AGEN POKER
Cerita Dewasa / Cerita Sex / Cerita ABG / Cerita Dewasa Hot / Cerita Dewasa SMA / Kumpulan Cerita Dewasa
“Ayooo Aidaaaa,,, satu putaran lagiii,,,”
“Nabila,,, cepeeet,,, jangan mau kalaaahh,,,, loncat yang tinggi,,hahahaaa,,,”
“Nabila,,, cepeeet,,, jangan mau kalaaahh,,,, loncat yang tinggi,,hahahaaa,,,”
Teriakan para suami terdengar ramai, tapi mereka bukan memberi semangat kepada istri masing-masing, teriakan itu justru ditujukan kepada istri yang memiliki gerakan paling liar. Yaa,, lomba balap karung dipilih sebagai laga pembuka untuk game pantai. Mata para suami tertuju pada Aida yang begitu semangat meloncat memacu tubuhnya, memimpin paling depan, dan bisa ditebak, mata jalang para suami tertuju pada sepasang payudara besarnya yang bergerak naik turun. Sementara di belakangnya Nabila berusaha menyusul, meloncat dengan cepat, tak peduli dengan payudara mereka yang tidak dilindungi bra, bergerak liar.
Tentu saja memang sangat merepotkan bagi mereka yang memiliki buah dada dengan ukuran besar, ketika harus meloncat, jelas sepasang benda menggairahkan itu akan ikut bergerak tak terkendali. Anjani yang berada diurutan ketiga memang lebih diuntungkan dengan payudaranya yang tidak terlalu besar, namun ukuran karung yang hampir menutup seluruh tubuhnya itu membuatnya sangat kerepotan.
“Ayooo cepeeeet,,, yang nyampe duluan aku kasih piala,,” seru Pak Tama yang berdiri di garis finish, sambil menggosok-gosok penisnya, membuat para suami lainnya tertawa. Tapi justru membuat para wanita yang tengah berloncat dan berlari tersipu malu.
Siapapun dapat melihat tojolan penis Pak Tama, yang telah mengeras dengan sempurna, dan itu diakibatkan ulah payudara mereka yang bergerak brutal tak terkendali. Nabila yang sudah pernah merasakan keperkasaan batang besar itu, tertawa. Terlintas dipikiran nakalnya untuk menabrak Pak Tama, dan memberi pelajaran buat lelaki paruh baya itu dengan meremas batangnya saat tubuh mereka terjatuh. Nabila lagi-lagi tertawa, menertawakan pikiran mesumnya.
Tapi ternyata hal yang sama juga terlintas dibenak Aida, meski tidak tau pasti ukuran pusaka Bos suaminya itu, dari balik kacamata minusnya Aida dapat memastikan batang itu memeiliki ukuran yang menggoda birahinya. Tak ayal kedua wanita cantik itu memacu kakinya lebih cepat, bersaing menuju tempat Pak Tama berdiri. Saling bersenggolan sambil tertawa. Membuat Hanif yang berdiri tak jauh dari Pak Tama sangat cemburu.
“Kyaaaaa,,,”
“Aaaaaa,,,hahahaahaa,,,”
“Mba Aida curaaaang,,, Hahahaaa,,”
Bruaakkk!!! Kedua tubuh montok itu bersamaan menubruk Pak Tama yang tertawa menyambut sambil merentangkan kedua tangannya, jatuh terjengkang ditindih dua wanita cantik. Membuat para lelaki lain begitu iri dengan keberuntungan Pak Tama. Apalagi mata mereka menangkap gerakan tangan Aida dan Nabila yang berebut mencengkram selangkangan Pak Tama bersamaan. Anjani yang tepat berada di belakang mereka seakan tak mau kalah ikut meloncat ketubuh Pak Tama, menindih Aida dan Nabila. Membuat tawa semakin riuh.
Tentu saja Pak Tama juga berusaha sebaik mungkin memanfaatkan kesempatan, tangannya yang terentang dengan bebas meremasi payudara para wanita yang menyerahkan tubuh pada dirinya.
“Asseeeemmm,, mantap bener pantat istri kalian,,, uggghh,,, pasti nikmat banget kalo di Doggy,,” celetuk Mang Kholil kepada Bandi dan Hanif, meremas-remas selangkangnya saat melihat rok ketiga wanita itu tersingkap, memamerkan pantat yang dibalut celana dalam aneka warna.
“Kan mamang udah pernah nyobain, kemaren nyemprot didalam juga kan?,,hehehe,,” jawab Bandi terkekeh.
“Mamang udah pernah nyobain? Sama siapa? Istrimu Ban?,,,” tanya Hanif bingung.
“Ya istri mu lah,,, ngeliat sendirikan gimana lemesnya istri mu tadi malam? Hahahahaa,,,” Bandi tertawa, seakan ingin membalas ulah Hanif yang sempat merayon tubuh Nabila saat bermain kartu.
“Heehhh,, yang beneeer?,, ahh sialan kau Mang,,,” wajah Hanif seketika berkerut, tak pernah terlintas diotaknya kalau tubuh mulus istrinya turut dinikmati oleh lelaki seperti Mang Kholil.
Nabila menghampiri Bandi sambil tertawa.
“Huuufff,,, capek banget sayang,, kakiku pegel seperti ingin keram,”
Sementara Hanif dan Mang Kholil harus meneguk liur menatap payudara Nabila yang tercetak jelas di balik kaos, bergerak naik turun dengan teratur, mengikuti tarikan nafas yang masih tersengal.
