AREA BASAH

Thursday, May 19, 2016

Cerita Dewasa , Holiday Paradise Part 2.

AGEN POKER

Cerita Dewasa / Cerita Sex / Cerita ABG / Cerita Dewasa Hot / Cerita Dewasa SMA / Kumpulan Cerita Dewasa 

Nabila meloncat dari ranjangnya dengan wajah kaget. Jam di samping ranjang menunjukkan Pukul 07.30, Nabila khawatir mereka akan ditinggalkan oleh rombongan yang berangkat pukul 09.00 waktu setempat dengan tepat. Bagaimana tidak, sejak kemaren sore mereka bermain gila-gilaan hingga semalam suntuk, mungkin ini sebuah pemanasan yang berlebihan untuk bulan madu mereka yang tertunda. 

Namun Nabila terpaksa sedikit lebih lama menyabuni tubuhnya, setiap bagian tubuhnya terasa lengket, entah oleh keringat mungkin juga karena cairan mereka yang menghambur keluar. Nabila tersenyum sendiri saat teringat aksinya tadi malam, dirinya berhasil meyakinkan Bandi suaminya bahwa sperma yang mengalir keluar dari vaginanya adalah milik Pak Regar dan disebabkan keadaan yang sangat memaksa. Busa sabun yang menutupi sebagian kulitnya membuat tubuh itu semakin eksotis, baru kali ini dia merasa bangga ketika Pak Regar memuji tubuhnya dan mencumbunya dengan sangat bernafsu.

Padahal sebelumnya dirinya selalu jijik jika pria itu memandangi nya dengan penuh nafsu. Nabila berdecak kagum dihadapan cermin kamar mandinya, dibiarkannya shower manyapu busa sabun yang tersisa. Jika suaminya memang mengizinkannya untuk bersenang-senang pada liburan nanti, lalu kenapa dia harus menahan diri untuk mencari kesenangan, begitulah yang ada di otak Nabila saat ini. Air shower yang hangat membuatnya betah untuk berlama-lama melihat tubuh telanjangnya dialiri air yang menciptakan sungai-sungai kecil, mengalir disela bukit payudaranya yang membusung dan akhirnya menyelusup keselangkangannya. 

Komentar apa yang akan keluar dari bibir teman-teman suaminya itu jika dirinya membiarkan tubuhnya ditelanjangi oleh pandangan mereka. Adakah kekaguman bila dirinya membiarkan payudaranya tersenggol oleh ulah mereka yang usil?  Adakah celoteh-celoteh nakal yang terlontar bila dirinya membiarkan selangkangannya diintip oleh mata nakal mereka?. Oohhh,,, tampaknya Nabila sangat ingin menikmati petualang-petualangan yang mendebarkan. Tapi Nabila kemudian mendesah panjang, tidak mungkin semua itu terjadi, dia adalah seorang istri yang baik-baik dari suami yang baik-baik pula. Biarlah kegilaan yang kemarin menjadi intermezzo dalam kehidupannya yang takkan terulang lagi.

“Dok,dok,dok,,,”

“Sayang, buka dong pintunya, bisa telat nih kita,” teriak Bandi, yang bergegas masuk kedalam kamar mandi setelah dibukakan pintu oleh Nabila.

######################

Bandi hanya bisa tersenyum kecut, ketika kedatangannya disambut oleh ocehan Darto dan Hanif. Tapi setidaknya pria itu bisa bernafas lega karena bis wisata yang mereka carter belum datang. Bandi menurunkan istrinya beserta tas dan koper dan memarkir mobil di basemen gedung. Setelah meyakinkan tidak ada yang tertinggal dimobil, Bandi bergegas untuk berkumpul dengan teman-temannya. Dari kejauhan Bandi melihat Nabila sedang asik berbincang dengan Zahra dan Bu Sofia tepat didepan pintu masuk kantor. sementara disamping mereka Rahadi bersama istrinya Anjani yang masih sangat muda sedang bercengkrama dengan Shita, rupanya diam-diam Rahadi mencoba menjalin keakraban antara Anjani dengan Shita.

Tak jauh dari mereka, Pak Tama, Hanif dan Darto asik mengisap rokok mild mereka, tapi yang membuat Bandi jengah adalah tatapan ketiga cowok itu yang tak pernah lepas dari tubuh para wanita, khususnya Nabila yang mengenakan celana jeans ketat selutut dipadu kaos lengan panjang yang cukup kebesaran untuk tubuh rampingnya.  Sambil berjalan mendekati Aida, Istri Hanif yang duduk terpisah disamping gedung, Bandi mengeluarkan rokoknya. Aida mencoba tersenyum ketika melihat Bandi mendekat namun kemudian kembali asik dengan telpon celuler yang dipegangnya. 

