karena game berikutnya bakal lebih panas, lomba makan sosis hahahaa,,” ucap Bu Sofie sambil bertolak pinggang.

“Ayooo sini,,,, semua ngumpul,,, para wanita silahkan pakai kalung pita ini,” lanjutnya, lalu menyerahkan pita merah kepada Nabila, pita biru untuk Anjani, gairahsex.com pita ungu diserahkan pada Aida, Pita putih untuk Shita, dan pita hijau untuk Zahra. Bu Sofie meminta para istri mengalungkan di leher.

“Ayooo,, sekarang giliran para suami, cepet sini,,,” teriaknya sambil menenteng kain kantongan berisi beberapa bola.

“Darto kau duluan,, silahkan pilih wanita mu,,,, hehehee,,,” Bu Sofie mengulurkan kantong. Mata Darto berusaha mengintip melalui celah.

“Eeehh,, ga boleh ngintip,,, semua tergantung keberuntungan tanganmu,, ayo cepat ambil satu bola,”
“Warna Unguuu,, Aidaa,,,hahahaa,,” Bu Sofie mengumumkan pasangan Darto adalah Aida.
“Hehehehee,,, hay bu guru cantik, udah siap untuk menang?,,” Darto sengaja mencolek pinggang Aida, menggoda Hanif yang lagi uring-uringan.
“Yaaa,, meraahh,,Nabila,,,”

“Yeeeaaahhh,,,” Rahadi berteriak girang, menghampiri Nabila,
“Sorry ya calon boss,, aku pinjam dulu istrimu,,,hehehee,,” Rahadi menggoda Bandi, menarik tangan Nabila yang masih memeluk pinggang suaminya.

“Awas aja kalo sampe lecet, aku jadiin OB kamu,,” ancam Bandi bercanda, walau ada rasa was-was dihati, permainan seperti apa yang bakal digelar.
“Shitaaa,,, Putih,,,”

“Weeew,,, boleh juga nih,,, game nya harus hot Bu,,” seru Hanif, jengkelnya sedikit berkurang. Sudah lama dirinya tertarik dengan wanita yang setiap hari duduk manis di depan ruang Pak Tama dengan rok ketat dan minimalis.

“Bandi,, kau dapat Anjani,,, hahahaa,, mau ditukar dengan ibu?” goda Bu Sofie, ketika Bandi maju mengambil bola warna Biru.

“Emang ibu sanggup makan sosis aku?,,” jawaban Bandi membuat Bu Sofie terdiam dengan jantung berdegub kencang.

“Tunggu tanggal mainnya, pasti kulahap habis sosis besarmu itu,,” balas Bu Sofie, berbisik dengan jantung menderu merasa ditantang.

“Tersisa satu bola hijau, artinya Zahra berpasangan dengan suamiku, pak Tama,,,” terang Bu Sofie, sepeninggal Bandi yang mendekati Anjani.

“Jadi permainannya seperti ini,, Sosis yang dibagikan Mang Kholil ini harus diikat dipinggang para istri, dan mereka harus mendekati pasangan mainnya dengan mata tertutup, dan pasangan mainnya harus memberi aba-aba kemana si wanita harus menuju, terus,,,” Bu Sofie menghentikan ucapannya sambil wajah tersenyum nakal, membuat peserta lomba penasaran menunggu.

“Terus,,, sosis itu harus dimasukkan ke dalam mulut para lelaki yang berbaring di pasir, dan ingat,, tidak boleh dibantu oleh tangan,,,hehehee,,” Bu Sofie tertawa sambil bertolak pinggang. Permainan itu tak ubahnya seperti permainan memasukkan pensil dalam botol, hanya saja dilakukan dengan cara yang vulgar.

“Haahhh???,, yang benar aja bu,, masukin sosis kemulut Rahadi yang tiduran, berarti kami harus ngangkangin mereka dong?,,,” Nabila coba protes, tangannya reflek menahan rok yang tertiup angin, entah kenapa tiba-tiba dirinya merasa malu, pasti lomba ini akan terlihat sangat vulgar.

“Hehehee,, itulah tantangan dari game ini, kalian boleh berusaha menutupi rok kalian bila mau, tapi ingat tangan kalian tidak boleh memegang sosis itu,,.” terang Bu Sofie, tersenyum puas melihat wajah para wanita mulai pucat.

“Tenang aja mba,, ntar aku merem koq,,,”
“Merem? aku make rok aja kamu masih usaha buat ngintip ke bawah, gimana kalo aku ngangkang depan matamu,,, awas aja kalo ngga merem, bakal ku colok matamu,,,”

“Hahahahaaa,, nih,,, buat jaga-jaga, kalo ngintip colok aja,” celetuk Zahra, menyerahkan potongan ranting kepada Nabila.

Wanita yang selalu setia dengan penutup kepalanya itu dapat sedikit bernafas lega, karena dirinya memakai celana leggins putih. Meski celana dalam warna hitamnya dapat terlihat dengan samar, setidaknya itu masih lebih baik dibanding para istri lainnya yang mengenakan rok. Mang Kholil membagikan potongan sossis yang ujungnya dibungkus plastik, agar dapat diikat oleh tali, wajah mesumnya cengengesan membayangkan kegilaan yang bakal terjadi.

“Lho Mang,,, koq tali punya aku pendek banget sih, tuker yang lebih panjang dong,,” sela Zahra saat menerima sosisnya.

“Waduh,, udah habis bu,, itu yang terakhir,,” jawaban Mang Kholil membuat wajah cantiknya cemberut.

“Aaahhhh,,, tu kaaaann,,, pendek banget,,” Zahra mulai panik, sosis yang sudah diikat kan di pinggang menggantung hanya beberapa senti dari pantatnya.

“Heheheheee,,,, cuma game aja koq Bu Dokter,,,ga usah terlalu diambil hati,, hehehee,,,” ucap Pak Tama, hatinya berteriak girang, dengan mata tak lepas dari pantat montok Zahra.

Dokter cantik itu cuma bisa tersenyum kecut, andai saja partner game nya adalah Rahadi atau Hanif mungkin Zahra bisa main bentak kalo mereka nakal, tapi ini adalah Pak Tama. Akhirnya wanita itu cuma bisa berharap game dapat selesai dengan cepat.

“Ko,,, koq pendek banget sih ngiketnya,, lagian kenapa ngiketnya dibelakang,,,” protes Hanif kepada Darto yang membantu mengikatkan sosis di pinggang belakang istrinya, membuat sosis itu menggantung tepat di depan selangkangan istrinya.
Darto mengangkat kedua pundaknya,

“Tapi Istrimu ga protes tuh,,,” jawaban itu membuat Hanif melototi istrinya yang jadi salah tingkah, wajah berhias kacamata itu memerah malu.

AGEN POKER TERPERCAYA

“Sayaaang,,, Kan ini cuma permainan aja,, ngga lebih koq,” bujuk Aida, membuat Hanif tidak bisa berkata apa-apa.

“Hanya permainan,,,” hati Aida berkali-kali mengucap kalimat itu dengan jantung berdegub kencang.
Protes yang sama juga dilontarkan Rahadi yang melihat Istrinya, Anjani, dengan sengaja memutar sosis yang berada di belakang ke depan, hingga menggantung tak jauh dari selangkangannya. Begitu juga dengan Pak Tama yang melototi ulah Hanif, meski sosis itu tetap berada di belakang, tapi wanita simpanannya tidak protes saat Hanif menggulung tali menjadi lebih pendek.

“Okeeee,,, para suami silahkan berbaris disana,,, dan kalian berbaris di sini,, silahkan menutup mata dengan syal ini,,,” Bu Sofie kembali memberi perintah.

Berbeda dengan para lelaki yang tampak terlihat girang, para wanita justru terlihat pucat, saling pandang dengan bingung, masing-masing merasa tidak nyaman.

“Duuuhhh,,, aku ga bisa,,, kasian kamu Zahraa,,,” ucap Aida, memutar posisi sosisnya ke belakang, lalu menurunkan tali menjadi lebih panjang.

Perbuatan Aida ternyata diikuti wanita lainnya, yang berusaha menjauhkan gantungan sosis dari selangkangan mereka. Perbuatan para istri itu jelas membuat para lelaki yang berbaris 5 meter dari para wanita, terlihat kecewa.

“Kalian harus mendengarkan intruksi dari pasangan kalian, kemana kalian harus melangkah,, dan kalian yang cowok, setelah pasangan kalian sudah mendekat tepuk pundaknya lalu kalian boleh berbaring dan memakan sosis itu sampai habis,” Bu Sofie terpaksa harus sedikit berteriak agar semua dapat mendengar suaranya.

“Yaaa,,,Silahkan pasang penutup mata kalian,,” seru Bu Sofie sambil memeriksa mata para wanita, memastikan sudah benar-benar tertutup.

“Semua sudaahh siaaap?,,,”
“Satuuuu,,,,”
“Duaaaaa,,,,”
“Tigaaaaaa,,, Gooo,,,!!!”

Aba-aba dari Bu Sofie langsung disambut teriakan para lelaki yang heboh memberi komando kepada pasangannya agar menuju ke arah mereka. Para wanita harus bekerja sedikit ekstra untuk mengenali suara, untungnya Bu Sofie memberi jarak dua meter antar wanita dan pasangan mainnya agar suara teriakan tidak terlalu kacau dan membingungkan. Shita yang lebih dulu sampai di hadapan Hanif, pundaknya segera ditepuk oleh Hanif, dan dengan wajah sumringah Hanif segera berbaring di kaki Shita.

“Yaaa,, buka kakimu Sin,,, turunin sosisnya pelan-pelan,,,”

“Ooowwwhh,,, Shit!!!,,,” Hanif mengumpat saat Shita mengangkangi wajahnya, pantat semok milik sekretaris seksi itu tepat di depan matanya, perlahan mulai turun mendekati wajahnya. Meski mulutnya sudah menyentuh sosis, Hanif tetap saja menyuruh Shita menurunkan pantatnya.
“Yaa,,, cukup,,, aku akan makan sosis ini pelan-pelan,,,” seru Hanif saat selangkangan Shita tinggal sejengkal dari mulutnya.

“Makan yang cepet Pak,, jangan lama-lama,,,” seru Shita, entah kesal, entah marah, tapi yang jelas liang vaginanya yang kini berada satu jengkal dari wajah Hanif, mulai basah.

“Ayooo Bu,,,, Yaaa,, cepet buka kaki mu,,,turuuniiin,, Oooowwwhhh,,, punyamu mantap banget Buuu,,,” seru Darto tak kalah heboh, langsung berbaring dan meletakkan kepalanya di antara kedua kaki Aida.

“Ckckckck,,, bener-bener mantap ni pantat, apalagi meki nya gemuk banget,,pasti jepitannya mantap nih,,” Darto dengan cueknya berkomentar, tak peduli dengan kondisi Aida yang panas dingin.
“curang tu si Bandi, dapet barang bagus ga bilang-bilang,,,”
DEG,,,

“Jangan-jangan Darto juga melihat perselingkuhannya dengan Bandi?,,,” hati Aida semakin tidak karuan.

“Ayooo Dartoo,, cepet makan sosisnya,,,” pinta Aida tidak karuan.
“Aku ga mau sosis,,, aku mau nya kue apem,,, hehehe,,,” jawab Darto.

“Huusss,, jangan nakal,,, makan aja cepat,,,” Aida perlahan semakin menurunkan pantatnya, hingga hidung Darto dapat merasakan aroma dari vagina yang mulai basah.