“Kalau gitu istirahat lah dulu,” ucap Bandi santai tanpa menoleh.
“Sayang,,, masih marah ya?” tanya Nabila yang bingung melihat Bandi sedikit agak cuek dari biasanya.
“Atau kau marah karena kejadian tadi, saat aku menabrak Pak Tama, aku memang melakukannya dengan sengaja, maaf,,,”
“Ngga koq sayang,, aku tau kau cuma terbawa permainan,” Bandi menoleh sambil tersenyum lembut, tapi tetap saja ada yang mengganjal di hati Nabila. Perlahan dipeluknya Bandi dari samping.
“Ayooo Zahraaaa,,, cepaaat,,, jangan mau kalaah sama Bu Sofie,,,”
DEEEGGG, hati Nabila terasa sakit saat Bandi memberi semangat kepada Zahra. Tapi kenapa?,,, Zahra adalah teman baiknya, dan Zahra pula yang menjodohkan mereka. Wanita cantik itu semakin erat memeluk pinggang Bandi. Tapi bukan hanya Bandi, karena mata semua lelaki kini tertuju pada Zahra yang terlihat malu-malu untuk meloncat, menghindari gerakan di dadanya, sesekali kakinya berusaha berjalan di dalam karung yang sempit. Akibatnya Bu Sofie yang berada di belakang perlahan mulai mendekat, padahal tenaga wanita dengan tubuh padat berisi itu telah terkuras habis akibat ulah Mang Kholil dan Kontet.
“Ayooo Zahraaaa,,, loncat yang tinggiii!!!,,, Awwww,,,” Hanif yang berteriak memberi semangat seketika terpekik akibat cubitan Aida yang cemburu.
Teriakan Hanif justru membuat gerakan Zahra semakin pelan, tapi sepelan apapun gerakan, payudara dengan ukuran menggiurkan itu pasti akan bergerak tanpa topangan bra.
“Hahahahaaa,, Hooosshh,, Hooshhh,, haahh,,hahaaahh,,,” Bu Sofie yang tertinggal dibelakang, kembali bersemangat saat melihat gerakan Zahra semakin pelan, kini dirinya sudah menyusul beberapa langkah di depan, berusaha memperpendek jarak dengan Shita yang ada di depannya.
“Siaaal,,, Uuuhhhh,, Kenapa semua melihat ke aku sih,, padahal masih ada Shita dan Bu Sofia yang nenennya lebih gedeeee,, Uuuhh,,, ,” Hati Zahra berteriak kesal seakan ingin menangis.
Tubuh nya yang selalu tertutup hingga kekepala itu, tak pernah sekalipun dipertotonkan seperti itu kepada banyak orang, meskipun hanya dengan pakaian yang ketat. Tapi kini semua lelaki dapat melihat puting payudara yang tercetak jelas.
Apalagi saat dirinya menangkap pandangan mata Pak
Tama, Rahadi dan Hanif yang menatap penuh birahi. Parahnya lagi, di
belakang ketiga lelaki itu, Mang Kholil begitu bernafsu menggosok
selangkangannya, mulut lelaki berwajah amburadul itu membuka dan menutup
mengikuti gerak payudaranya yang naik turun. Ada penyesalan dihati
wanita itu, kenapa tadi dirinya memilih kaos ketat, padahal tujuannya
tidak lain hanya untuk menggoda Bandi, tapi jika ranum buah dadanya itu
turut dipelototi oleh lelaki lain, jelas dirinya sangat malu.
“Begoooo,,, kenapa ga ditutup pake jilbab aja,,, uugghhh,, begoo, begooo,,,” rutuk hati Zahra, ketika teringat bagian bawah jilbabnya yang terikat ke belakang. Dengan sekali hentakan ikatan kain putih itu terlepas, menutupi bagian depan payudaranya. Sontak teriak kecewa menghambur dari mulut para lelaki.
“Whooooo,,, Zahraaa pelit,, Aaaaww,,, koq dicubit terus sih mahh,,” protes Hanif ketika teriakan kecewanya beroleh cubitan di perutnya yang mulai buncit.
“Mamahkan enak, udah nyobain banyak batang dimari,,,” sungut Hanif.
“Tu kan,,, salahnya papah juga sih suruh-suruh mamah pake rok beginian, pasti biar bisa pamerin punya mamah kan?, jadi kalo ada orang yang minta isi dalam rok mamahh, papah ga boleh marah dong,,,” protes Aida lalu melenggang meninggalkan Hanif yang terbengong.
“Eeee,,, busyet dah, sejak kapan bini ku binal kaya gitu, main kasih memek seenaknya,, kan tu punya kuu,,,” dengus Hanif kesal, melototi istrinya yang melenggang cuek, sesekali memamerkan pantat yang tak mampu ditutupi oleh rok yang pasrah tertiup angin.
“Yeeeeaaahhhh,,,,” terdengar teriakan Shita yang berhasil mencapai finish.
“Aaahhh,,, tungguuu,,tungguuu,,, curang kaliaaan,,,” Bu Sofie berteriak histeris dengan nafas ngos-ngosan, mulai keteteran tak mampu menyaingi Zahra yang memacu tubuhnya, menyalip dengan cepat mencapai garis finish.
“Yaaaaaaaa,,,, hahahahahaaa,,,” Zahra ikut tertawa heboh berdiri digaris finish. Mengangkat tinggi kedua tangannya, terlihat jelas wanita itu mulai menikmati permainan.