Bandi mencoba menilai-nilai wanita disampingnya, Hanif sering bercerita tentang istrinya yang pemalu dan agak kuper dalam bersosialisasi. Tak heran jika dirinya menyendiri agak jauh dari yang lain. Namun yang membuat Bandi terkesima adalah dandanan Aida yang sedikit nakal dari yang biasa dikenakannya. Rok putih lebar yang sangat pendek dipadu kaos merah menyala tanpa lengan yang ngepres dibadannya.

“Kostum yang bagus untuk liburan,” seru Bandi sambil menyulutkan api ke rokoknya.
Aida langsung mengangkat kepalanya, dengan wajah memerah Aida mencoba mengapitkan kedua lengannya untuk melindungi dadanya yang menjadi pemandangan indah bagi Bandi, tapi payudara itu justru semakin membusung.

Bandi yang ikut kikuk karena komentarnya sendiri tertangkap basah melototi dada istri temannya itu.
“Kamu semakin terlihat cantik dengan baju itu, dan aku rasa liburan ini akan semakin menarik dengan kehadiranmu,” ucap Bandi berusaha membuat suasana lebih santai.

Wajah wanita berkacamata dengan lesung pipit dikedua pipinya itu semakin memerah, namun apa yang diucapkan Bandi membuatnya sedikit rileks.

“suami ku yang memilihkan baju-baju ini, karena tidak ingin dirinya malu dihadapan teman-teman,” kata Aida jujur.

“Hei, apakah itu gambar mu,” sela Bandi ketika melihat sebuah gambar kecil dengan pose yang menantang di sebuah laman jejaring sosial pada HP yang tengah dipegang Aida.
Aida sontak tertawa dan dengan cepat menyembunyikan HP nya kedalam tas,
“Hahaha,,, kamu ga boleh melihat ini”.

“Lalu siapa yang berhak, ayolah,,, sepertinya banyak sekali komentar yang kau kumpulkan untuk gambar itu, pasti gambar itu benar-benar menarik minat para lelaki,” seloroh Bandi penasaran.
“Tidak juga, hanya beberapa gambar request dari beberapa teman yang tidak pernah aku kenal,” jawab Aida dengan sedikit ragu menyerahkan HP nya ke telapak tangan Bandi.

Dengan cepat Bandi menyambut, dan dengan cepat pula decak kagum mengalir dari mulutnya seiring jempolnya yang mengekplorasi beberapa gambar menantang lainnya.

“Aku ga percaya, kau dapat berubah menjadi begitu menggairahkan, lihatlah ratusan komentar yang kau dapat, sepertinya kau benar-benar memikat mereka,” ucap Bandi ketika mendapati sebuah gambar yang begitu menantang, tubuh montok dengan rambut yang masih basah dan hanya mengenakan handuk.

“Mungkin,,, tapi dalam dunia nyata aku tetap saja menjadi seorang pecundang, dan tidak akan pernah mampu menyaingi istri mu atau bu Zahra yang selalu menjadi pusat perhatian, dan begitu mudah bergaul dengan siapa saja.” lirih wanita berkacamata itu.

“Dan kau dapat melihat sendiri, hanya didunia maya aku berani berekspresi, karena disitu tidak seorang pun yang mengenal jati diriku sebenarnya,”

Ada nada kecewa akan keterbatasan yang dimilikinya sebagai wanita desa yang dipinang oleh perjaka Kota dan harus bergaul dengan istri-istri suaminya yang selalu tampil modis dan percaya diri. Tepat seperti yang diceritakan Hanif, Hanif sendiri sudah ribuan kali berusaha membangkitkan kepercayaan diri istrinya itu.

“Aku tidak melihat satupun cacat pada diri mu yang dapat membuat mu malu, bahkan bibir mungil dipadu dengan lesung pipit yang manis, dan mata lentik berhias kacamata yang manis itu dapat membuat para lelaki tergila-gila pada mu, yaa,, seperti aku ini,,”

Aida terkekeh, “Hahaha,,, kamu bisa saja, lelaki mana yang melirik wanita yang sudah beranak satu ini, bahkan suami ku pun kini sudah jarang memuji, apalagi sampai memuji tubuh yang sudah mulai berantakan setelah melahirkan,”

“O, ya? Maaf, bolehkah aku meminta mu untuk berdiri sebentar,”

Dengan ragu-ragu Aida mengikuti permintaan pria yang sempat beberapa kali diajak oleh Hanif untuk bertamu ke rumah mereka.