Hal yang sama juga dirasakan Zahra, yang tidak menyangka dirinya menuruti begitu saja untuk mengikuti permainan gila itu. Dirinya yang berhasil sampai di tempat Pak Tama berdiri, disambut dengan cara yang sangat nakal. Yaaa,, Pak Tama yang seharusnya memberi kode dengan menepuk pundak atau tangannya, justru mencolek puting payudaranya.

“Maaf Bu Dokter,,, ga tahan pengen nyolek, habisnya kenceng banget,,,Hehhehe,,,” ucap Pak Tama pelan, yang begitu menikmati kenakalannya mengerjai wanita alim itu.

Seandainya lelaki itu bukan atasan suaminya, ingin sekali Zahra menampar wajah Pak Tama, tapi dirinya cuma bisa menahan emosi, Toh,, sebentar lagi lelaki itu akan pergi meninggalkan kantor suaminya, akhirnya Zahra berusaha untuk tetap tersenyum di antara wajah kagetnya.
“Kakinya buka yang lebar ya Bu Dokter,,, kepala aku mau masuk,,,”

“Ooowwwhh,,, pantat ibu mantap banget Bu,,, ga terlalu besar, tapi nungging kaya itik,,,”
Komentar-komentar nakal Pak Tama sangat menganggu pikiran jernih Zahra. Tak pernah dirinya merasa senakal ini di hadapan orang lain, selain dengan Bandi. Tak ubahnya seperti eksibisi terselubung persaingan dalam permainan.

“Paakk,, berhenti mengomentari tubuh aku, selesaikan saja permainan ini secepatnya,,” ucap Zahra dengan intonasi tinggi, untuk menunjukka rasa tidak senangnya atas kenakalan atasan suaminya itu.
Tapi tanpa disadari Zahra, rasa dari amarah yang menyeruak itu tidak lebih dari pelarian rasa malu dan bersalahnya. Dan parahnya permainan ini baru saja dimulai.

“Pelan-pelan aja bu nurunin tempek nya,,, ga usah buru-buru,,,hehehee,,”
“Uuuugghhhh,,,” Zahra bingung, sangat bingung, komentar Pak Tama semakin nakal.

Zahra masih bingung, bagaimana bisa dirinya terjebak permainan gila seperti ini. ingin sekali dirinya menyudahi permainan itu, tapi itu hanya akan membuat suaminya malu. Dengan bertopang pada tangan yang berpegangan dilutut, Zahra perlahan menurunkan pantatnya. Meski matanya tertutup tapi wanita itu sangat yakin tepat di bawah selangkangannya wajah Pak Tama sedang tersenyum girang. Dirinya cukup sering menemani suaminya dalam acara-acara kantor, dan Pak Tama selalu memuji kecantikan wajah dan keindahan tubuhnya, dan saat ini lelaki itu tengah memuaskan rasa penasaran atas tubuhnya.

“Terus Bu,, turunin pantatnya, mulut aku belum bisa menjangkau tempek ibu,, ehh,, maksud aku sosisnya bu,,,Hehehehee,,”

Zahra tau, lelaki berkumis lebat itu tidak berbohong, karena tali pengikat sosisnya memang sangat pendek, dengan sangat terpaksa menurunkan tubuhnya lebih rendah, membuat siapapun yang melihat akan tergoda untuk menghajar pantat montok yang semakin menungging.

“Ooowwhhggg,,,” tubuh Zahra kembali terangkat, dirinya sangat kaget saat sesuatu yang lembut menyentuh lapisan celana leggins nya, tepat di bibir vagina.

“Lho koq diangkat lagi sih Bu,,, aku baru pengen ngegigit tempek ibu, eehh,, sosis nya bu,,,”
“Paaak,,, jangan nakal,, plisss,, aku mohon,,,” Zahra serasa ingin menangis, sungguh dirinya tidak ingin menjadi wanita yang nakal. Meski dirinya pernah menggoda Bandi, tapi itu tidak lebih dari ungkapan perasaan hatinya yang masih memiliki rasa terhadap Bandi.

“Heheehee,, maaf bu,,, tadi ga sengaja bibir aku nyenggol itunya ibu,,,”
“Tapi tempek punya Bu Dokter emang indah banget, gemuk, mukung,,, seperti punya Shita,, hehehehe,,,”

“Tuuu kaaaan,,, Pak Tama memang mengincar vagina ku yang gemuk,,,” hati Zahra semakin panik. Tapi kata-kata Pak Tama yang membeber bentuk vagina Shita membuat Zahra teringat pada Bandi.
Teringat ketidaksengajaan dirinya saat memergoki percumbuan Bandi dan Shita. Zahra yang sangat mengerti dengan kondisi para lelaki, merasa kasihan dengan kondisi Bandi yang berkali-kali menggantung setelah bercumbu setengah jalan dengan dirinya, dan akhirnya memilih untuk mendukung kenakalan Bandi pada Shita.

“Mukung seperti punya Shita?,,, uggghhh,,, apa vagina Shita memang seperti milik ku?,,, Apa Bandi juga suka bentuk vaginaku,,, Aaaggghhhh,,,” kepala Zahra menggeleng-geleng, berusaha mengenyahkan pikiran nakal.

“Ooowwwhh Paaaak,,,” Zahra terkesiap, pantatnya bergetar, dirasakannya mulut Pak Tama bergerak-gerak dibibir vaginanya. Lewat celah dibawah matanya, wanita itu melihat Pak Tama yang mulai mengunyah sosisnya, bergerak pelan sesekali menggesek vaginanya.

Zahra tak yakin dirinya dapat bertahan dengan godaan ini, apalagi saat merasakan ada cairan yang merembes dicelah kemaluannya. Ingin sekali mengangkat tubuhnya, tapi para istri lainnya pun pasti tengah mengalami hal yang sama dengan dirinya, berusaha menyelesaikan lomba secepatnya.
“Batang Pak Tama bangun!!!,,,” Jantung wanita itu berdegub semkain keras, mata indahnya tidak sengaja melihat celana Pak Tama yang menonjol.
“Kenapa Bu?,,,”
“Ngga apa-apa,,, cepat pak makan sosisnya,,,”

Tapi permintaannya itu justru membuat tubuhnya semakin tidak karuan, Zahra tidak bisa memastikan apa saja yang tengah dilakukan mulut lelaki itu dibawah selangkangannya, tapi yang pasti mulut lelaki itu semakin cepat bergerak, menggesek bibir vaginanya semakin cepat. Pak Tama yang tau apa yang tengah dipelototi oleh wanita itu, sengaja menggerakkan otot penisnya, memamerkan keperkasaan batangnya. Meski tertutup kain celana, Dokter cantik itu pasti dapat melihat dan memastikan seberapa besar betang yang bergerak nakal
“Owwwhhhh,,, Pak cepaaat habiiiskaaan,,, Aaagghhhh,,, Paak,,”

Tubuh wanita itu melejit, refleks terangkat saat kumis tebal Pak Tama berhasil menyelinap dan menusuk bibir vaginanya. Lagi-lagi wanita itu harus menyesal, kenapa tadi pagi memilih celana leggins yang tipis, tak mengira akan ada permainan seperti ini. Tak jauh dari dokter cantik itu, Nabila juga tengah berjuang membunuh rasa malunya. Komentar-komentar Rahadi membuat Nabila ingin menghajar bibir pemuda itu.

“Mbaaa,, tebel banget kayanya tu jembi,,, bener-bener bikin konti ku ngaceng,, jadi pengen masukin kaya malam kemarin,,, hehehee,,,”

“Banyak omong ni bocah, tinggal nikmatin aja masih sempat komentar, kalo masih cerewet aku bekep mulut mu pake ni pantat,,” Nabila benar-benar gerah dengan komentar Rahadi, terlintas keajadian malam itu saat bibirnya dan bibir Shita meberikan servis pada batang Rahadi.
“Ooowwhhh,,, mauu dong dibekep ama pantat montok mu mbaaa,,,”

“Cepeeet habisin,, atau ku pecahin dua telur mu ini,,,” seru Nabila sambil mencengkram dua telur kehidupan milik Rahadi, dan ancamannya ternyata cukup manjur, Rahadi yang kesakitan segera melahap sosis yang menggantung.

Tampaknya wanita cantik itu tengah berusaha untuk tidak nakal, dan menyelesaikan permainan secepatnya. Tapi nafas Rahadi yang mendengus panas tepat mengenai bibir vaginanya yang hanya dibalut kain tipis. Lutut Nabila gemetar, berusaha untuk tidak menurunkan pantatnya lebih dekat kewajah Rahadi.

“Oooowwwhhh,,, Diiii,,, jangan nakaaaal,,,” lirih Nabila saat Rahadi dengan sengaja menggesekkan hidung ke bibir vaginanya. Mati-matian wanita itu bertahan untuk tidak lagi mengkhianti suaminya.
Karena saat ini hatinya sudah cukup sakit melihat kemesraan pandangan mata suaminya dan Zahra. Yaaa,, sebatas pandangan mata yang mesra, karena Nabila percaya akan kesetiaan suaminya, lagipula dirinya yakin Zahra bukan wanita yang mudah tergoda oleh lelaki. Tapi hatinya jadi penasaran, apa yang tengah dilakukan Bandi pada Anjani, istri dari lelaki yang tengah dikangkanginya.

Tepat disamping Nabila, beberapa langkah dari tempat wanita cantik itu mengangkangi wajah Rahadi, Bandi telihat tengah digoda oleh Anjani yang menarik segitiga pelindungnya kedalam belahan pantat, seolah memamerkan kulit pantat yang putih mulus. Sepertinya gadis itu sengaja ingin membalas ulah nakal Bandi dikolam renang tadi malam. 

Bandi tertawa lalu meremas pantat mungil Anjani yang kencang, entah apa yang diucapkan Bandi, hingga membuat Anjani terlihat tertawa, lalu menyentil batang nya yang mengeras. Perlahan Bandi makan sosis yang menggantung. Siapapun tau, jika gadis itu tengah menggoda Bandi, tapi lelaki itu hanya berani mengusap-usap paha dan pantat mulusnya. Berkali-kali Anjani menurunkan tubuhnya hingga vagina yang masih terbalut celana dalam putih itu mengenai bibir Bandi, tapi lelaki itu menghindar dengan membuang wajahnya ke samping sambil tertawa.

“Hihihi,, ternyata Pak Bandi juga jinak-jinak merpati, kalo ada istri nya sok jaim, tapi kalo ga ada,, wuuuhhhh,,, habis-habisan tempek ku dihajaaarr,,, hihihii,,” bisik Anjani yang agak kesal dengan sikap sok cool lelaki itu. Sementara birahi mudanya tengah terbakar.

Padahal saat itu hati Bandi tengah gundah, berkali-kali matanya melirik istrinya yang tengah dinakali oleh Rahadi, berkali-kali pemuda itu dengan sengaja mengakat kepala agar lidahnya dapat mengusap vagina istrinya. Dilihatnya Nabila tampak berusaha untuk bertahan, namun saat kain celana dalam yang mulai basah itu disapu oleh lidah Rahadi, mau tidak mau bibir seksinya melenguh menahan nikmat. gairahsex.com Sementara di sebelah kanannya Zahra tampak menggeliat menahan godaan bibir Pak Tama yang menciumi bibir vaginanya. 

Berkali-kali bibir nya merintih saat Pak Tama membenamkan wajahnya setelah menggigit potongan sosis, dan dengan cepat Zahra mengangkat kembali pantatnya dengan wajah yang tersipu malu. Tanpa disadari Bandi yang tengah mengamati sekitar, tiba-tiba Anjani menarik celana dalamnya ke samping, lalu mengambil sosis yang menggantung dan meletakkannya di bibir vagina, perlahan pantatnya turun, mengarahkan sosis ke bibir Bandi.