“Maaf ya buu,, sekali-sekali ibu yang belakangan,,,heheehee,,” ucap Zahra menyambut Bu Sofie yang menggerutu lucu, di garis finish.
Sekilas Zahra melirik Bandi yang mengangkat jempolnya, membuat wanita itu tertawa tersipu. Dokter cantik itu tidak menyadari, Nabila yang berdiri di samping suaminya tersenyum kecut, cemburu melihat kemesraan Suaminya dan Zahra
“Wokkeeeee,,, game kali ini dimenangkan oleh Aidaaa,,,” Pak Tama mengumumkan pemenang lomba.
“Lhoo koq bisa Pak?,,, aku kan lebih dulu nginjak garis finis dibanding Aida,,” protes Nabila.
“Yaa,, tapi Aida sepersekian detik lebih cepat memegang punyaku,,,hahahaa,,,”
“Whhoooooo,,, Pak Tama curang,,Hahahahaaa,,,”
“jurinya mupeng tuuuhhh,,,Hahahaa”
Teriakan dan tawa menghambur di bibir pantai. Terik matahari seakan tak mampu mengurangi keceriaan para suami istri.
“kali ini biar adil, biar aku yang jadi jurinya, karena game berikutnya bakal lebih panas, lomba makan sosis hahahaa,,” ucap Bu Sofie sambil bertolak pinggang.
“Ayooo sini,,,, semua ngumpul,,, para wanita silahkan pakai kalung pita ini,” lanjutnya, lalu menyerahkan pita merah kepada Nabila, pita biru untuk Anjani, gairahsex.com pita ungu diserahkan pada Aida, Pita putih untuk Shita, dan pita hijau untuk Zahra. Bu Sofie meminta para istri mengalungkan di leher.
“Ayooo,, sekarang giliran para suami, cepet sini,,,” teriaknya sambil menenteng kain kantongan berisi beberapa bola.
“Darto kau duluan,, silahkan pilih wanita mu,,,, hehehee,,,” Bu Sofie mengulurkan kantong. Mata Darto berusaha mengintip melalui celah.
“Eeehh,, ga boleh ngintip,,, semua tergantung keberuntungan tanganmu,, ayo cepat ambil satu bola,”
“Warna Unguuu,, Aidaa,,,hahahaa,,” Bu Sofie mengumumkan pasangan Darto adalah Aida.
“Hehehehee,,, hay bu guru cantik, udah siap untuk menang?,,” Darto sengaja mencolek pinggang Aida, menggoda Hanif yang lagi uring-uringan.
“Yaaa,, meraahh,,Nabila,,,”
“Yeeeaaahhh,,,” Rahadi berteriak girang, menghampiri Nabila,
“Sorry ya calon boss,, aku pinjam dulu istrimu,,,hehehee,,” Rahadi menggoda Bandi, menarik tangan Nabila yang masih memeluk pinggang suaminya.
“Awas aja kalo sampe lecet, aku jadiin OB kamu,,” ancam Bandi bercanda, walau ada rasa was-was dihati, permainan seperti apa yang bakal digelar.
“Shitaaa,,, Putih,,,”
“Weeew,,, boleh juga nih,,, game nya harus hot Bu,,” seru Hanif, jengkelnya sedikit berkurang. Sudah lama dirinya tertarik dengan wanita yang setiap hari duduk manis di depan ruang Pak Tama dengan rok ketat dan minimalis.
“Bandi,, kau dapat Anjani,,, hahahaa,, mau ditukar dengan ibu?” goda Bu Sofie, ketika Bandi maju mengambil bola warna Biru.
“Emang ibu sanggup makan sosis aku?,,” jawaban Bandi membuat Bu Sofie terdiam dengan jantung berdegub kencang.
“Tunggu tanggal mainnya, pasti kulahap habis sosis besarmu itu,,” balas Bu Sofie, berbisik dengan jantung menderu merasa ditantang.
“Tersisa satu bola hijau, artinya Zahra berpasangan dengan suamiku, pak Tama,,,” terang Bu Sofie, sepeninggal Bandi yang mendekati Anjani.
“Jadi permainannya seperti ini,, Sosis yang dibagikan Mang Kholil ini harus diikat dipinggang para istri, dan mereka harus mendekati pasangan mainnya dengan mata tertutup, dan pasangan mainnya harus memberi aba-aba kemana si wanita harus menuju, terus,,,” Bu Sofie menghentikan ucapannya sambil wajah tersenyum nakal, membuat peserta lomba penasaran menunggu.
“Terus,,, sosis itu harus dimasukkan ke dalam mulut para lelaki yang berbaring di pasir, dan ingat,, tidak boleh dibantu oleh tangan,,,hehehee,,” Bu Sofie tertawa sambil bertolak pinggang. Permainan itu tak ubahnya seperti permainan memasukkan pensil dalam botol, hanya saja dilakukan dengan cara yang vulgar.
“Haahhh???,, yang benar aja bu,, masukin sosis kemulut Rahadi yang tiduran, berarti kami harus ngangkangin mereka dong?,,,” Nabila coba protes, tangannya reflek menahan rok yang tertiup angin, entah kenapa tiba-tiba dirinya merasa malu, pasti lomba ini akan terlihat sangat vulgar.
“Hehehee,, itulah tantangan dari game ini, kalian boleh berusaha menutupi rok kalian bila mau, tapi ingat tangan kalian tidak boleh memegang sosis itu,,.” terang Bu Sofie, tersenyum puas melihat wajah para wanita mulai pucat.