“Eemmmhhh,,, bisakah kamu berdiri agak tegak, yaaa,, mungkin kamu dapat sedikit membusungkan dada mu, yaa begitu,,” 

Bandi terus memberi intruksi, matanya tak melihat adanya gumpalan lemak pada perut yang ramping itu, bahkan bukan hanya payudaranya saja yang menggairahkan, kakinya yang membunting padi dengan pangkal paha yang sekal membuat gairah Bandi semakin menggelitik. Namun mata nakal Bandi agak kesulitan untuk mengamati pantat yang terbalut rok dengan lipatan-lipatan lebar. Tampaknya Hanif berhasil menyulap istrinya untuk liburan ini. Seakan mempersiapkan istrinya untuk disantap. Sebuah perubahan yang sempurna dari seorang gadis desa menjadi seorang wanita yang menggairahkan, hanya saja yang menjadi kendala adalah rasa percaya dirinya yang bermasalah.

“Bila kamu berdiri seperti itu, mungkin tidak akan yang mengira bila kamu sudah memiliki satu anak, dan ku rasa dada mu tidak kalah dengan istri ku, bahkan lebih besar,”

Walau birahinya bergejolak saat menyaksikan dengan bebas bagaimana wanita yang sangat pemalu itu membusungkan payudaranya yang terbilang besar dan masih kencang, namun Bandi berusaha membuat suaranya setenang mungkin. Entah bagaimana, gairahsex.com obrolan yang awalnya kaku itu semakin mencair bahkan lebih terbuka. Aida merasa senang dengan pujian yang dilontarkan Bandi. percaya dirinya menyeruak dengan malu-malu. Matanya berkali-kali memergoki pria disampingnya itu memandangi payudaranya berlama-lama dengan binar kagum.

“Aku berani bertaruh, aku dapat membuat mu memiliki percaya diri dan menjadi pusat perhatian pada liburan ini, asalkan kamu mengikuti saran yang ku berikan,” ucap Bandi setelah Aida kembali duduk disampingnya.

Jarak mereka yang cukup jauh dari rombongan membuat rasa malu Aida sedikit berkurang, setidaknya tidak ada yang memperhatikan dirinya cairann Bandi.

“Ah,,, Kamu ada-ada saja. Sudahlah,,, kamu terus saja mengomentari tubuhku, Apa kamu tidak tertarik dengan wanita-wanita yang lebih menggairahkan itu” jawab Aida tidak percaya.
Sesaat Bandi mengalihkan pandangannya, tampak Zahra yang megenakan rok panjang lengkap dengan penutup kepala nya sedang merangkul Darto yang ikut bergabung dengan Nabila dan Bu Sofia. namun Aida yang kini dihadapan lebih menarik perhatiannya.

“Ayolah,,, Aku berani berbugil ria keliling monas bila aku gagal,”
Sontak Aida mengernyitkan dahinya namun sesaat kemudian bibir mungil itu tertawa lebar. Baru kali ini Aida dapat bercanda lepas dengan pria teman suaminya.

“Tapi, apabila Aku berhasil, mungkin Aku dapat sedikit mengambil upah atas tubuhmu ini,” kalimat yang dilontarkan Bandi semakin nakal, Aida yang tertawa langsung terdiam.

“Aaa,, apa yang akan kamu minta dari tubuh aku?” dengan tergagap Aida bertanya.
Ada tekad dihati Bandi untuk dapat meraih satu orgasme dari tubuh istri temannya itu, apalagi secara tidak sengaja tiupan angin nakal menyingkap kain rok yang ringan, sepasang paha mulus yang sekal terpampang di depannya. Dengan malu-malu Aida segera merapikan roknya, mengapit sisi kain diantara pahanya.

“Mungkin akan ku pikirkan nanti, setelah usaha ku menumbuhkan rasa percaya diri mu berhasil. Tapi satu yang pasti, aku sangat berminat dengan apa yang tersembunyi di balik kaos merah ini, bahkan jika diizinkan aku ingin sedikit berkenalan dengan milik mu yang tersembunyi dalam kain indah ini,” ucap Bandi sambil meletakkan telapak tangannya diatas paha Aida yang tertutup rok.
“Eehh,ehm,,jangan nakal ya,,” seru Aida, menepis tangan Bandi dengan cepat.

“Shit,,,” Bandi mengumpat dalam hati, hanya gara-gara tak mampu membendung nafsu, telapak tangannya itu telah merusak semua rencana, mungkin dirinya harus sedikit bersabar, Aida memang bukan wanita seperti Shita atau wanita lainnya yang begitu mudah diajak ke tempat tidur.

“Upss,,, maaf,,, aku terlalu bergelora saat melihat kulit mulus mu,” Ujar Bandi serampangan, dan hatinya kembali mengumpat, kenapa mulutnya harus begitu jujur menturkan isi hatinya.
Suasana kembali kaku, Bandi tidak lagi memiliki kata-kata yang tepat untuk mencairkan suasana.
“Kemana eemm,,anak mu dititipkan,” ucapnya asal, meski tak yakin kalimat itu dapat memperbaiki suasana, bahkan suara yang keluar dari mulutnya agak serak dan terbata.