“Asseeeemm,,, ni cewek, bener-bener ngerjain aku dah,,,” umpat Bandi, saat melihat batangan sosis terjepit divagina Anjani.

“Aaahh,, Masa Bodoh lahh,,,” dengan cepat Bandi menggigit sebagian sosis, tapi gerakannya yang terburu-buru itu justru membuat sebagian sosis yang tersisa masuk semakin dalam ke vagina Anjani.
“Oooowwhhh,,, Paaakk,,, Jangan nakaaall,,”

Meski pelan, Rintihan Anjani membuat Nabila menoleh,,,
“Mas Bandi,,, Maaass!!!,,,”

Jantung wanita itu seakan berhenti berdetak, Nabila yang sengaja membuka sedikit penutup matanya, melihat Bandi seperti tengah memasukkan batangan sosis ke dalam vagina mungil Anjani.
Tapi Nabila juga heran, jika suaminya memang tengah menakali Anjani, kenapa suaminya justru begitu takut bibirnya tersentuh vagina gadis mungil itu. Dengan giginya Bandi berusaha menarik keluar batangan sosis, tapi gerakan pinggul Anjani justru membuat sosis itu masuk semakin dalam. Membuat wajah Bandi kebingungan.

“Dasar,, gadis nakal,,,” gumam Nabila kesal,
“lihat apa yang bisa kulakukan pada suami mu,,,”

Perlahan Nabila menurunkan pantatnya, membenamkan wajah Rahadi di belahan pantat dan vaginanya, membuat pemuda itu terkejut tapi juga kegirangan.

“Mbaaa,,, Owwwhh,, wangi banget mba tempek muuu,, owwhhh,,,” Rahadi mendengus disela belahan vagina Nabila, menggerak-gerakkan hidungnya seolah ingin membelah vagina Nabila yang masih tertutup kain.

Kini justru Nabila yang kelimpungan, gerakan Rahadi membuat vaginanya begitu cepat basah, berusaha sekuat tenaga menahan lenguhan agar Bandi yang berada beberapa meter darinya tidak mendengar dan menoleh.

“Ooooggghhh,, RahAdiii,,, jangan digigiiiit,,,” Nabila terpekik tertahan, Rahadi yang memegangi pinggulnya tiba-tiba menekan pantat montoknya hingga wajah pemuda menghilang sepenuhnya, dan tanpa diduga mengigit bibir vaginanya.

Nabila berusaha mengangkat tubuhnya, tapi tenaga Rahadi mampu menahan.
“Diii,,, jangaaaan,, Oooowwwhh,, Aku bisaaa keluar kalooo diginiiin teruusss,,”
“Suuudaaaahhh,,,”

Nabila semakin kaget, disaat bibirnya merintih akibat ulahnya sendiri, saat itulah Bandi menoleh, pandangan mata mereka bertemu,,,”

“Maaaasss,, aku dikerjai Rahadi.,,,”
“Eeeeeenghhhhkkss,,Ooooowwhhhhhsss,,,,” Nabila melenguh menghantar orgasme dihujung tatapan suaminya.

Ingin sekali Nabila menerangkan bahwa dirinya tengah dikerjai Rahadi, tapi sulit baginya untuk berkelit, tubuhnya yang menggelinjang orgasme telah menerangkan segalanya. Bu Sofie yang melihat permainan mulai panas justru tertawa.

“Ayooo,,, cepaaaat,,, habiskan sosisnya,,, Yang cowok jangan nakal yaa,,,hahahaaa,,”
“Aku hitung sampaai sepuluh,,, kalo ga habis bakal aku kasih sosisnya Mang Kholil lhoo,, hahahaa,,,”

Mendengar nama nya disebut untuk ditawarkan, membuat Mang Kholil tertawa girang.
“Waaahh,, bener nih punya aku mau dikasihin keteman-teman ibu?,,,heheee,,makasih Buu,,,”
“Yeee,, jangan girang dulu,, bukan buat yang cewek,, tapi buat cowok yang kalah,,”
“Anjrit,,,”
“Asseeemm,,,”

Serentak para cowok yang mendengar obrolan Mang Kholil dan Bu Sofie mengumpat, bergegas menghabiskan sosisnya. Zahra tersenyum kecut, saat Pak Tama menghentikan kenakalannya, kain celana leggins nya tampak sangat basah, entah oleh ludah Pak Tama, entah oleh rembesan cairan vaginanya, tapi yang pasti Dokter cantik itu mampu bertahan. Begitu juga dengan Hanif dan Rahadi, sambil tertawa kedua orang itu mengunyah habis sosisnya. Lidah Darto yang tengah asik menikmati labia mayora milik guru cantik bernama Aida, mengumpat berkali-kali. Yaaa Aida dengan sukarela menyibak celana dalamnya kesamping karena tak mampu bertahan atas rayuan Darto.

“Asseeem,,, emang aku Maho,,,” umpat Darto, setelah menarik lidahnya dari lorong vagina Aida yang baru saja mendapat orgasme, tapi sosisnya masih utuh, belum digigit sedikitpun.
Sambil tersenyum nakal, dengan bibirnya Darto menarik lepas sosis yang masih utuh menggantung, lalu dengan mulutnya memasukkan sosis yang memiliki potongan cukup besar itu ke vagina Aida. Membuat wanita itu menjerit kaget.

“Akuu,, titip dulu,,, ntar setelah lomba baru kuambil,,,” bisik Darto, sementara Aida cuma bisa mengangguk, lalu mengangkat tubuhnya untuk berdiri.

Kakinya terlihat gemetar, menahan geli akibat sosis yang bersemayam di dalam vagina. Tersisa Bandi yang kelimpungan, terpaksa mengais-ngais vagina Anjani, berusaha menarik keluar sosis yang masuk semakin dalam ke vagina Anjani.

“Ooowwhhsss,,Ni Paaak,,, aku bantu ngeluarin,,,” ucap Anjani disela desahannya, mengencangkan otot vaginanya, hingga membuat batangan sosis yang tersisa sedikit itu meloncat keluar, seiring dengan cairan orgasme yang menghambur.

“Ooowwhhhh,,,” kaki Anjani gemetar, orgasme diatas wajah Bandi yang kelimpungan, di bawah tatapan Nabila dan peserta lomba lainnya.

Terlihat jelas wajah malu Nabila, meski ia tau suaminya tengah dikerjai, tapi tidak bagi yang lainnya, yang hanya menonton prosesi hebohnya orgasme Anjani. Jika yang lainnya justru tertawa dan bersorak menganggap itu adalah kemenangan Bandi sebagai seorang lelaki, tidak begitu halnya dengan Zahra, wanita cantik itu terlihat sangat kecewa. Menggenggam erat ujung kaosnya untuk meredam emosi, cemburu, marah yang membaur menjadi satu. Tapi wanita itu cuma bisa terdiam, sedikitpun dirinya tidak memeliki hak untuk marah, Bandi bukan suaminya, bukan pula kekasihnya, karena masa bagi dirinya dan Bandi telah habis beberapa tahun yang lalu.
“Okeee,,, permainan selesai,,”

“Sambil menunggu Mang Kholil mengambil minuman, kita istirahat sebentar,,,” Seru Bu Sofie, tanpa rasa bersalah setelah memberikan permainan yang begitu gila.

“Ingat,,, permainan selanjutnya bakal lebih gila,,, tapi bagi mereka yang menang akan mendapatkan mobil aku sebagai kenang-kenangan,,,” Sambungnya, lalu berjalan menuju kesebuah pohon.
Mereka yang awalnya ingin protes menjadi tertawa, saling pandang, tertantang untuk mendapatkan Honda CRV milik Bu Sofie.

AGEN POKER TERPERCAYA INDONESIA

Cerita Dewasa / Cerita Sex / Cerita ABG / Cerita Dewasa Hot / Cerita Dewasa SMA / Kumpulan Cerita Dewasa

Cerita Dewasa , Holiday Paradise Part 6.

AGEN POKER

Cerita Dewasa / Cerita Sex / Cerita ABG / Cerita Dewasa Hot / Cerita Dewasa SMA / Kumpulan Cerita Dewasa


Lanjutin lagi yuk cerita yang sebelumnya…
“Cantik,,,sangat cantik,,,”

Mata Bu Sofie menyapu panorama dari ruang tak berbatas, matahari pagi memberi warna berkilauan pada ombak yang pagi itu sedikit lebih jinak. Wanita berambut ikal yang diikat keatas itu melepas sendalnya, berjalan menyambut ombak kecil yang dengan cepat menjilati jari-jari dan telapak kakinya.

“Aku ingin seperti ini selamanya,,,” gumam Bu Sofie pelan, merentang kedua tangan seolah ingin memeluk langit. bibir tersenyum bahagia, nyaman dengan kebebasan yang tengah dinikmatinya.
Lepas dari sorotan mata bengis para wanita sosialita, lepas dari segala macam barang branded puluhan juta. Tas versace, gaun dari desainer ternama, jam tangan hingga kalung dan cincin berlian yang selalu menjadi tolok ukur kesuksesan para suami. Bu Sofie menggerak-gerakkan tangannya yang serasa begitu bebas tanpa mata berlian yang setiap hari menjepit erat aliran darah, yang terkadang membuat jari-jarinya mengeras.

“Bebaaass,,,” gumamnya, tersenyum lepas, terbebas dari segala beban.

Bukan sekedar bebas dari rintih persaingan para srikandi borjuis, tapi juga bebas dari kritik tajam Pak Tama yang sehari-hari tak kalah cerewet dengannya. Tak ada pula komentar miring dari suaminya saat mendapati pantat montoknya hanya dibalut kain pantai tipis, tanpa underwear. Bahkan beberapa kali tubuh montoknya dipeluk Darto dan Hanif dihadapan suaminya, tapi lelaki berkumis itu hanya tersenyum, seolah mengizinkan dirinya mencari bahagia ditempat itu. Bibir Bu Sofia tersenyum kecut, saat teringat tingkah suaminya yang pura-pura tidak melihat saat tubuh montoknya diseret Darto ke kaki sebuah tebing.

“Pemuda yang nakal,” kepala Bu Sofie menggeleng-geleng, coba mengingat bagaimana lelaki muda itu menggumuli dirinya dengan begitu buas di atas pasir pantai.

Teringat pula bagaimana serunya persaingan antara dirinya dan Aida saat berebut mengendarai batang Rahadi subuh tadi.

“Keponakan geloo,,dikira pingsan beneran, ga taunya malah main kuda-kudaan sama Aida,” umpat Bu Sofie sambil tertawa.

Parahnya lagi, beberapa saat lalu, secara terang-terangan dirinya menawarkan tubuh montoknya kepada Bandi,

“Uuugghhh,,,dasar betina gatel,,,ga punya maluuu,,” Bu Sofie memaki dirinya sendiri, sambil tertawa kecil. Kakinya menendang gumpalan ombak kecil.
“Ibu baik-baik aja kan Bu?,,,”

Tanya Mang Kholil yang heran melihat tingkah Bu Sofie yang tertawa sendiri.
“Ehh,,, iyaa,, baik,, Mang,,kenapa di sini lebih banyak batu karangnya dibanding pantai di depan cottage?,,”

Bu Sofie berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah, malu dengan tingkahnya sendiri, bertanya pada Mang Kholil, namun lelaki berambut kriwel itu mengangkat kedua pundaknya tanda tak tau.

Mata belo yang dihias bulu mata lentik itu beralih menuyusuri bibir pantai. Tiba-tiba pandangannya beralih pada ATV yang masih diduduki Mang Kholil.

“Mang,, ajarin aku nyetir ATV dong,,, kaya nya seru kalo bisa ngebut di pantai sepi begini,,” pinta Bu Sofie.