“Tenang aja mba,, ntar aku merem koq,,,”
“Merem? aku make rok aja kamu masih usaha buat ngintip ke bawah, gimana kalo aku ngangkang depan matamu,,, awas aja kalo ngga merem, bakal ku colok matamu,,,”
“Hahahahaaa,, nih,,, buat jaga-jaga, kalo ngintip colok aja,” celetuk Zahra, menyerahkan potongan ranting kepada Nabila.
Wanita yang selalu setia dengan penutup kepalanya itu dapat sedikit bernafas lega, karena dirinya memakai celana leggins putih. Meski celana dalam warna hitamnya dapat terlihat dengan samar, setidaknya itu masih lebih baik dibanding para istri lainnya yang mengenakan rok. Mang Kholil membagikan potongan sossis yang ujungnya dibungkus plastik, agar dapat diikat oleh tali, wajah mesumnya cengengesan membayangkan kegilaan yang bakal terjadi.
“Lho Mang,,, koq tali punya aku pendek banget sih, tuker yang lebih panjang dong,,” sela Zahra saat menerima sosisnya.
“Waduh,, udah habis bu,, itu yang terakhir,,” jawaban Mang Kholil membuat wajah cantiknya cemberut.
“Aaahhhh,,, tu kaaaann,,, pendek banget,,” Zahra mulai panik, sosis yang sudah diikat kan di pinggang menggantung hanya beberapa senti dari pantatnya.
“Heheheheee,,,, cuma game aja koq Bu Dokter,,,ga usah terlalu diambil hati,, hehehee,,,” ucap Pak Tama, hatinya berteriak girang, dengan mata tak lepas dari pantat montok Zahra.
Dokter cantik itu cuma bisa tersenyum kecut, andai saja partner game nya adalah Rahadi atau Hanif mungkin Zahra bisa main bentak kalo mereka nakal, tapi ini adalah Pak Tama. Akhirnya wanita itu cuma bisa berharap game dapat selesai dengan cepat.
“Ko,,, koq pendek banget sih ngiketnya,, lagian kenapa ngiketnya dibelakang,,,” protes Hanif kepada Darto yang membantu mengikatkan sosis di pinggang belakang istrinya, membuat sosis itu menggantung tepat di depan selangkangan istrinya.
Darto mengangkat kedua pundaknya,
“Tapi Istrimu ga protes tuh,,,” jawaban itu membuat Hanif melototi istrinya yang jadi salah tingkah, wajah berhias kacamata itu memerah malu.
AGEN POKER TERPERCAYA
“Sayaaang,,, Kan ini cuma permainan aja,, ngga lebih koq,” bujuk Aida, membuat Hanif tidak bisa berkata apa-apa.
“Hanya permainan,,,” hati Aida berkali-kali mengucap kalimat itu dengan jantung berdegub kencang.
Protes yang sama juga dilontarkan Rahadi yang melihat Istrinya, Anjani, dengan sengaja memutar sosis yang berada di belakang ke depan, hingga menggantung tak jauh dari selangkangannya. Begitu juga dengan Pak Tama yang melototi ulah Hanif, meski sosis itu tetap berada di belakang, tapi wanita simpanannya tidak protes saat Hanif menggulung tali menjadi lebih pendek.
“Okeeee,,, para suami silahkan berbaris disana,,, dan kalian berbaris di sini,, silahkan menutup mata dengan syal ini,,,” Bu Sofie kembali memberi perintah.
Berbeda dengan para lelaki yang tampak terlihat girang, para wanita justru terlihat pucat, saling pandang dengan bingung, masing-masing merasa tidak nyaman.
“Duuuhhh,,, aku ga bisa,,, kasian kamu Zahraa,,,” ucap Aida, memutar posisi sosisnya ke belakang, lalu menurunkan tali menjadi lebih panjang.
Perbuatan Aida ternyata diikuti wanita lainnya, yang berusaha menjauhkan gantungan sosis dari selangkangan mereka. Perbuatan para istri itu jelas membuat para lelaki yang berbaris 5 meter dari para wanita, terlihat kecewa.
“Kalian harus mendengarkan intruksi dari pasangan kalian, kemana kalian harus melangkah,, dan kalian yang cowok, setelah pasangan kalian sudah mendekat tepuk pundaknya lalu kalian boleh berbaring dan memakan sosis itu sampai habis,” Bu Sofie terpaksa harus sedikit berteriak agar semua dapat mendengar suaranya.
“Yaaa,,,Silahkan pasang penutup mata kalian,,” seru Bu Sofie sambil memeriksa mata para wanita, memastikan sudah benar-benar tertutup.
“Semua sudaahh siaaap?,,,”
“Satuuuu,,,,”
“Duaaaaa,,,,”
“Tigaaaaaa,,, Gooo,,,!!!”
Aba-aba dari Bu Sofie langsung disambut teriakan para lelaki yang heboh memberi komando kepada pasangannya agar menuju ke arah mereka. Para wanita harus bekerja sedikit ekstra untuk mengenali suara, untungnya Bu Sofie memberi jarak dua meter antar wanita dan pasangan mainnya agar suara teriakan tidak terlalu kacau dan membingungkan. Shita yang lebih dulu sampai di hadapan Hanif, pundaknya segera ditepuk oleh Hanif, dan dengan wajah sumringah Hanif segera berbaring di kaki Shita.