“Sial, sial,sial,,” umpatnya dalam hati, saat melihat Aida justru tertawa melihat kegugupannya. Bahkan tubuh wanita itu sampai terguncang membuat payudara turut bergoyang.

“Apakah kata-kataku memang lucu,” hati Bandi menjadi kesal dengan sikapnya sendiri.
“Eemmm,, lalu apa yang harus aku lakukan untuk menumbuhkan rasa percaya diriku,” ucap Aida tanpa menjawab pertanyaan Bandi, Aida sadar lelaki di depannya kini merasa bersalah dan menjadi serba salah.

“Yaa,, mungkin kita bisa memulai dari sekarang,” ucap Bandi.
“Apakah harus menggunakan telapak tanganmu,” balas Aida cepat, sepertinya wanita itu justru ingin meledek Bandi.

“Tidak, tidak, maaf atas perbuatanku tadi. seperti yang kubilang tadi, kamu dapat memulai dengan belajar menegakkan punggung, sehingga payudara itu semakin membusung, dan biarkan kedua bukit itu mendominasi pemandangan dari tubuhmu,” Bandi kembali berusaha menguasai keadaan setelah sadar dirinya sedang dikerjai oleh istri temannya itu.

Dan benar saja, kini giliran Aida yang kembali kikuk dan bingung, haruskah dirinya mengikuti saran lelaki yang hanya dikenal dari suaminya. Tapi tak urung saran itu diikutinya juga.
“Apakah seperti ini?” ucapnya menahan malu, payudaranya memang terbilang besar, apalagi jika harus duduk tegak seperti itu.

“Ya,ya,,, mungkin kamu bisa sedikit bersandar agar tidak terlalu capek, tapi jangan pernah lagi menekuk pundak dan menundukkan kepala, biarkan kepala mu tetap tegak, dan yakinlah kamu tidak kalah cantik dengan wanita manapun…dan mungkin sekarang saat yang tepat untuk menguji kelebihan yang kamu miliki, aku yakin dengan keindahan tubuh yang kau miliki, kamu dapat menggoda penjaga kantor itu,” ucap Bandi sambil menunjuk seorang pria paruh baya di sebrang mereka, Mang Engkus.

“Tapi apa yang harus ku lakukan,” balas Aida yang kebingungan,

“Sekarang ikuti intruksiku,,, Ok, coba rentangkan kedua kakimu,,, ya,, terus,, biarkan angin menyapa kulit, bagus,,,dan tetaplah menatapku seolah kita sedang mengobrol,, bagus,,,” Mata Bandi yang begitu tajam menatap Aida seakan memberikan semangat kepada ibu muda yang berusaha menahan malu mengikuti intruksinya.

Tak urung aksi itu membuat jantung Aida berdegup kencang, ini adalah untuk pertama kalinya Aida memperlihatkan selangkangannya yang hanya tertutup oleh pakaian dalam kepada pria lain. Jemarinya meremas bangku kayu dengan kuat, Aida sangat yakin jika penjaga kantor itu memang tengah menatap selangkangannya pasti mendapati sepasang paha montok yang menggairahkan.

“berapa lama aku harus melakukan ini,” Tanya Aida, dirasakannya semilir angin dengan mesra menjamahi kulit pahanya, membuat bulu-bulu halus yang menghias paha sintalnya berdiri.

“Teruslah, Biarkan rasa malu menguasai dirimu, biarkan rasa malu menyelimuti seluruh tubuhmu, rasakanlah wajah mu yang mulai terasa panas dan memerah, dan terus nikmati rasa malumu,” Aida memejamkan matanya, membayangkan ekspresi pria di hadapannya yang siap menerkam tubuhnya.

“Nikmati rasa malu itu, hingga kamu mampu menguasai tatapan nakal pria itu,” kata-kata Bandi bagai menghipnotis geraknya, Tanpa sadar Aida semakin membuka pahanya semakin lebar.

“Dan sekarang tarik sedikit rok mu, biarkan pria itu menikmati paha dalam mu, biarkan pria itu menerkam kemaluan mu dengan matanya.”

Sontak mata Aida terbuka, Wajahnya menunjukkan kata-kata protes, jika hanya mengangkangkan kakinya mungkin tidak terlalu masalah, tapi dengan membuka roknya semakin keatas sama saja memberi undangan terbuka kepada Mang Engkus. Meski wajah Bandi dan Aida tetap saling menatap, tapi mata mereka sesekali melirik dan memperhatikan apa yang tengah dilakukan Mang Engkus.

“Tidak Bandi, Aku tidak mau jika harus melakukan itu,”
“Ayolah, Aku yakin kamu dapat menggoda pria itu, lihatlah dia mulai memperhatikanmu, Oowwhh,, pria itu mulai menundukkan tubuhnya mengambil sesuatu tapi aku yakin dirinya hanya ingin mencari tau apa yang tersembunyi dibalik rok mu itu, mungkin kau bisa memberinya sedikit rejeki di pagi hari,” goda Bandi.