“Lhaa,, terus nyiapin peralatan game nya gimana Bu?,,” Mang Kholil menjawab pertanyaan bu Sofie dengan mata yang tak lepas dari payudara besar Bu Sofie yang dipastikan tidak mengenakan bra.
“Gilaa,, pentilnya aja gede banget,,” gumam Mang Kholil penuh birahi. “Kenapa Mang?,,,”

“Eenghh,, maksud aku,,, aku ga enak kalo mereka ke sini peralatan game belum siap,,,”

Kali ini mata Mang Kholil lebih beruntung, angin pantai begitu lihai meniup rok lebar Bu Sofie, hingga menampilkan pantat yang begitu montok.

“Itu gampang Mang,,lagian mereka masih lama ke sini,,kita aja yang terlalu pagi,, Ayolaaah, ajarin sayaaaa,,,” rengek Bu Sofie, begitu acuh dengan kenakalan angin yang memanjakan mata Mang Kholil.

Mang Kholil menelan ludah, saat Bu Sofia berbalik menghadapnya, memohon dengan gaya centil khas ABG, tak peduli dengan ulah angin yang berhasil menyingkap rok bagian depannya, hingga menampilkan gundukan vagina yang gemuk. Tangan Mang Kholil gemetar menyerahkan kunci, disambut tawa Bu Sofia yang sukses mengerjai lelaki berambut kriting itu.

“Ayo naik,, biar aku bonceng,” seru Bu Sofia yang sudah duduk manis mengangkangi ATV.
Dan ternyata,,, memang tidak sulit bagi Bu Sofia untuk menjinakkan ATV di atas pasir pantai, ulah ngebut Bu Sofie membuat membuat Mang Kholil sedikit terganggu menikmati tubuh dan paha mulus di depannya.

“Jangan terlalu ngebut Bu,,, pasir pantai bikin roda jadi liar lhoo,,apalagi kalo mau naik tanjakan bukit itu,,” seru Mang Kholil menunjuk bukit pasir yang menjauh dari bibir pantai, mencari-cari alasan agar dapat berpegangan pada pinggang yang sedikit berlemak.

Bu Sofia justru tertawa, menggeber gas semakin kencang. Namun tiba-tiba laju ATV mulai menurun saat Mang Kholil mengelusi paha. ATV Menaiki bukit pasir yang landai namun cukup tinggi dengan gas tersendat, akibat ulah Mang Kholil yang berhasil mengganggu konsentrasi wanita itu, hingga akhirnya kendaraan beroda 4 itu turun dengan sendirinya dari bukit.

“Mang,, kalo mamang takut jatuh, pegangan yang kenceng,,,” seru Bu Sofie, yang disetujui mang Kholil, dengan memindah telapak tangannya ke payudara besar Bu Sofia, dan meremasnya dengan kuat.

“Pegangan seperti ini Bu?,,,”

“Tidaaak,,, lebiiih kencaaang lagiii,,,” rintih Bu Sofie, menikmati kebrutalan tangan Mang Kholil. ATV terhenti ketika Mang Kholil berusaha menarik keluar sepasang payudara.

“Silahkan jalan lagi buu,,” bisik Mang Kholil, ditengah kekaguman, telapak tangannya yang kasar tak mampu sepenuhnya menangkup kedua daging milik Bu Sofie.

ATV berjalan dengan sangat lambat, bibir wanita itu terus mendesis, putingnya yang mengeras terasa sedikit pedih saat jari-jari Mang Kholil mencubit dan memelintir. Tubuh Bu Sofie semakin gemetar saat pantatnya merasakan menggesek batang yang sudah sangat keras.

“yang nempel di pantat aku ini apa Mang?,”
“Cuma tongkat persneling koq Bu,,,”

“Mana ada sih ATV pake persneling,hahahaa,,oowwwhsss,,,” Bu Sofie tertawa di sela rintihannya.
“hahahaa,, ya artinya ini tongkat persneling aku bu,, hahaha,,Pengen nyoba tongkat persneling aku?,,,”

Yang hot lagi bisa kunjungi di gelorabirahi.com ya pembaca yang budiman….
Deg,,, Laju ATV direm mendadak, Bu Sofie memang sudah sering mencoba ketangguhan para pejantan muda yang menjadi bahan arisan teman-temannya, tentunya tanpa sepengetahuan suami-suami mereka, tapi Mang Kholil adalah manusia paling amburadul yang pernah menjamah tubuhnya. Matanya menyusur bibir pantai, menoleh ke kiri dan ke kanan, memastikan tidak ada seorangpun selain mereka ditempat itu. Mengucap terimakasih pada bukit pasir yang tadi dinakinya, menutup akses pandangan dari arah cottage

“Boleehhh,,, biar aku coba,,” jawab Bu Sofie dengan jantung berdebar, coba merasakan batang keras yang terus menggesek-gesek sekitar pinggang dan pantatnya.

Wanita itu berdiri, mengangkangi jok ATV, perlahan menurunkan celana dalamnya dengan mata waspada mengamati sekitar pantai. Melihat pantat montok mulus yang terbuka di depan wajahnya Mang Kholil langsung membenamkan wajahnya ke belahan pantat Bu Sofie.

“Aaaakkkhhh,,, Maaaangssss,,,,” tubuh wanita terlonjak, tak menduga dengan serangan Mang Kholil, tangannya segera memegang stang menahan tubuhnya yang terhuyung kedepan.

“Oowwwhhssss,,,Ganas baangeetss ni Orang,,, Aaaggghhhsss,,,” gumam wanita itu tak jelas, merasakan lidah panas Mang Kholil yang dengan cepat melakukan sapuan panjang di selangkangannya, menjilati bibir vaginanya dan terus menyapu hingga ke lubang anusnya.
Terus berulang-ulang, menyapu, menggelitik, sesekali menusuk lorong vagina dan anusnya, membuat tubuhnya merinding.

“Aaaaggghhh,,, gilaaaa,,, masukin maaaaang kalo beraniii,,,” rintih Bu Sofie semakin membuka lebar pahanya, dan benar saja, sesaat kemudian Mang Kholil menjawab tantangannya

Lidah panas itu berusaha menguak lubang anus Bu Sofie. Akibatnya wanita itu semakin kalang kabut dilanda birahi. Tak pernah dirinya diperlakukan seperti ini, selama ini pejantan muda yang dibokingnya kebanyakan dari kalangan mahasiswa, yang minim pengalaman dan terlalu menjaga sopan santun. Tapi kini, gairahsex.com wanita itu dapat merasakan lidah panas yang berhasil menerobos liang kotor itu, menelisik liar berusaha masuk semakin dalam,

“Aaaaaggghhhh,, Maaaang,,,jilaaaatin dalam nyaaa jugaaaa Maaaangssshhh,,,” pantat besar Bu Sofie menekan wajah Mang Kholil.

Tak ingin mengecewakan tamunya, Mang Kholil tak lagi peduli dengan rasa pahit di lidah, daging tak bertulang itu menari, melengkung ke kiri ke kanan seolah mencari sesuatu di lorong anus Bu Sofie.
“Dasaaarrr,,, betinaaa binaaaallll,,,” rintihnya, mengakat pantatnya semakin tinggi, memberi akses sepenuhnya pada lidah Mang Kholil untuk bertualang. Bibirnya terus mendesis, merintih, menjerit histeris.

“Aaaaakkkkhhhhhh,,,,, pindaaaah depaaaaannn,,, sedooottt yang didepaaaan Maaaaang,,,,” jerit Bu Sofia tiba-tiba, menjambak rambut kriting Mang Kholil, mengangkangi wajah Mang Kholil, mengarahkan lidah yang masih terjulur itu kebagian depan.

Tapi, belum puas dengan gerakan lidah Mang Kholil di vaginanya, pantat Bu Sofie bergerak semakin liar, menggesek-gesek bibir vaginanya yang penuh lendir ke wajah mang Kholil dengan kuat. Hingga akhirnya gelombang orgasme menyerang tubuhnya.

“Aaaaggghhh,,, keluaaaaaarrrr,,,,”

“Sedooot Maaang,,, minuuuum,,,sedoooot semuaaaa,,,” perintah Bu Sofie yang merintih penuh kenikmatan, menjejalkan bibir vaginanya ke mulut Mang Kholil yang terbuka.

Tapi bukan Mang Kholil namanya jika pasrah begitu saja menjadi objek pelampiasan seorang wanita. Karena bibir tebalnya tiba-tiba membekap seluruh pintu vagina Bu Sofie, dan melakukan sedotan kuat, hingga wanita itu terkencing-kencing.

Didera puncak kenikmatan panjang kaki montok itu gemetar,

“Sudaaaah Maaaang,,,stooop,,,” namun bibir Mang Kholil terus menghisap, menyedot lorong vaginanya, memaksa semua cairan keluar dan beralih ke mulutnya.
“Uuuuggghhh,,,”

“Seeeerrr….” lagi-lagi Bu Sofie squirt, memuntahkan air seni yang dipaksa keluar. Tubuhnya roboh memeluk stang ATV, menungging membelakangi Mang Kholil yang tertawa puas dengan wajah basah oleh cairan vagina.

“Saat nya beraksi,,,” batin Mang Kholil, Tangan kirinya mengocoki batang yang sudah mengeras, sementara tangan kanannya mengusap-usap bibir vagina yang penuh dengan tetesan lendir.
“Oooowwwwhhhssss,,,”lenguh Bu Sofie, saat merasakan batang Mang Kholil yang dengan mudah menerobos vagina yang basah, tanpa menunggu dirinya siap, Mang Kholil langsung menggenjot dengan kasar.

Bu Sofie tertawa melihat ulah Mang Kholil yang begitu bernafsu, wajar saja, sangat jarang lelaki itu bisa merasakan barang semulus milik Bu Sofie.

“Selamat menikmati,,” seru Bu Sofie dengan gaya yang sangat genit, menduduki batang Mang Kholil di atas ATV.

Menggerakkan pinggulnya pelan. Wanita itu sadar, lorong vaginanya yang terbiasa dengan batang besar, terasa sedikit longgar saat berusaha mengempot batang Mang Kholil.

“Waaahhh,,, Mang Kholil, ada barang bagus dipake sendiri nih,,,” seru seseorang dari arah belakang. Bu Sofie yang terlalu asik dengan Mang Kholil tak menyadari seorang pemuda menghampiri mereka. Bu Sofie berusaha meloncat turun dari atas tubuh Mang Kholil, tapi lelaki itu mencengkram erat pinggulnya sambil tertawa. akhirnya wanita itu hanya bisa berusaha menutupi selangkangannya dengan rok yang terlalu pendek.

“Tenang Bu, dia si Kontet teman aku koq, penjaga cottage sebelah, ga usah takut, Kontet ini kalo ga diizinin ga bakalan ikut nyodok koq,” terang Mang Kholil, yang langsung dijawab Kontet dengan plototan mata.

“Gila lu Mang, barang bagus gini masa gue cuma disuruh nonton, aaahh,,, tai lu Mang, bini gue kemarin lu obrak-abrik gue santai aja, sekarang elu ada barang bagus dipake sendiri, liat aja ntar bini lu gue pake siang malam jangan protes lu,,,”

“Aaahh,, berisik Lu Tet, bikin orang ga khusuk aja,” Mang Kholil melempar sendal ke arah Kontet.
Bu Sofie tak bisa menahan tawanya, meski tampangnya lebih sangar dan punya body yang jauh lebih besar dari Mang Kholil, ternyata lelaki itu cerewetnya minta ampun.
“Bu,, gimana?,,, boleh ikut gabung ga?,,,”

“Eeenghh,, iya deehh,, eemmh,,terserah deh maksud saya,,” wajah Bu Sofie panas seketika, bibirnya telah memperislahkan dua manusia amburadul itu untuk menikmati tubuhnya, tubuh istri dari seorang direktur cabang perusahaan besar di negeri maritim ini.