“Yaaa,, buka kakimu Sin,,, turunin sosisnya pelan-pelan,,,”
“Ooowwwhh,,, Shit!!!,,,” Hanif mengumpat saat Shita mengangkangi wajahnya, pantat semok milik sekretaris seksi itu tepat di depan matanya, perlahan mulai turun mendekati wajahnya. Meski mulutnya sudah menyentuh sosis, Hanif tetap saja menyuruh Shita menurunkan pantatnya.
“Yaa,,, cukup,,, aku akan makan sosis ini pelan-pelan,,,” seru Hanif saat selangkangan Shita tinggal sejengkal dari mulutnya.
“Makan yang cepet Pak,, jangan lama-lama,,,” seru Shita, entah kesal, entah marah, tapi yang jelas liang vaginanya yang kini berada satu jengkal dari wajah Hanif, mulai basah.
“Ayooo Bu,,,, Yaaa,, cepet buka kaki mu,,,turuuniiin,, Oooowwwhhh,,, punyamu mantap banget Buuu,,,” seru Darto tak kalah heboh, langsung berbaring dan meletakkan kepalanya di antara kedua kaki Aida.
“Ckckckck,,, bener-bener mantap ni pantat, apalagi meki nya gemuk banget,,pasti jepitannya mantap nih,,” Darto dengan cueknya berkomentar, tak peduli dengan kondisi Aida yang panas dingin.
“curang tu si Bandi, dapet barang bagus ga bilang-bilang,,,”
DEG,,,
“Jangan-jangan Darto juga melihat perselingkuhannya dengan Bandi?,,,” hati Aida semakin tidak karuan.
“Ayooo Dartoo,, cepet makan sosisnya,,,” pinta Aida tidak karuan.
“Aku ga mau sosis,,, aku mau nya kue apem,,, hehehe,,,” jawab Darto.
“Huusss,, jangan nakal,,, makan aja cepat,,,” Aida perlahan semakin menurunkan pantatnya, hingga hidung Darto dapat merasakan aroma dari vagina yang mulai basah.
Hal yang sama juga dirasakan Zahra, yang tidak menyangka dirinya menuruti begitu saja untuk mengikuti permainan gila itu. Dirinya yang berhasil sampai di tempat Pak Tama berdiri, disambut dengan cara yang sangat nakal. Yaaa,, Pak Tama yang seharusnya memberi kode dengan menepuk pundak atau tangannya, justru mencolek puting payudaranya.
“Maaf Bu Dokter,,, ga tahan pengen nyolek, habisnya kenceng banget,,,Hehhehe,,,” ucap Pak Tama pelan, yang begitu menikmati kenakalannya mengerjai wanita alim itu.
Seandainya lelaki itu bukan atasan suaminya, ingin sekali Zahra menampar wajah Pak Tama, tapi dirinya cuma bisa menahan emosi, Toh,, sebentar lagi lelaki itu akan pergi meninggalkan kantor suaminya, akhirnya Zahra berusaha untuk tetap tersenyum di antara wajah kagetnya.
“Kakinya buka yang lebar ya Bu Dokter,,, kepala aku mau masuk,,,”
“Ooowwwhh,,, pantat ibu mantap banget Bu,,, ga terlalu besar, tapi nungging kaya itik,,,”
Komentar-komentar nakal Pak Tama sangat menganggu pikiran jernih Zahra. Tak pernah dirinya merasa senakal ini di hadapan orang lain, selain dengan Bandi. Tak ubahnya seperti eksibisi terselubung persaingan dalam permainan.
“Paakk,, berhenti mengomentari tubuh aku, selesaikan saja permainan ini secepatnya,,” ucap Zahra dengan intonasi tinggi, untuk menunjukka rasa tidak senangnya atas kenakalan atasan suaminya itu.
Tapi tanpa disadari Zahra, rasa dari amarah yang menyeruak itu tidak lebih dari pelarian rasa malu dan bersalahnya. Dan parahnya permainan ini baru saja dimulai.
“Pelan-pelan aja bu nurunin tempek nya,,, ga usah buru-buru,,,hehehee,,”
“Uuuugghhhh,,,” Zahra bingung, sangat bingung, komentar Pak Tama semakin nakal.
Zahra masih bingung, bagaimana bisa dirinya terjebak permainan gila seperti ini. ingin sekali dirinya menyudahi permainan itu, tapi itu hanya akan membuat suaminya malu. Dengan bertopang pada tangan yang berpegangan dilutut, Zahra perlahan menurunkan pantatnya. Meski matanya tertutup tapi wanita itu sangat yakin tepat di bawah selangkangannya wajah Pak Tama sedang tersenyum girang. Dirinya cukup sering menemani suaminya dalam acara-acara kantor, dan Pak Tama selalu memuji kecantikan wajah dan keindahan tubuhnya, dan saat ini lelaki itu tengah memuaskan rasa penasaran atas tubuhnya.
“Terus Bu,, turunin pantatnya, mulut aku belum bisa menjangkau tempek ibu,, ehh,, maksud aku sosisnya bu,,,Hehehehee,,”
Zahra tau, lelaki berkumis lebat itu tidak berbohong, karena tali pengikat sosisnya memang sangat pendek, dengan sangat terpaksa menurunkan tubuhnya lebih rendah, membuat siapapun yang melihat akan tergoda untuk menghajar pantat montok yang semakin menungging.