“Tapi aku tidak mengenakan apapun selain celana dalam,” balas Aida cepat.
Lagi-lagi Bandi menganggukkan kepalanya menegaskan kepada wanita muda itu bahwa inilah waktu yang tepat untuk mengubah pribadinya. Sementara hati Aida mencoba mencari-cari pembenaran atas apa yang dilakukannya saat ini.

Setelah menghela nafas panjang, jemari nya secara pasti menarik rok itu semakin ke atas. Meski tidak yakin dapat merubah sifat pemalunya, setidaknya Aida ingin menikmati sedikit kenakalan yang tidak pernah dilakukannya. Sepasang paha putih nan sekal, perlahan mulai terpampang dengan lebih jelas berujung pada secarik kain pelindung, seandainya Bandi sedikit menundukkan kepalanya maka dirinya akan dapat pula menikmati suguhan indah di pagi hari nan indah itu.

“Apakah ini cukup,” suara Aida terdengar berat. Beberapa tetes keringat menetes diwajah wanita berkacamata itu. Sementara jemarinya kini meremas tangan Bandi dengan kuat, seakan meminta dukungan atas apa yang dilakukannya.

“Ya, kurasa cukup,” ada nada-nada cemburu dan iri dimata Bandi atas keburuntungan yang tengah dinikmati Mang Engkus. Tekad Bandi untuk dapat menyetubuhi Aida semakin menggebu, dan ini adalah jalan pintas terdekat untuk cita-cita nya tersebut.

Mang Engkus yang memang sedang menikmati pemandangan indah itu, semakin dibuat kelimpungan ketika dua paha sekal yang membuat batangnya berdenyut keras mulai memberikan akses pemandangan yang lebih gila, Sepasang paha mulus yang berujung pada segitiga bermuda berbalut kain biru muda, yang menjadi misteri bagi lelaki yang tak pernah lulus SD ini. 

Aida merasakan vaginanya mulai basah, seandainya Mang Engkus berada lebih dekat mungkin pria paruh baya itu dapat melihat bagaimana celana dalam itu mulai lengket dan basah. Sementara Bandi berulangkali mengumpat dalam hati atas kemujuran yang didapat Mang Engkus, ingin sekali Bandi menyibak rok Aida dan melihat bagaimana keindahan selangkangan wanita di sampingnya itu. Tanpa diduga, Aida memalingkan wajahnya dan menatap Mang Engkus yang hampir terjengkang karena kaget dan berlalu pergi dengan cepat.

“Kenapa pria itu pergi,,,” keluh Aida, padahal dirinya hanya ingin melihat wajah lelaki yang telah menikmati keindahan tubuh yang ditawarkannya.

“Tidak,tidak,,, justru kau telah berhasil menguasai rasa malumu dengan berani menatap pria itu, lihat pada akhirnya dia yang malu, bukan kamu, kaulah pemenangnya”

“Ya kurasa ini sudah lebih dari cukup, pria itu tak mampu melawan godaanku,” ucap Aida dengan senyum lebar.

“Teeett,,,Teeet,,,” suara klakson bis wisata yang begitu kencang membuat Bandi dan Aida terkaget.
Mang Engkus yang sempat menghilang dibalik gedung kembali menunjukkan batang hidungnya dan bergegas mengarahkan bis besar yang memasuki halaman kantor. Sesekali matanya mencoba melirik Aida berharap menemukan pemandangan seperti yang dinikmatinya tadi.

“Lihatlah, apa yang telah dilakukan selangkangan mu pada pria paruh baya itu, ternyata kau memang nakal,” bisik Bandi sambil beranjak.

“Tapi ku rasa bukan hanya pria itu yang menikmati,,,” balas Aida menggoda. Entah kenapa Aida merasa memiliki kebebasan untuk bercanda dan sedikit menggoda pria yang telah berhasil ‘menelanjangi’ tubuhnya ditengah umum.
Bandi hanya terkekeh,

“Eitss,, ingat tubuh mu harus selalu tegak, dan biarkan aku menikmati keindahan payudara mu, ehmm,, maksud aku para lelaki,” ucap Bandi mencoba mengiringi langkah kaki Aida menuju rombongan yang sibuk mengepak tas mereka kebagasi.

Mungkin ada benarnya yang diinginkan Pak Tama, dengan menggunakan bis wisata, mereka akan lebih cepat akrab dibanding menggunakan mobil pribadi masing-masing.

############################

Nabila merentangkan kedua tangannya dan mengambil nafas panjang untuk mengisi rongga parunya dengan udara pantai yang begitu segar. Zahra yang ada disampingnya hanya tersenyum melihat ulahnya. Di hadapan mereka tampak sebuah cottage yang keseluruhan bangunannya menggunakan kayu dan atap dari rumbia, dikeliling sebuah pagar yang cukup tinggi. 