Tapi ulah Kontet yang tertawa girang menampilkan gigi yang sebagian ompong itu, membuat Bu Sofie tak mampu lagi menahan tawanya. Dan akhirnya hanya bisa merutuki nasibnya yang harus menjadi pemuas nafsu dua kura-kura pantai selatan.

“Tapi bilangin Mang, kalo nusuk punya aku ini mulut harus diam, ga boleh cerewet,,Hihihihi,,,”
Namun tawa Bu Sofie terhenti saat Kontet mengeluarkan batangnya. Batang yang lebih besar dari milik suaminya yang sudah termasuk kategori big size. Berselimut kulit yang coklat kehitaman, membuat tampilannya semakin sangar.

“Kenapa Bu,, gede banget ya,,,hehehee,,, makanya aku ga pernah ngizinin dia ngentotin bini aku, pasti ancur vagina Marni kalo disodok tu batang,,,hehehee,,,”

Jantung Bu Sofie bergemuruh mendengar paparan dari Mang Kholil yang begitu vulgar, khas orang pinggiran. Tapi batang itu memang sangat besar. Pinggul besar Bu Sofie kembali bergerak, berusaha sekuat mungkin menjepit batang Mang Kholil agar lelaki itu cepat selesai. Sementara Kontet berjalan ke depan ATV, seolah ingin memamerkan batang gorilanya kepada Bu Sofie yang tak berkedip memandang dengan bibir mendesis birahi. Tak sabar menunggu giliran.

“Bu,,, kelamaan kalo nungguin Mang Kholil kelar,,langsung masukin double dong Bu,,,”
“Gila kamuu,, bisa hancur beneran punya saya,,, Sini deehhh,,Aaawwwhh,, pelan Mangss,,”
Bu Sofie kembali menungging, agar mulutnya dapat menjangkau batang besar itu.
“Dasar kau Sofiee,, ga pernah bisa sabar kalo liat batang besar,” batinnya tertawa girang bercampur ngeri.

“Ooowwwhhh,,,yaaa,,, jilaaat buuu,,,yaaa,,,basaaahiin dulu batangnyaaa,, jilat memutar buuu,, oowwhhh,,,”

“yaaa sekarang masukin kemulut ibu,,, ooowwwhhhsss,,, gilaaa,, mulut ibuuu hangaaat bangeeettt,,masukiiin semua dong Buuu,,ayoo buuu semuaaa,,”
“AAAAWWWW,,, SAKIT BUUUU,,,”

Kontet menjerit seketika, batang besarnya digigit oleh Bu Sofie.
“Makanya diam,,, tinggal nikmatin aja repot bener sih,,, ga tau apa kalo ane masih Newbi,, kalo bikin cerita panas otaknya masih sering ngadat.”

(Naahhhh,, Lhooo,,, tepos kan ,,,lanjut ngaceng lagi yuuu,,,)

“Makanya diam,,, tinggal nikmatin aja repot bener sih,,, ga tau apa kalo ni batang gede banget,, ga bisa masuk semua tauu,,,”

“Tapi Bu, kan ga usah pake digi,,,”
“Diam!!!,,”

Kontet langsung menutup rapat mulutnya.

“Whuahahahaa,, emang bener Lu Tet, sampe ngentot aja mulut lu ga bisa diam,,,” Mang Kholil sontak tertawa. disambut tawa Bu Sofie yang ga sanggup melihat wajah Kontet yang seketika pucat, mendengar bentakannya.

Kehadiran Kontet membuat Bu Sofie bisa lebih rileks, seakan lupa dengan status sosialnya.
“Waduuuhh,,, koq malah ngecil sih ni batang,” Bu Sofie tiba-tiba panik saat mendapati batang Kontet yang keras seperti kayu mulai loyo.

“Sini dehh,, ibu masukin semuuaaa,, Eeemmmpphhh,,,, uuummpphhh,,,”
Bu Sofie berusaha menjejalkan batang gemuk itu kemulutnya, membekap dengan lidahnya. Namun batang itu hanya mampu masuk setengah.

“Uuugggmmpphhh,, Ooommppphh,,,” Bu Sofie gelagapan, saat batang kontet yang hitam kembali membesar di dalam mulutnya. Tapi mulut wanita itu enggan untuk melepaskan.

Ini adalah persetubuhan paling gila dari yang pernah dialaminya. Tangan Bu Sofie mencengkram pantat Kontet, memberi perintah agar batang itu bergerak di dalam mulutnya.

“Ooommmpphhh,,, uuggmmmppp,,,” jari lentiknya menekan pantat Kontet lebih kuat, hingga batang besar itu hampir masuk ke kerongkongannya, menutup saluran nafasnya.”

“Ooogghhhh,,,” mulut Bu Sofie tersedak, melepaskan batang besar, matanya berair akibat tersedak, tapi gilanya bibir sensualnya itu justru tersenyum.

“Gimanaa Tet,,,nikmat mana sama tempek binimu,,”
“Juancuuuk,, mulut Ibu ganas banget,,nikmat banget Bu,,,hampir aja aku muncrat di mulut ibuuu,” telinga Bu Sofie terasa panas saat mendengar Kontet hampir saja memenuhi mulutnya dengan sperma, batangnya saja sudah bau, bagaimana spermanya.

“Buu,, sebelum mulut ibu menampung sperma kita-kita,, aku cium dulu dong Buu,,” Mang Kholil yang merasa diacuhkan memalingkan wajah Bu Sofie, lalu dengan cepat melumat ganas.

“Eeemmpphhh,,, Mmaamgghhh,, emmpphh,,” Bu Sofie gelagapan, mulutnya dihisap Mang Kholil, lidahnya membelit, menarik masuk lidah wanita cantik itu ke dalam mulut yang bau tembakau.
Tak henti-hentinya Mang Kholil menyedot dan meneguk ludah Bu Sofie yang terkumpul. Sementara batangnya kembali bergerak menghajar kemaluan wanita itu. Belum lagi Kontet yang begitu ganas menyusu di payudara besarnya.

“Bolehkan? kalo aku nyemprot di mulut ibu?,,” tanya Mang Kholil, dengan nafas memburu. Pantatnya semakin cepat bergerak.

“mulut saya?,, Yaaa,, aku rasa itu lebih baik, aku sedang subuurrr,” ucap Bu Sofie terengah-engah, entah apa maksudnya, padahal subuh tadi keponakannya Rahadi berkali-kali memenuhi rahimnya dengan benih yang sangat subur. Tapi yang pasti, mulut Mang Kholil yang bau itu hampir saja menghantarnya pada orgasme yang liar.

“Buu,, isep punya aku lagi buuu,,,” pinta Kontet dengan suara memelas, sesaat Bu Sofie menatap wajah Kontet yang penuh harap. Haapp…
Kembali batang besar itu memenuhi mulut Bu Sofie.

“Eeemmpphh,, Oooommggghh,, Ooowwhhggg,,,”
“Ooowwhhhsss,, Buuu enaaaak Buuu,,,”

Tangan Bu Sofie kembali mencengkram pantat kekar Kontet, memandu agar batang besar itu bergerak lebih cepat di dalam mulutnya, begitu kompak dengan kedua tangan kontet yang memegangi kepala Bu Sofie, seakan benar-benar tengah menyenggamai mulut wanita cantik itu.
“Oooommmgggghh,,, Aaaaagghhmmm,,,”

Mata Bu Sofie kembali berair, berkali-kali batang besar itu menyodok tenggorokannya dengan kasar. Tapi wanita enggan melepaskan, bahkan lidahnya semakin liar menggelitik batang besar Kontet.
“Buuu,,, sayaa keluaar duluaaannn,,, Aggghhhh,,,” tiba-tiba Mang Kholil mendengus liar, menghambur sperma di lorong kemaluan Bu Sofie.

Wanita itu berusaha berdiri, melepaskan batang Mang Kholil, tapi lelaki itu mencengkram erat pinggulnya, menekan kuat pantatnya ke bawah, membuat Batang Mang Kholil semakin jauh tenggelam. Mati-matian Bu Sofie berusaha melepaskan batang yang terus berkedut menghambur benih, tapi sangat sulit, mulutnyapun masih dipenuhi oleh Batang besar. Bahkan gerakan batang itu semakin kasar. Bu Sofie menatap wajah Kontet yang habang ijo mengejar kenikmatan tertinggi.
“Uuugghhh,, Siaaal,,” hati Bu Sofie mengumpat melihat wajah Kontet yang menunjukkan bagaimana besarnya kenikmatan yang diberikan oleh mulut seorang wanita sosialitas kelas atas.

“Ooommmggghhh,,, uuuggmmhhhh,,,,” tangan Bu Sofie meremas erat pantat Kontet, pinggulnya besar wanita itu kembali bergerak, berharap batang Mang Kholil masih dapat melaksanakan tugasnya.

Terlanjur basah, dirinyapun tak ingin rugi, harus mendaptkan orgasme seperti yang tengah dikejar Kontet, dengan mulut menggeram, penuh dengan jejalan batang besar, mata wanita menatap Kontet memberi sinyal. Inilah saat yang tepat.

“Oooowwwhhhsss,, Buuu,,,Aaaagghhhh,,,”

“Gilaaa,, nikmat bangeeeet,,,” Kontet histeris menghambur sperma, yang sigap disambut mulut Bu Sofie, berkali-kali mulutnya meneguk sperma Kontet yang memancar, seiring lorong vaginanya yang juga menghambur cairan orgasme ditengah sumpalan batang Mang Kholil.

“Ooommpphh,, puiihh,,puaahh,, puihhh,, asin banget sperma mu Tet,,,”
“Haayyaaaahh,, kalo asin kenapa ditelan Buu,, heheheee,,”
“Terpaksa tau,,”

Bu Sofie mencoba berdalih, meski mulutnya sudah terbiasa dengan beberapa cita rasa sperma.
“Buu,,,” Kontet kembali merengek, meminta bibir mungil Bu Sofie membersihkan batangnya.
“Aaahhh,, ngelunjak Lu Tet,, gue kan juga mau diemutin ama Bu Sofie,,,” protes Mang Kholil yang merasa tersisih.

“Iyaa,,iyaa,, sini gantian,,,” wanita itu melepaskan batang Mang Kholil dari vaginanya. Lalu turun dari ATV, tanpa tendeng aling langsung melahap batang yang masih mengeras, dan itu membuatnya sangat heran.

BREEMMM…BREEEMMMM… BREEEEMMMMM….tiba-tiba terdengar suara ATV di kejauhan. Bu Sofie terkaget, itu pasti rombongan suaminya. dan mereka pasti mencari dirinya yang tiba lebih dulu. Sebenarnya Bu Sofie bisa saja langsung melepaskan batang Mang Kholil, membenahi pakaiannya lalu menghampiri mereka. Tapi matanya menatap nanar batang Kontet yang besar dan masih mengeras. Yaa,, dirinya masih ingin merasakan batang yang lebih besar dari milik suaminya itu memasuki tubuhnya.

“Aaahh,, persetanlah,, ntar gampang cari-cari alasan,” batin Bu Sofie menghentak.
“Tet,, cepet tiduran,,” BU Sofie mendorong tubuh besar Kontet kepasir, lalu dengan sigap menggenggam batang besar pemuda itu, dan mengarahkan keliang kemaluannya.
“Oooowwhhhhsss,, Gilaaa,, emang besar bangeeeettsss,,”

“Aaagghhh,,, Tai Lu,, jangan berisikkk,, cepet masukiin batang Luu,,”
Bentak Bu Sofie panik,kata-katanya terdengar vulgar. Tanpa pikir panjang Kontet menghentak dengan kuat, bahkan terlalu kuat, hingga batang besarnya menggelosor masuk menghentak hingga ke lorong rahim.