“Ooowwhhggg,,,” tubuh Zahra kembali terangkat, dirinya sangat kaget saat sesuatu yang lembut menyentuh lapisan celana leggins nya, tepat di bibir vagina.
“Lho koq diangkat lagi sih Bu,,, aku baru pengen ngegigit tempek ibu, eehh,, sosis nya bu,,,”
“Paaak,,, jangan nakal,, plisss,, aku mohon,,,” Zahra serasa ingin menangis, sungguh dirinya tidak ingin menjadi wanita yang nakal. Meski dirinya pernah menggoda Bandi, tapi itu tidak lebih dari ungkapan perasaan hatinya yang masih memiliki rasa terhadap Bandi.
“Heheehee,, maaf bu,,, tadi ga sengaja bibir aku nyenggol itunya ibu,,,”
“Tapi tempek punya Bu Dokter emang indah banget, gemuk, mukung,,, seperti punya Shita,, hehehehe,,,”
“Tuuu kaaaan,,, Pak Tama memang mengincar vagina ku yang gemuk,,,” hati Zahra semakin panik. Tapi kata-kata Pak Tama yang membeber bentuk vagina Shita membuat Zahra teringat pada Bandi.
Teringat ketidaksengajaan dirinya saat memergoki percumbuan Bandi dan Shita. Zahra yang sangat mengerti dengan kondisi para lelaki, merasa kasihan dengan kondisi Bandi yang berkali-kali menggantung setelah bercumbu setengah jalan dengan dirinya, dan akhirnya memilih untuk mendukung kenakalan Bandi pada Shita.
“Mukung seperti punya Shita?,,, uggghhh,,, apa vagina Shita memang seperti milik ku?,,, Apa Bandi juga suka bentuk vaginaku,,, Aaaggghhhh,,,” kepala Zahra menggeleng-geleng, berusaha mengenyahkan pikiran nakal.
“Ooowwwhh Paaaak,,,” Zahra terkesiap, pantatnya bergetar, dirasakannya mulut Pak Tama bergerak-gerak dibibir vaginanya. Lewat celah dibawah matanya, wanita itu melihat Pak Tama yang mulai mengunyah sosisnya, bergerak pelan sesekali menggesek vaginanya.
Zahra tak yakin dirinya dapat bertahan dengan godaan ini, apalagi saat merasakan ada cairan yang merembes dicelah kemaluannya. Ingin sekali mengangkat tubuhnya, tapi para istri lainnya pun pasti tengah mengalami hal yang sama dengan dirinya, berusaha menyelesaikan lomba secepatnya.
“Batang Pak Tama bangun!!!,,,” Jantung wanita itu berdegub semkain keras, mata indahnya tidak sengaja melihat celana Pak Tama yang menonjol.
“Kenapa Bu?,,,”
“Ngga apa-apa,,, cepat pak makan sosisnya,,,”
Tapi permintaannya itu justru membuat tubuhnya semakin tidak karuan, Zahra tidak bisa memastikan apa saja yang tengah dilakukan mulut lelaki itu dibawah selangkangannya, tapi yang pasti mulut lelaki itu semakin cepat bergerak, menggesek bibir vaginanya semakin cepat. Pak Tama yang tau apa yang tengah dipelototi oleh wanita itu, sengaja menggerakkan otot penisnya, memamerkan keperkasaan batangnya. Meski tertutup kain celana, Dokter cantik itu pasti dapat melihat dan memastikan seberapa besar betang yang bergerak nakal
“Owwwhhhh,,, Pak cepaaat habiiiskaaan,,, Aaagghhhh,,, Paak,,”
Tubuh wanita itu melejit, refleks terangkat saat kumis tebal Pak Tama berhasil menyelinap dan menusuk bibir vaginanya. Lagi-lagi wanita itu harus menyesal, kenapa tadi pagi memilih celana leggins yang tipis, tak mengira akan ada permainan seperti ini. Tak jauh dari dokter cantik itu, Nabila juga tengah berjuang membunuh rasa malunya. Komentar-komentar Rahadi membuat Nabila ingin menghajar bibir pemuda itu.
“Mbaaa,, tebel banget kayanya tu jembi,,, bener-bener bikin konti ku ngaceng,, jadi pengen masukin kaya malam kemarin,,, hehehee,,,”
“Banyak omong ni bocah, tinggal nikmatin aja masih sempat komentar, kalo masih cerewet aku bekep mulut mu pake ni pantat,,” Nabila benar-benar gerah dengan komentar Rahadi, terlintas keajadian malam itu saat bibirnya dan bibir Shita meberikan servis pada batang Rahadi.
“Ooowwhhh,,, mauu dong dibekep ama pantat montok mu mbaaa,,,”
“Cepeeet habisin,, atau ku pecahin dua telur mu ini,,,” seru Nabila sambil mencengkram dua telur kehidupan milik Rahadi, dan ancamannya ternyata cukup manjur, Rahadi yang kesakitan segera melahap sosis yang menggantung.
Tampaknya wanita cantik itu tengah berusaha untuk tidak nakal, dan menyelesaikan permainan secepatnya. Tapi nafas Rahadi yang mendengus panas tepat mengenai bibir vaginanya yang hanya dibalut kain tipis. Lutut Nabila gemetar, berusaha untuk tidak menurunkan pantatnya lebih dekat kewajah Rahadi.
“Oooowwwhhh,,, Diiii,,, jangan nakaaaal,,,” lirih Nabila saat Rahadi dengan sengaja menggesekkan hidung ke bibir vaginanya. Mati-matian wanita itu bertahan untuk tidak lagi mengkhianti suaminya.