Sebuah pemandangan yang sangat artistik dengan nuansa natural, mungkin pencipta bangunan ini sengaja mempertahankan kealamian pemandangan yang ada, walaupun disana-sini terdapat beberapa tambahan bangunan permanen untuk menjaga keamanan dan penunjang fasilitas. Dengan ditemani Hanif, Bandi menemui penjaga cottage yang dijaga oleh seorang lelaki berumur 40an dan seorang wanita muda yang bertugas sebagai juru masak bagi para tamu yang menginap, kulit mereka yang hitam seakan memberi tanda bahwa mereka memang telah lama mendekam dipulau tersebut.

Sementara Pak Tama terlihat sibuk memberikan beberapa isyarat kepada Shita, memang cukup sulit menjaga kerahasiaan hubungan dengan simpanannya itu. Walau bagaimanapun Shita adalah wanita normal yang mengharapkan kemesraan perlakuan penuh kasih sayang dari pasangannya. Untungnya semua wanita, teman Bu Sofia, telah mengetahui skandal itu, dan mereka mencoba menemani Shita.
“Hei,,hei,,, disini menyediakan 7 kamar, dan pada kunci-kunci ini terdapat nomor dari kamar, dan aku bersama Nabila akan mengambil kamar nomor lima, dan untuk menghormati Pak Tama yang akan meninggalkan kita, ada baiknya kamar dengan nomor satu kita persilahkan kepada bapak untuk menempati,” terang Bandi sambil menyerahkan kunci kamar kepada Pak Tama.

Bandi sengaja mengambil kamar nomor lima karena kamar tersebut ada dilantai dua dengan jendela tepat mengarah ke kolam renang dibawahnya. Sedangkan Hanif mengambil kamar paling belakang. Setelah membagi kunci yang akan menentukan dikamar mana mereka akan tidur, ruang lobby sekaligus ruang untuk bersantai itu perlahan kembali sepi. Matahari masih memberikan mereka beberapa menit untuk melepas lelah sebelum bersama-sama menyaksikan sunset pertama dipantai yang indah itu.

###############################

Pak Tama menghisap dalam-dalam rokok yang masih tersisa setengah, pandangannya tidak lepas dari tubuh sekal Aida yang asik menanti ombak yang datang silih berganti, menyapa jemari kaki, membuat kaki indah itu sedikit terbenam dalam timbunan pasir. Telah lama memang dirinya menyimpan hasrat pada wanita berkacamata itu. Dan mungkin inilah masa-masa yang tepat untuk menjajal kehebatannya pada tubuh wanita yang memiliki tubuh bohay itu. Sesekali roknya terangkat tertiup angin laut yang nakal, memperindah pemandangan dengan latar belakang sunset dipantai eksotis itu. gairahsex.com Bandi yang ada disampingnya masih sibuk mengotak-atik GPS yang dipinjamnya dari Mang Kholil, si penjaga cottage. 

Sesekali Bandi tersenyum menyaksikan keberhasilannya menyulap pribadi seorang Aida, Bandi sangat yakin jika wanita itu menyadari tatapan nakal Pak Tama karena matanya sesekali melirik kearah Pak Tama yang tak bergeming dari pandangannya. tampaknya ia tengah menguji saraf rasa malunya di hadapan Pak Tama.

“The party is begin, tentukan targetmu, taklukkan dan nikmati sepuasmu,” seru Darto yang datang diiringi Hanif dan Rahadi.

“Naf, sepertinya sudah ada yang menjadikan istrimu sebagai target,” tambah Darto melontarkan umpan. Sementara yang disinggung mengangkat kedua bahunya dan tertawa lebar, Hanif sepertinya memang sudah mempersiapkan hatinya untuk pesta ini, bahkan dirinya mendadani Aida seindah mungkin seakan menawarkan kepada para gladiator yang berminat.

“Terus terang saja, aku telah menetapkan seluruh wanita disini sebagai target ku, dan tentu saja termasuk istrimu,” ucap Hanif sambil menepuk bahu Darto, lelaki itu memang terbiasa bicara ceplas-ceplos namun solidaritasnya kepada teman patut diacungi jempol.

“Silahkan saja, jika kau mampu menaklukkannya,” jawab Darto tak ingin kalah.
“Aidaaa,,, ayo sini,,,” terdengar suara Zahra yang tengah menuju gazebo bersama para wanita lainnya.

Sore itu Zahra tampak anggun dengan penutup kepala berwarna biru muda, senada dengan kaos yang dikenakannya, celana panjang dari bahan tisyu yang dikenakannya cukup sukses mencetak kaki indah yang tak pernah terekspos didepan umum. Siapa pulakah yang beruntung mengayuh tubuh indah dengan paras yang cantik itu.