“Aaagghhhh,,, begooo,,,sakiiitt,,kegedeaaann,,”

“Tapi bisa masuk koq Bu,,,” jawab Kontet cengengesan, antara takut dan nikmat.
“Yaaa,, masuukk,,Aaahhhss,, sampe mentoookss,,” Bu Sofie coba meresapi kenikmatan di lorong vaginanya.

“Maaang,,,mau Apaa?,,,jangaaan disituuu,,”

“Aaagghhh,, gilaaa,,,masuuukk,,jangaaann,,sakiitt begooo,,,Aaagghhh,, dikit lagiii,,,”
Bu Sofie kalang kabut, kedua lubangnya dipenuhi batang.

“Buu Sofieee,,, Buuu,,,”
“Sayaaang,,, yu huuuu,,,”
“Buuuu,,, bu Sofie dimana,,,,”
“Mang Oyiiiik,,, Woooyy,,, Maaaang,,,”

Terdengar teriakan-teriakan samar memanggil namanya. Tapi sudah terlambat untuk menyudahi permainan. Kini dua buah batang pejantan telah memenuhi kedua lorongnya.

“Ayoo Tett,, Hajaaarrr,,” seru Mang Kholil. Memegangi pantat Bu Sofie yang begitu indah, seperti berbentuk armor yang sangat besar, dengan dua panah besar menembusi bagian tengahnya. Assseeeeemm,, pantat besar kaya gini yang dari dulu gue cari-cari,”

“Hehehee,, iyaa Mang,,kapan lagi bisa ngerasain barang kelas atas yang bisa dipake join depan belakang kaya gini,,,” jawab Kontet,mulai bergerak liar, batang besarnya bergerak cepat memaksa sperma Mang Kholil keluar.

“Ooowwwhhhss,,, Gilaaa,,kaliaaan,,ayooo hajaaarr punya Ibuuu,,,” rintih Bu Sofie yang kerepotan menahan tubuhnya, menjaga posisi agar kedua batang itu dapat bergerak cepat dan leluasa menikmati sempit kedua liang kemaluannya.

“Oooowwhhhsss,,, seperti inikah nikmatnya di gangbang, seperti kata Bu Ningrum,, Aaahhhsss,,,” Bu Sofie teringat cerita temannya yang terbiasa digangbang oleh suami dan anak kandungnya.
“Aaarrrgghhhssss,,papii,,, yang cepeeeet,, Sandyyy,,hajar memek Ibuuuu muuu ,,,” tiba-tiba mulut Bu Sofie meracau, membayangkan yang tengah menyetubuhinya adalah suaminya dan anaknya Sandy Tama, yang tengah kuliah di Australia. Menyodorkan payudara besarnya ke mulut Kontet yang segera melahap rakus.

AGEN POKER TERPERCAYA 

“Aaaaggghh,,, teruusss soddoook yang kuaaaat Saaandyyy,, masukin memek ibuuu yang dalaaaam Naaak,,”

Tubuh wanita itu mulai gemetar bersiap menyambut orgasme, bertepatan dengan matanya yang menangkap sosok suaminya berdiri di atas bukit pasir, menatap tak percaya.
“Papiii,,, Maaf Piii,, mamiii,,keluaaarrrrhhhh,,, Aaaarrrgggghhh,,,”

Mata Pak Tama melotot, mulutnya ternganga melihat istrinya dihimpit dua lelaki dengan kejantanan bersemayam di lorong vagina dan anusnya. Sangat persis saat dirinya menunggangi Nabila bersama Darto, Tapi kenapa istrinya justru menyebut namanya dan anaknya Sandy saat menyambut orgasme. Terlihat jelas bagaimana tubuh montok itu bergetar, pantatnya menekan batang Kontet hingga ke muara rahimnya. Hingga akhirnyaaa,,

“Uuunnghhh,,,Arrggghhh,, masuuuk semuaaaa,,,”

Pak Tama terbelalak saat Istrinya menghentak keras, sangat keras. Hingga batang yang besar dan panjangnya melebihi miliknya itu tenggelam sepenuhnya kedalam kemaluan istrinya. Mungkinkah batang itu menerobos pintu rahim istrinya yang sudah melahirkan 3 orang anak.

“Buuuu,,, sayaaa ngecrooot di memek ibuuuuu,,” teriak Kontet yang tak lagi mampu bertahan, jepitan vagina wanita itu tiba-tiba begitu kuat mencengkram seluruh penisnya. Tak pernah ada wanita yang sanggup melumat seluruh batangnya, dan apa yang dilakukan Bu Sofie bener-bener membuat batangnya begitu nikmat.

“Gilaaa kau Teeet,,, cabuuuut,,, cepet cabuuuut,,,” Wanita itu panik, semprotan lahar hangat Kontet dengan cepat memenuhi rahimnya.

“Sayaa jugaaa keluaaar Buuu,,,” teriak Mang Kholil, menekan kuat batangnya kedalam anus Bu Sofie, hingga menggagalkan usaha wanita itu melepaskan batang Kontet yang terus menghambur cairan kental.

“Ooowwwwghhhhh,,, gilaaa kaliaaaannn,,, aku keluaaar lageeehhhh,,,” lagi-lagi tubuh montok itu menggelinjang, saat merasakan kedua lorongnya terasa begitu penuh.

Akhirnya Bu Sofie jatuh lemas dalam pelukan Kontet, menatap mata suaminya yang berubah seperti orang linglung.

“Ooggghh,,ooghh,,” sesekali bibir tipisnya melenguh saat salah satu penis dalam tubuhnya menggeliat ke kiri dan ke kanan.

“Mereka tidak ada disini,,,” teriak Pak Tama parau. Menuruni bukit, meninggalkan istrinya yang masih terengah-engah kelelahan diantara dua pejantan yang begitu enggan melepaskan batangnya.
“1 : 1,,,” gumam lelaki berkumis itu,suaranya begitu lirih.
##############################
Prepare

Di saat yang sama, tepatnya beberapa menit sebelumnya. Di tepi kolam renang.

“Darto,, sudah kau kumpulkan semua milik mereka?,,,” tanya Pak Tama tertawa cengengesan, memasukkan beberapa potong bra milik Shita dan Bu Sofie kedalam kerdus besar yang dipegang Darto.
“Beres Paak, Semua udah ngumpul disini, dipastikan tak ada satupun yang tersisa,, Hahahahaaa,,,”
“Terus punya Nabila mana?,,,”

“Tuhh,, dipegang sama Rahadi,,” Darto memonyongkan bibirnya menunjuk Rahadi yang berdiri bersandar ke tembok, matanya terpejam begitu khusu menciumi bra berwarna pink dan cream.
“Asseeem,,, terus punya Zahra, istrimu mana?,,,”

“Tadi, diambil sama Hanif,,,” Mata Darto celingak-celinguk mencari Hanif

“Juancuk,,, taik kau Naf,, awas aja kalo sampe bra istriku basah ama coli mu,,,” rutuk Darto, ketika mendapati Hanif menggosok-gosok bra warna ungu, ke selangkangan celananya, sambil tertawa.

“Cepet banget sih kalian nyerobot hak atasan,,,” umpat Pak Tama kesal.

“Tenang Pak, bra Nabila yang sudah dipake dan belum dicuci ada di bagian bawah kerdus,,,hehehehee,,,” celetuk Darto, membuat wajah Pak Tama berbinar. Dengan cepat tangannya mengais tumpukan bra dalam kerdus.

“Yang ini?,,,” Pak Tama menarik tali bra warna hitam dengan bahan yang sangat lembut, hampir saja membenamkan wajahnya ke dalam mangkok bra, tapi untunglah matanya masih jeli menangkap gumpalan sperma yang masih basah di kain itu.

“Dartooo,,, taik kaaauu,,, siapa yang udah make bra ini buat coli?,,,”

“Hahahaa,,sorry Paak, habisnya ga tahan kalo ingat tadi malam, tapi itu bener punya Nabila koq,,” teriak Darto yang sudah lebih dulu menghindar menjauh. Disambut tawa Hanif dan Rahadi. Lalu masuk ke ruang tengah cottage.

“Waahh,,Dari mana saja kalian, cepatlah makan, kita mau ngadain game paling panas dari semua game yang ada,,,hahahaa,,” sambut Hanif, saat Bandi dan Zahra memasuki ruang tengah cottage, di samping Hanif tampak Aida yang pagi itu terlihat begitu cantik.

Tak jauh dari mereka, Anjani begitu mesra memeluk Rahadi yang tengah ngobrol dengan Pak Tama. wajahnya masih terlihat kelelahan akibat permainan tadi malam. Tak berbeda dengan Aida, Anjani juga mengenakan kaos ketat dan rok pendek dengan lipitan yang lebar, seolah menjadi seragam wajib bagi para wanita selama liburan ini. Tapi Bandi tidak mendapati Nabila, kemana istrinya? Sedang apa?,,, tanya itu lagi-lagi menyeruak.

“Bandi,, Aku duluan ya,, perutku udah lapeeerrr,,,” ucap Zahra seraya melambaikan tangan. Bandi mengacungkan jempol tanda setuju.

“Bann,, kalo gitu kami juga berangkat sekalian,,,” celetuk Hanif, menggandeng istrinya, Aida, wanita itu melempar senyum penuh makna kepada Bandi.

Pak Tama menghampiri Bandi, lalu menepuk pundaknya,,

”Mukeee gileee,, kayanya udah sukses nih eksekusi dokter cantik,” tanpa menunggu jawaban dari Bandi yang sedikit kelabakan ditembak seperti itu, Pak Tama berlalu sambil tersenyum.
“Nabila,,,” gumam Bandi, lalu bergegas menaiki tangga. Didalam kamar Nabila baru saja selesai mandi, mengenakan kaos putih, dengan tulisan ‘Touch Me’ tepat dibagian payudara nya yang membusung. Begitu serasi dengan rok warna merah menyala yang begitu pendek.
“Haaiii Sayaaang,,” sapa Nabila sambil menyisir rambutnya yang masih basah.

“Cantik,,, kau memang cantik,,,” ucap Bandi mendekat, lalu memeluk dari belakang. Membuat istrinya tersenyum. Wajah wanita itu begitu segar, seakan pertarungan ganas tadi malam adalah hal yang biasa bagi tubuh indahnya yang terbiasa mengikuti aerobik.
“Apakah kau sudah sarapan?,,,”

“Belum,” jawab Bandi, tangannya menyusuri pinggang ramping yang bersinergi dengan pinggul dan pantat yang montok berisi.

“Apa kau ingin menemaniku sarapan?,”

“Sebenarnya aku sangat ingin menemanimu makan, tapi aku harus membawa barang-barang itu ke tempat game, mungkin Darto yang akan mengantarku,” jawab Nabila dengan wajah menyesal.
“Yaa,, kurasa tak mengapa,,,” jawab Bandi berusaha rileks saat telapak tangannya tiba di  selangkangan wanita yang mengikat janji setia untuk hidup bersamanya.

Tatapan mata sepasang suami istri bertemu di cermin, Nabila tersenyum, namun seketika berubah murung saat suaminya mengusap lembut gundukan vaginanya.