Karena saat ini hatinya sudah cukup sakit melihat kemesraan pandangan mata suaminya dan Zahra. Yaaa,, sebatas pandangan mata yang mesra, karena Nabila percaya akan kesetiaan suaminya, lagipula dirinya yakin Zahra bukan wanita yang mudah tergoda oleh lelaki. Tapi hatinya jadi penasaran, apa yang tengah dilakukan Bandi pada Anjani, istri dari lelaki yang tengah dikangkanginya.
Tepat disamping Nabila, beberapa langkah dari tempat wanita cantik itu mengangkangi wajah Rahadi, Bandi telihat tengah digoda oleh Anjani yang menarik segitiga pelindungnya kedalam belahan pantat, seolah memamerkan kulit pantat yang putih mulus. Sepertinya gadis itu sengaja ingin membalas ulah nakal Bandi dikolam renang tadi malam.
Bandi tertawa lalu
meremas pantat mungil Anjani yang kencang, entah apa yang diucapkan
Bandi, hingga membuat Anjani terlihat tertawa, lalu menyentil batang nya
yang mengeras. Perlahan Bandi makan sosis yang menggantung. Siapapun
tau, jika gadis itu tengah menggoda Bandi, tapi lelaki itu hanya berani
mengusap-usap paha dan pantat mulusnya. Berkali-kali Anjani menurunkan
tubuhnya hingga vagina yang masih terbalut celana dalam putih itu
mengenai bibir Bandi, tapi lelaki itu menghindar dengan membuang
wajahnya ke samping sambil tertawa.
“Hihihi,, ternyata Pak Bandi juga jinak-jinak merpati, kalo ada istri nya sok jaim, tapi kalo ga ada,, wuuuhhhh,,, habis-habisan tempek ku dihajaaarr,,, hihihii,,” bisik Anjani yang agak kesal dengan sikap sok cool lelaki itu. Sementara birahi mudanya tengah terbakar.
Padahal saat itu hati Bandi tengah gundah, berkali-kali matanya melirik istrinya yang tengah dinakali oleh Rahadi, berkali-kali pemuda itu dengan sengaja mengakat kepala agar lidahnya dapat mengusap vagina istrinya. Dilihatnya Nabila tampak berusaha untuk bertahan, namun saat kain celana dalam yang mulai basah itu disapu oleh lidah Rahadi, mau tidak mau bibir seksinya melenguh menahan nikmat. gairahsex.com Sementara di sebelah kanannya Zahra tampak menggeliat menahan godaan bibir Pak Tama yang menciumi bibir vaginanya.
Berkali-kali bibir nya
merintih saat Pak Tama membenamkan wajahnya setelah menggigit potongan
sosis, dan dengan cepat Zahra mengangkat kembali pantatnya dengan wajah
yang tersipu malu. Tanpa disadari Bandi yang tengah mengamati sekitar,
tiba-tiba Anjani menarik celana dalamnya ke samping, lalu mengambil
sosis yang menggantung dan meletakkannya di bibir vagina, perlahan
pantatnya turun, mengarahkan sosis ke bibir Bandi.
“Asseeeemm,,, ni cewek, bener-bener ngerjain aku dah,,,” umpat Bandi, saat melihat batangan sosis terjepit divagina Anjani.
“Aaahh,, Masa Bodoh lahh,,,” dengan cepat Bandi menggigit sebagian sosis, tapi gerakannya yang terburu-buru itu justru membuat sebagian sosis yang tersisa masuk semakin dalam ke vagina Anjani.
“Oooowwhhh,,, Paaakk,,, Jangan nakaaall,,”
Meski pelan, Rintihan Anjani membuat Nabila menoleh,,,
“Mas Bandi,,, Maaass!!!,,,”
Jantung wanita itu seakan berhenti berdetak, Nabila yang sengaja membuka sedikit penutup matanya, melihat Bandi seperti tengah memasukkan batangan sosis ke dalam vagina mungil Anjani.
Tapi Nabila juga heran, jika suaminya memang tengah menakali Anjani, kenapa suaminya justru begitu takut bibirnya tersentuh vagina gadis mungil itu. Dengan giginya Bandi berusaha menarik keluar batangan sosis, tapi gerakan pinggul Anjani justru membuat sosis itu masuk semakin dalam. Membuat wajah Bandi kebingungan.
“Dasar,, gadis nakal,,,” gumam Nabila kesal,
“lihat apa yang bisa kulakukan pada suami mu,,,”
Perlahan Nabila menurunkan pantatnya, membenamkan wajah Rahadi di belahan pantat dan vaginanya, membuat pemuda itu terkejut tapi juga kegirangan.
“Mbaaa,,, Owwwhh,, wangi banget mba tempek muuu,, owwhhh,,,” Rahadi mendengus disela belahan vagina Nabila, menggerak-gerakkan hidungnya seolah ingin membelah vagina Nabila yang masih tertutup kain.
Kini justru Nabila yang kelimpungan, gerakan Rahadi membuat vaginanya begitu cepat basah, berusaha sekuat tenaga menahan lenguhan agar Bandi yang berada beberapa meter darinya tidak mendengar dan menoleh.
“Ooooggghhh,, RahAdiii,,, jangan digigiiiit,,,” Nabila terpekik tertahan, Rahadi yang memegangi pinggulnya tiba-tiba menekan pantat montoknya hingga wajah pemuda menghilang sepenuhnya, dan tanpa diduga mengigit bibir vaginanya.