“Ok, agar liburan ini lebih berarti aku ingin menawarkan beberapa acara, dan untuk diketahui acara ini tidak mengikat siapapun jadi apabila ada diantara kita tidak dapat ikut ataupun malas untuk ikut berkumpul tak mengapa,,,” Sebagai calon pemimpin yang baru pada anak perusahaan, Bandi mencoba menunjukkan power dengan gayanya sendiri.

Bibir Bandi dengan tenang memaparkan beberapa ide acara yang ada dikepalanya, dan tampaknya semua yang ada disitu mengaggukkan kepala tanda setuju. Tanpa disadari yang lain, tampak sepasang mata penuh rasa kagum terhadap pribadi Bandi yang tenang dan terkadang cukup humoris. Obrolan berlanjut pada hal-hal yang ringan. 

Hanif yang mencoba mendekati Anjani dengan menawarkan sepotong kentang goreng yang sudah jatuh kelantai, ulah Hanif itu tentu saja membuat Anjani terpingkal. Rahadi yang paham dengan gelagat Hanif mencoba memberi tempat dengan alasan mengambil wedang jahe untuk gelasnya yang memang telah kosong. Gazebo itu memang terbilang cukup besar dengan atap daun nipah, dengan beberapa tempat duduk yang terbuat dari batangan-batangan pohon dipotong seukuran kursi yang diletakkan secara acak.

Empat buah meja dari batu besar berwarna hitam sepanjang satu meter terletak disetiap sudutnya. Suara canda dan tawa mulai mengalir menandakan keakraban yang mulai terjalin, sungguh suasana keakraban yang sangat hangat, sehangat wedang jahe yang dihidangkan Lik Marni, istri Mang Kholil. Namun siapa yang menduga kehangatan tersebut dalam beberapa jam kedepan akan menjadi sangat panas, dihias berbagai desahan dan jeritan yang tertahan dari para betina, berselimut rasa solidaritas penjantan terhadap pemiliknya. 

Pak Tama sesekali melirik tubuh Lik Marni yang telah menyulap dirinya dengan pakaian ala pelayan dengan kain kebaya lengkap dengan jariknya, sementara Mang Kholil mengenakan celana hitam yang longgar dengan kain sarung yang dilipat rapi. Harus diakui, Lik Marni memang memiliki wajah yang hitam manis khas wanita jawa pesisir, meski kulitnya sawo matang namun tubuhnya begitu kencang mendukung gerakannya yang lincah dalam melayani berbagai permintaan para tamu cottage. 

Pak Tama meneguk ludahnya ketika Lik Marni berjalan menjauh, meninggalkan pemandangan yang begitu indah, bokongnya yang cukup besar berayun gemulai seakan mengundang untuk dicicipi. Dan sepertinya bukan hanya Pak Tama yang tertarik dengan olah gerak dari tubuh wanita muda itu, karena tatapan Rahadi dan Hanif pun tak terlepas dari geol nakal tubuh yang terbalut erat kain khas wanita desa itu. Mang Kholil yang menangkap tatapan nakal para lelaki hanya tersenyum, dirinya telah terbiasa menghadapi para tamu yang menunjukkan minat pada tubuh istrinya.

“Silahkan disantap tuan-tuan, kalo ada keperluan lain bisa memanggil saya atau istri,” ucap Mang Kholil sambil tersenyum penuh makna, lalu pergi meninggalkan gazebo.

Bandi yang sibuk meladeni celoteh manja Nabila beberapa kali melotot melihat ulah Aida sepeninggal Hanif. Tampaknya wanita itu telah begitu pandai menonjolkan keindahan tubuhnya, dengan tatapan genit sesekali Aida merentangkan akup pahanya dengan begitu lebar memamerkan paha sekal dan selangkangan yang terbalut kain putih. Ada sensasi luar biasa pada diri Bandi dan Aida ketika berusaha untuk saling memberi dan menerima keindahan ditengah hiruk pikuk tawa dan canda. Untuk kesekian kalinya Aida merentangkan kakinya, hanya saja kali ini lebih lama dari sebelumnya, seakan mempersilahkan kepada Bandi untuk lebih mengenali bagian paling sensitifnya. Sementara matanya bersiaga mengawasi sekelilingnya.

AGEN POKER TERPERCAYA 

Untung tak dapat dicegah, Zahra yang masih penasaran dengan keindahan pulau itu mengajak Nabila untuk sedikit berjalan-jalan. Bagi Zahra sinar mentari senja yang menapaki setiap bulir pasir dapat menyajikan ketenangan. Langkah kaki Zahra dan Nabila tampaknya juga diiringi oleh yang lain. Kini tinggallah Bandi yang semakin bebas melumat pemandangan di hadapannya, tapi Bandi harus mendengus kecewa ketika Aida beranjak dari tempat duduknya dan menuju kearahnya. Dan kini wanita itu telah duduk di sampingnya, dan terhentilah semua pemandangan itu.