“Cepatlah mandi sayang,,, kasian teman-teman mu menunggu terlalu lama,”
Hampir saja Bandi menurunkan kain tipis di selangkangan Nabila. Menarik nafas panjang, membaui rambut Nabila, mengecup lembut rambut istrinya. Nabila berjalan ke samping kasur, menunduk mengambil pakaian kotor yang ada di lantai, saat itulah jantung Bandi tersentak, rok Nabila terlalu pendek, siapapun dapat melihat pantatnya yang montok bila sedang menungging seperti itu. Jantung Bandi semakin berdetak kencang, pakaian kotor yang ada di tangan Nabila tidak lain adalah kaos dan leggins yang dipakainya tadi malam.
“Kenapa celana mu robek sayang?”

“Owwhhh ini,,, ini ulah teman-temanmu saat bermain game tadi malam,” jawab Nabila dengan mimik salah tingkah.

“Game?,,,” Bandi berpura-pura tak tau dengan apa yang dialami istrinya tadi malam.
“Yaaa,, hanya permainan yang sedikit nakal, yang diusulkan oleh sahabatmu Darto,,,”
“Hanya permainan?,,,” tanya Bandi dengan suara lembut tapi begitu tajam.

Wajah Nabila berubah pucat seketika, dirinya tidak pernah mampu berbohong saat Bandi bertanya padanya dengan sebuah senyum yang menyejukkan. Seketika itu juga Nabila memeluk tubuh Bandi,
“Maaf sayaang,,,” sesal Nabila dengan suara berat,

“aku terlalu terbawa permainan,” matanya yang indah mulai sembab, penyesalan mengalir tak terbendung.

Sangat sulit bagi Bandi untuk meneruskan percakapan itu, yang akan membuat hatinya sakit saat harus mengingat kembali kejadian tadi malam, toh apa yang dilakukannya tak jauh berbeda dengan Nabila. Lagipula, istrinya sudah mengakui kesalahannya.

“Sudahalah,,, bukan kah itu hanya sebuah permainan?,,,” Bandi tersenyum sambil menatap mata Nabila. Tapi,,,

“Sayaang,, apa kamu,, eenghh,, tidak memakai bra?,,,” tanya Bandi ragu-ragu saat merasakan gumpalan empuk yang menyentuh dadanya tidak mengenakan pelindung bra.

“Oohh iya,, bra ku dan semua bra para wanita disita oleh Pak Tama, karena kami kalah taruhan saat sarapan tadi pagi,,,”

“Taruhan?,,,”

“Yaaa,, bos mu itu menantang kami para wanita untuk menebak, batang siapa yang sanggup tetap tertidur bila Lik Marni memperlihatkan payudaranya yang kencang itu,,” Nabila bercerita penuh semangat.

“Ohhh,, sayaang,,, seharusnya kau ada di ruang makan saat itu, karena Lik Marni akhirnya benar-benar memperlihatkan dagingnya yang bulat besar dan kencang itu, kurasa batangmu pun pasti akan dengan cepat mengeras bila melihatnya. Hasilnyaa,,,semua batang milik teman-temanmu itu mengeras semua, hahahahaa,,,sesuai tebakan kami,,, tapi tidak dengan batang Pak Tama,,”

“Ohh yaa,,,” Bandi meneguk liurnya, apa yang digambarkan Nabila sama persis dengan apa yang dinikmatinya dari tubuh istri penjaga cottage itu.

“Bagaimana kalian tau, bukankah mereka mengenakan celana,,,”
“Yaaa,, karena penasaran, dan untuk memastikan siapa yang memenangkan pertaruhan, kami mengecek batang mereka satu persatu,,”

“Ohh,, apakah kamu juga ikut mengecek batang mereka satu persatu?,,”

“Yaaa,, karena para wanita melakukannya, kurasa tidak mengapa jika aku turut memastikan,” jawab Nabila, sambil menggelayut manja, tangannya merogoh ke dalam celana Bandi mengelus lembut batang yang sudah mengeras.

“Tapi lucunya,,, batang Pak Tama yang tetap tertidur setelah disentuh para wanita itu, justru mengeras saat kusentuh,,, dan itu membuat semua yang ada di ruang makan tertawa, jadi aku terus meremasnya hingga batang itu menegang sepenuhnya, tapi aku melakukannya dari luar celana, jadi,, kurasa itu tak masalah,, bukan begitu sayang?,,,”

“Eehhh,, iya,, selama kau tidak menyentuhnya langsung, tapi,,,”
tok,,tok,,tok,,

“Sayaaang,, apa kau sudah siap?,,,”

Seseorang mengetuk pintu, dan pemilik suara itu lain adalah Darto. Pintu terkuak sebelum sempat Bandi dan Nabila menjawab.

“Tidak apa-apa kan, bila Darto yang mengantarku? Nanti kau susullah bersama Zahra dan Shita, sepertinya dia juga belum selesai bersiap-siap,”

“Okee,, berhati-hatilah,, jangan ngebut kalau pake ATV,” Bandi berusaha tidak mempermasalahkan panggilan sayang yang diucapkan Darto kepada istrinya.

“Sob,,, tolong bocengin istriku ya,,,” seru Darto sambil mengedipkan matanya, lalu menggamit pinggang Nabila yang membawa kerdus berisi bola, menuruni tangga.

“Nabila,,, Apa kau masih bisa membawa beberapa kain ini?” seru Shita dari arah ruang makan, membawa segumpalan kain bali,

“Pak Tama memintaku untuk membawa kain ini,tapi sepertinya aku akan terlambat,”
“Waaahh,,,sudah penuh Sin, taruh aja di kamarku, nanti biar Bandi yang bawa,” jawab Nabila sambil memperlihatkan isi kotak.

“Owwhh,, okee,, biar kuantar kekamarmu,,” jawab Shita yang melihat sosok Bandi yang masih di atas, berdiri di pinggiran tangga. Lalu melambai kepada Nabila yang kemudian menghilang di pintu keluar.

Shita menaiki tangga, tersenyum penuh makna, manatap Bandi dengan kerlingan nakal.
“Apa kau ke kamarku hanya untuk mengantar kain itu?,,,” goda Bandi, matanya menatap tonjolan mungil pada kaos ketat Shita yang membulat padat.

Saat tiba di hadapan Bandi, wanita cantik itu menepis poni yang menutupi mata indahnya sambil membusungkan dada semakin ke depan.

“Menurutmu?,,, apalagi yang kubawa selain barang-barang ini?,,” gairahsex.com Shita mengerling mata menunjuk kain-kain yang ada di kedua tangannya. Tapi itu tak ubahnya seperti menunjuk kedua payudara yang membusung. Lalu berlenggok genit menuju kamar, sengaja menggoyangkan pantatnya sedikit berlebihan untuk menggoda Bandi.

“Okeee,,bawalah barang-barang ini ke kamarku,,,” seru Bandi yang menubruk tubuh Shita dari belakang. Tangannya segera meremas payudara yang hanya ditutupi kaos tipis.

“Uuuugghhh,,, kurasa kau salah,,, karena barang ini milik Pak Tama, Bos ku di kantor,,” rintih Sitya yang menahan geli ketika payudaranya diremas dengan kuat, memainkan puting yang begitu cepat mengeras.

“Ohh,, yaa?,,, kurasa Pak Tama tak akan keberatan jika barang spesial ini dihibahkan untuk pimpinan cabang yang baru,,”

Blaam,,,Bandi segera menutup pintu dengan kakinya, ketika kedua sudah berada di dalam. Lalu menyeret tubuh Shita ke ranjang.

“Boleh aku mencobanya?,,,” tanya Bandi, memandangi payudara yang kini terpapar bebas di depan matanya, tubuhnya beringsut menaiki, menindih tubuh Shita yang menggeliat manja.

“Sudah kubilang, itu punya Bos ku di kantor,, jika kau adalah bos baruku, maka kau bebas untuk mencicipinya,,,” wajah Shita memerah, menunggu bibir Bandi yang berada beberapa senti dari putingnya.

“Ooowwwhhh,,, Emmmppphhh,,,”

“Yaaa,, yaaang kanaaan jugaaa,,,, aaaggghhh,,”

“Boosss,,, gimanaaa,,, apa aku masih layak jadi sekretarismu nanti,,” tangan Shita mengelus wajah Bandi yang masih sibuk mengenyoti dua puting yang sudah mengeras.

“Apa kau masih membawa alat tester kelamin para lelaki?” tanya Bandi, membuat Shita bingung, lalu tertawa terbahak saat teringat kejadian di gazebo, saat mereka bercanda dalam birahi, tentang barang siapa yang lebih besar, apakah milik Bandi ataukah milik Pak Tama.

“Hahahaa,,Yaa,, kurasa aku membawanya,, cobalah cek, apakah alat itu masih ada di bawah sana?” Shita menunjuk selangkangannya dengan menggerakkan wajahnya.
Bandi tertawa girang,

“kurasa kita harus menyelesaikan tugas kita di gazebo, mengukur punya siapa yang lebih besar,” tangan Bandi menarik tepian celana panjang dari bahan katun yang membekap tubuh bagian bawah Shita.

“Yaaa,, benar katamu,,kita harus menyelesaikannya,,” dengus Shita, mengangkat pantat sekalnya memudahkan usaha Bandi.

Tapi tiba-tiba terdengar suara derap langkah mendekat dari luar kamar
“Bandi,,,”

“ban,,, Bandiaaa,,,”

Zahra memanggil dari depan pintu, sontak keduanya meloncat bangun, membenahi pakaian yang mulai berantakan.

“Yaa,, Ada apa,, engghhh,, apa kau sudah sarapan?,,, aku,, aku belum mandi,,” Bandi gelagapan saat pintu terbuka, sementara Shita baru saja berhasil memasukkan payudaranya yang besar kembali ke dalam kaos.

“Hohohohooo,,, ternyata kau nakal juga yaa,,” seru Zahra sambil berkecak pinggang, bola matanya melotot menyelidik wajah Bandi yang pucat, layaknya maling tertangkap tangan.

“Huuhh,, ku kira kau memang berbeda dengan mereka,, ternyata,,,” wajah Zahra yang kaget berubah menggoda Bandi, tertawa genit, lalu berjalan menghampiri Shita yang masih di atas kasur.
“Tunggu Zaaa,,, kami hanyaaa,, emmhhh,, maksudku,,,”

Tapi Wanita anggun itu tampak cuek, mengacuhkan Bandi yang mati-matian mencari alasan, menghampiri Shita lalu membisikkan sesuatu ke telinganya.

“Iiihh,, mba Zahra apaan sih,,,” wajah Shita tersipu malu, entah apa yang dibisikkan Zahra ke telinganya.

Zahra balik menghampiri Bandi, berdiri tepat di depan lelaki yang terlihat canggung itu.
“Sayaang,, Pak Tama, Hanif, Bu Sofie, Aida, bahkan suamiku dan istrimu, Sepertinya mereka benar-benar menikmati permainan ini, lalu kenapa kita harus menahan diri,” ucap Zahra.
Tangan lentiknya perlahan meraih selangkangan Bandi, lalu tertawa genit, saat mendapati batang Bandi yang keras mulai lunglai karena kaget.

“Kau punya waktu beberapa menit, sampai aku selesai mandi, tapi ingat,,, berusahalah untuk tidak memasukkan barang ini kedalam tubuh Shita, karena aku bisa cemburu,,” ucap Zahra dengan suara bergetar, tangannya mencengkram erat batang Bandi yang dengan cepat kembali keras.

“Weelll,, aku mandi dulu ya sayang, manfaatkan waktumu dengan baik,,, Shita, ingat kata-kataku tadi ya,,” seru Zahra melepaskan batang Bandi, mengedip genit ke arah Shita. Lalu melangkah keluar dan menutup pintu.