Nabila berusaha mengangkat tubuhnya, tapi tenaga Rahadi mampu menahan.
“Diii,,, jangaaaan,, Oooowwwhh,, Aku bisaaa keluar kalooo diginiiin teruusss,,”
“Suuudaaaahhh,,,”
Nabila semakin kaget, disaat bibirnya merintih akibat ulahnya sendiri, saat itulah Bandi menoleh, pandangan mata mereka bertemu,,,”
“Maaaasss,, aku dikerjai Rahadi.,,,”
“Eeeeeenghhhhkkss,,Ooooowwhhhhhsss,,,,” Nabila melenguh menghantar orgasme dihujung tatapan suaminya.
Ingin sekali Nabila menerangkan bahwa dirinya tengah dikerjai Rahadi, tapi sulit baginya untuk berkelit, tubuhnya yang menggelinjang orgasme telah menerangkan segalanya. Bu Sofie yang melihat permainan mulai panas justru tertawa.
“Ayooo,,, cepaaaat,,, habiskan sosisnya,,, Yang cowok jangan nakal yaa,,,hahahaaa,,”
“Aku hitung sampaai sepuluh,,, kalo ga habis bakal aku kasih sosisnya Mang Kholil lhoo,, hahahaa,,,”
Mendengar nama nya disebut untuk ditawarkan, membuat Mang Kholil tertawa girang.
“Waaahh,, bener nih punya aku mau dikasihin keteman-teman ibu?,,,heheee,,makasih Buu,,,”
“Yeee,, jangan girang dulu,, bukan buat yang cewek,, tapi buat cowok yang kalah,,”
“Anjrit,,,”
“Asseeemm,,,”
Serentak para cowok yang mendengar obrolan Mang Kholil dan Bu Sofie mengumpat, bergegas menghabiskan sosisnya. Zahra tersenyum kecut, saat Pak Tama menghentikan kenakalannya, kain celana leggins nya tampak sangat basah, entah oleh ludah Pak Tama, entah oleh rembesan cairan vaginanya, tapi yang pasti Dokter cantik itu mampu bertahan. Begitu juga dengan Hanif dan Rahadi, sambil tertawa kedua orang itu mengunyah habis sosisnya. Lidah Darto yang tengah asik menikmati labia mayora milik guru cantik bernama Aida, mengumpat berkali-kali. Yaaa Aida dengan sukarela menyibak celana dalamnya kesamping karena tak mampu bertahan atas rayuan Darto.
“Asseeem,,, emang aku Maho,,,” umpat Darto, setelah menarik lidahnya dari lorong vagina Aida yang baru saja mendapat orgasme, tapi sosisnya masih utuh, belum digigit sedikitpun.
Sambil tersenyum nakal, dengan bibirnya Darto menarik lepas sosis yang masih utuh menggantung, lalu dengan mulutnya memasukkan sosis yang memiliki potongan cukup besar itu ke vagina Aida. Membuat wanita itu menjerit kaget.
“Akuu,, titip dulu,,, ntar setelah lomba baru kuambil,,,” bisik Darto, sementara Aida cuma bisa mengangguk, lalu mengangkat tubuhnya untuk berdiri.
Kakinya terlihat gemetar, menahan geli akibat sosis yang bersemayam di dalam vagina. Tersisa Bandi yang kelimpungan, terpaksa mengais-ngais vagina Anjani, berusaha menarik keluar sosis yang masuk semakin dalam ke vagina Anjani.
“Ooowwhhsss,,Ni Paaak,,, aku bantu ngeluarin,,,” ucap Anjani disela desahannya, mengencangkan otot vaginanya, hingga membuat batangan sosis yang tersisa sedikit itu meloncat keluar, seiring dengan cairan orgasme yang menghambur.
“Ooowwhhhh,,,” kaki Anjani gemetar, orgasme diatas wajah Bandi yang kelimpungan, di bawah tatapan Nabila dan peserta lomba lainnya.
Terlihat jelas wajah malu Nabila, meski ia tau suaminya tengah dikerjai, tapi tidak bagi yang lainnya, yang hanya menonton prosesi hebohnya orgasme Anjani. Jika yang lainnya justru tertawa dan bersorak menganggap itu adalah kemenangan Bandi sebagai seorang lelaki, tidak begitu halnya dengan Zahra, wanita cantik itu terlihat sangat kecewa. Menggenggam erat ujung kaosnya untuk meredam emosi, cemburu, marah yang membaur menjadi satu. Tapi wanita itu cuma bisa terdiam, sedikitpun dirinya tidak memeliki hak untuk marah, Bandi bukan suaminya, bukan pula kekasihnya, karena masa bagi dirinya dan Bandi telah habis beberapa tahun yang lalu.
“Okeee,,, permainan selesai,,”
“Sambil menunggu Mang Kholil mengambil minuman, kita istirahat sebentar,,,” Seru Bu Sofie, tanpa rasa bersalah setelah memberikan permainan yang begitu gila.
“Ingat,,, permainan selanjutnya bakal lebih gila,,, tapi bagi mereka yang menang akan mendapatkan mobil aku sebagai kenang-kenangan,,,” Sambungnya, lalu berjalan menuju kesebuah pohon.
Mereka yang awalnya ingin protes menjadi tertawa, saling pandang, tertantang untuk mendapatkan Honda CRV milik Bu Sofie.
No comments:
Post a Comment