Tinggal Bandi dan Shita yang saling pandang.

“Apa yang dikatakan Zahra tadi?,” tanya Bandi, duduk ditepi ranjang.
“Adda aja,,,” Shita tertawa genit, berusaha menurunkan celananya yang ketat hingga ke lutut, memamerkan gundukan vagina yang begitu indah, tersembunyi penuh misteri di balik kain segitiga berenda yang tipis.

“Soo,,, apa kau masih ingin alat ini mengukur batangmu itu,” tanya Shita, jarinya mengusap-usap kain tepat di bibir vagina, membuat kain itu mulai basah.

“Aaaawwww,,, Bandi,,,” Shita terpekik, Bandi membenamkan wajahnya ke selangkangannya, lalu mengusapi kain pelindung dengan hidung dan bibirnya.

“Bannn,, ingaaat kata Zahra, waktu kita hanya sebentaaar,,” Shita berusaha melepaskan celana dalamnya, lalu membuka lebar pahanya.

Bandi yang tengah melepas celana, harus meneguk ludahnya, barang itu statusnya memang milik Pak Tama, tapi bos nya itu sangat jarang menggunakan, hanya pada saat berpergian keluar daerah bersama Shita.

“Maaf Sitt,, aku ga bisa memasukkan punyaku,,, tapi,,, kurasa bibir mu ini cukup mahir untuk mengukur seberapa besar batangku ini,,,” Bandi memegangi batang besarnya yang sudah mengeras sempurna.

Mau tak mau Shita harus mengakui keunggulan batang Bandi dari milik Pak Tama, tanpa menyentuhnya pun semua wanita pasti sudah tau.

“Sini Baannn,, biar bibirku yang memastikan,,” Shita membuka lebar mulutnya, tanpa basa-basi wanita itu ingin segera melumat seluruh batang Bandi ke dalam mulutnya.

“Eeemmmhhh,,, Ghheedhheee bhhaaangheeed,,,” Shita memutar-mutar wajahnya, membuat batang Bandi serasa dipelintir. Menariknya keluar memandangi dengan takjub, lalu kembali memasukkan sambil menggerakkan kepalanya maju mundur.
Bandi tertawa bangga.

“hehehee,,,bagaimana? punya siapa yang lebih besar,,,”
Wanita itu memandangi Bandi dengan tatapan birahi,

“Masukkanlah ke dalam tubuhku,,, hingga aku benar-benar bisa mengukurnya,,,” Shita mengangkat pinggulnya, seolah memamerkan kenikmatan yang siap diberikan oleh kemaluannya.

Shita menggeliat, tubuhnya sudah tak tahan untuk merasakan kejantanan Bandi, apalagi saat teringat kejadi di gazebo, saat batang itu memenuhi lorong vaginanya dengan sempurna. Mata Bandi memandangi vagina yang terus dielus-elus oleh Shita, membuat permukaannya begitu basah. Tapi Bandi menggelengkan kepala dengan sangat berat.

“Aku ga bisaaa, Shiitt,,” pesan Zahra terombang-ambing di pikirannya.

“Bannn,, Pleasee,,,” Shita merengek, semakin tinggi mengakat vaginanya, memamerkan pada Bandi yang masih berlutut di samping kepalanya. Menguak kedua pintu vagina, hingga mata Bandi dapat melihat lorong yang begitu sempit.

“Aaagghhh,, Siaaal,,, Zaaa,,, maaaf sayaang,,aku ga tahaaaan pengen nusuuuk lubang Shitaaa,,,” Bandi menggeram, menindih tubuh montok Shita, mengarahkan batangnya ke pintu vagina, dan dalam tiga hentakan batang besar itu berhasil masuk sepenuhnya.

Tanpa sepengetahuan Bandi, mata indah milik Zahra mengamati dari celah pintu yang tidak tertutup rapat. Tersenyum lembut sambil menggeleng-gelengkan kepala.

“Bann,,Usahamu untuk bertahan boleh juga,,” gumamnya pelan, lalu berbalik menuju kamar dengan birahi yang ikut tersulut.

“Bannn,,, Oooowwwhhh,,, penuh banget Bannn,,,”
“Mba Zahraaa,,,sudaaah masuk semua Mbaaa,,,”
“Oooowwwhh,,,”

Bandi terkaget, menghentikan gerakannya,

“Apa maksud mu Sin,,,”

“Mba Zahra membisikiku,, menantang, apakah aku bisa menelan semua batangmu,,,”

“Owwhhh yaaa?,,,jadi memang ini yang diinginkannya?,,lalu apalagi,,” Bandi menjadi bingung dengan Zahra, dirinya dilarang tapi justru menantang Shita untuk menggodanya. Tapi masa bodoh lah bila itu adalah ujian untuk dirinya, karena vagina Shita sangat mahir memanjakan batangnya di dalam sana. Pinggulnya kembali bergerak menghentak dengan ganas.

“Mba Zahra juga pengen Pak Bandi nyemprot di dalam sebelum dia selesaai maandiiii,,, Aaahhhh,, yaaa,,,Oooowwwhhh,,,”

“Owwwhh,,,tapi apa kau sanggup membuat aku keluar secepat itu? Arrggghhh,,,”

“Aaahhhssss,,, bisaaa,, haruuusss bisaaa,,, Shitaaa pengeeen disemproot punyaaa bapaaaak,,,” paha montok itu menjepit pinggul Bandi, kakinya membelit kaki Bandi dan menekan pinggulnya keatas. Membuat batang Bandi masuk semakin dalam dan terjepit begitu erat.

“Gilaaa,, ada jugaaa ternyata tehnik seperti ini,,, Uuugghhh,, tapi ini belum cukup Shiitt,,,”
Shita tertawa sambil terengah-engah di sela sodokan Bandi yang semakin keras. Lalu mendorong Bandi hingga duduk bersimpuh di atas kedua kaki, dan menaikinya, tanpa menunggu Bandi siap, Shita yang kini dalam posisi dipangku segera menggerakkan pantatnya dengan liar.

“Oooowwwhhh,,, Paaaak,,, bagaimanaaa,,, Aaagghhhh,,,”

Membekap wajah Bandi di antara kedua payudara, pinggul montok itu kini bergerak menghentak dengan kasar dengan lorong vagina yang menjepit erat.

“Paaaak,,, cepeeet keluaaarin Paaaak,,, Shita udaaah ga kuaaaaat,,”

“Ooowwwhhh,,, batang mu gedeee bangeeet Paaak,,,”

Gerakan liar wanita cantik berponi itu membuat Bandi kelabakan, batangnya dengan cepat keluar masuk.

“Uuugghh,, gila kamu Sin,,, Aaaghhh,, barangmu ini haruss menjadi milikkuuu Aaarrgghh,,,”

“Please semprotin meeeemek aaahh,,,Shitaaaa,,”

“Pleaseeee,,, Shitaaa keluaaaarrrr,,,”

“Aaarrrgggghhh,,,”

“Akuuu semprooot memeeeeeek mu Siiin,,, Aaaarrrgghhhh,,,”

Kedua tubuh manusia berlainan jenis itu berkelojotan, saling melumat bibir, bertukar ludah, seiring cairan kelamin mereka yang menyatu dalam vagina Shita.

“Oowwhh,, nikmat banget punyamu Shhitt,,,hehehee” ucap Bandi, menjatuhkan tubuh Shita ke kasur, dan menindihnya.

“Punya bapak tuh yang gila,, nusuknya dalem banget, sampe mentok,,hihihi,,,”

“Paak,, Apa bener bapak mau ngambil aku dari Pak Tama,,,” tanya Shita, tatapannya begitu serius, membuat Bandi bingung.

“Eeeenghhh,, maksud ku,,”

“Hehehe,, tenang aja pak,, Shita Cuma bercanda koq,,hehehe,,”

“Tapi kalo kapan-kapan bapak mau nyoba alatnya Shita lagi, boleh koq,” Wanita itu tersenyum, menyembunyikan wajahnya ke dada bidang Bandi. Memeluk erat, dalam desir hati yang berbeda.

“Waahh,,, cepet banget,,, tau-tau udah makan disini,,,” Sapa Zahra saat mendapati Bandi dan Shita sudah berada di ruang tamu.

“Tapi kamu sudah mandi kan Ga?,,”

“Ya sudahlah,, kamu aja yang terlalu lama mandinya,,” jawab lelaki itu sambil memandangi tubuh Zahra yang dibalut kaos putih yang ketat. lebih ketat dari biasanya.

“Gimana tadi?,,,” bisik Zahra, duduk di sisi Shita.

“Aku menang,,Mba kalah,,,” jawab Shita malu-malu.

Zahra langsung melotot ke arah Bandi, yang tiba-tiba keselek dipandangi wanita berwajah cantik itu. penutup kepalanya diikat keleher seakan sengaja memamerkan sepasang gundukan payudara yang membulat padat.

“Aku ke kamar sebentar, ngambil kacamata, pasti panas banget nanti,,” pamit Shita, menuju kamar.
“Sempurnaaa,,” ucap Bandi pelan. Matanya tak sengaja menangkap tonjolan mungil, puting Zahra tercetak jelas di kaos putihnya yang ketat. Bulatan payudara yang tidak ditopang oleh bra itu tetap membusung tegak, bergerak begitu indah mengikuti gerakan tubuh sang wanita. Sontak wanita itu tersipu malu, menundukkan wajahnya.

“Bandi,,, apakah aku masih terlihat cantik?,,” Hati Zahra bergemuruh, ingin mendapatkan penegasan dari lelaki yang dulu begitu dikaguminya.

“Cantik, bahkan sekarang kau bertambah lebih montok,,” Bandi berdiri, mendekati bangku Zahra.
“Tapi bagiku, kau lebih dari sekedar cantik dan seksi, kau masih yang terindah,,”

“hohohoo,,, tidak,,tidaaak, jangan menggodaku lagi,,,” Zahra bangkit, berusaha mengelak dari Bandi yang ingin merengkuh pinggangnya.

“Kau sudah gagal tadi,, u are a looser,, hahaaha,,,” berjalan menuju keluar.

“Aaahhh Siaaaal,,,” Bandi memang sudah menduga jika Zahra tadi tengah mengujinya.

“zaaa,,, Sayaaang,,,” Bandi menggenggam tangan Zahra, menahan wanita itu. Menatap dengan penuh harap.

“Setidaknya… Biarkan di waktu yang tersisa ini aku memilikimu… Merengkuh hatimu yang begitu jauh… Meski sesaat, itu sangat berarti bagiku… Aku ingin dirimu…”

Lagi-lagi Zahra harus menyerah pada tatapan teduh itu. Berjalan mendekat, masuk dalam pelukan sang lelaki.

“Bandi,,, meski untuk sesaat, liburan ini juga sangat berarti bagiku,,, berusahalah untuk mendapatkan ku,, mendapatkan tubuhku,,,” ucap wanita yang hatinya tengah goyah itu.

Ada hasrat untuk menyerahkan tubuhnya dalam keperkasaan sang pejantan, tapi tidak dalam birahi liar. Wanita itu menginginkan sang pejantan menikmati tubuhnya dalam ritual hasrat yang sengaja dicipta, mencinta dan dicinta.

“Mbaaa,, Hehehee,, sorry,, lagi-lagi aku ngeganggu, Cepet Yuk,,, udah ditunggu sama yang lain,” seru Shita, tepat saat Bandi mengecup lembut Zahra, yang menyambut dengan bibir terbuka.

AGEN POKER TERPERCAYA INDONESIA 

Cerita Dewasa / Cerita Sex / Cerita ABG / Cerita Dewasa Hot / Cerita Dewasa SMA / Kumpulan Cerita Dewasa