“Aku lebih berharap kau tetap duduk di sana dan menikmati hidangan yang kau tawarkan,” ucap Bandi dengan suara sepelan mungkin.

“Ooo Ya?,, apakah kau tidak ingin mencicipi hidangan itu,” jawab Aida dengan suara tak kalah pelan.
“kapan lagi kau akan mengambil upah atas terapi nakal mu ini,” belum sempat Bandi menjawab Aida telah beranjak, namun wanita itu tidak menuju pintu cottage tapi kearah samping kebagian salah satu sisinya.

Dengan pandangan penuh kemenangan Bandi menatap Rahadi dan Pak Tama yang tertinggal di cottage.

“Ban,,, jangan langsung dihabisin, sisain gue buat ntar malam,” teriak Pak Tama sambil tertawa, yang dijawab Bandi dengan mengacungkan jari tengah.
“Om, Ntar malam, Hadi pinjam tante ya?,,,” ucap Rahadi dengan sedikit ragu dan takut.
Sontak Pak Tama tertawa terbahak,

“Emang kamu sanggup ngeladenin tantemu itu? Hati-hati lho dia itu predator daun muda,” bisik Pak Tama menggoda Rahadi. Wajah Rahadi sumringah setelah mendapatkan lampu hijau dari Pamannya.
Aida yang melangkah cepat agak kebingungan mencari ruang yang sedikit terlindung. Gairahnya begitu menggebu, sejak obrolannya bersama Bandi tadi pagi Aida terus mengeksploitasi tubuhnya di hadapan para pria. Ada kepuasan tersendiri ketika dirinya menikmati tatapan nakal para lelaki.
“Ibu bisa pakai kamar aku dan istri aku,” terdengar sebuah suara bariton yang ternyata adalah Mang Kholil, pria berjambang dan berkumis lebat itu tersenyum ramah sambil menunjukkan sebuah kamar dekat dengan dapur. Sepertinya Mang Kholil sudah sangat hapal dengan ulah para tamunya.

Aida melangkah cepat, tepat dipintu dirinya berpapasan dengan Lik Marni yang tengah memasak untuk makan malam mereka. Lagi-lagi keduanya melemparkan senyum, Maaf Bu kamarnya aku pinjam ya, ucap Aida sambil menahan malu, namun Lik Marni justru tersenyum dan membukakan pintu kamarnya yang berada tepat di samping pintu dapur. Bandi yang menyusul Aida harus sedikit berbasa-basi dengan Lik Marni namun perempuan kalem itu justru memberi isyarat agar Bandi secepatnya masuk kekamar.

“Kasian lho mas warungnya kelamaan nunggu, kalo warungnya tutup kan situ yang repot,” ujarnya sambil tersenyum simpul setelah Bandi memaksakan sedikit obrolan yang tidak penting.
Mendapat sindiran yang begitu menohok akhirnya Bandi membuka pintu kamar tidur pasangan penjaga cottage itu.

“Nanti malam warung aku juga buka lho, kalo mau mampir boleh koq,” seru Lik Marni cepat sebelum Bandi menutup pintu.

Bandi sempat kaget mendengar undangan itu, namun kemudian dirinya tersenyum, diundang untuk mampir ke ‘warung’ milik wanita semontok Lik Marni tentunya tak akan ada lelaki yang menolak. Apalagi Bandi yang setelah menikah tidak pernah lagi mencicipi warung milik wanita lain. Di dalam kamar yang gelap hanya diterangi bias lampu luar yang menorobos dari sela ventilasi, Bandi dapat dengan jelas melihat sosok Aida yang bertelungkup pada sebuah bantal. 

Body sekal dengan pantat montok yang sedari tadi pagi telah menghantui pikirannya kini tergeletak pasrah menunggu untuk dijamah. Apalagi dengan posisi telungkup tubuh itu semakin menggoda, rok pendek yang dikenakan tak lagi mampu menutupi dua buah pantat yang membulat padat. Bandi mencoba memanggil Aida namun tidak mendapatkan jawaban. Bandi bisa mengerti karena ini adalah perselingkuhan pertama wanita itu. Dengan perlahan Bandi menyingkap semakin keatas kain yang menutupi bagian bawah tubuh.

Dengan pandangan takjub tangannya meremas dengan gemas dua bongkahan daging kenyal yang kini berada dalam teritorialnya, sadar waktu yang dimiliki hanya sebentar Bandi bergegas melepas levi’s pendek dan kaos yang dikenakan, dan segera menduduki kedua paha putih mulus. Tangannya kembali bermain, meremas dan menekan bokong yang ditelantarkan pemiliknya dalam kebisuan. jemarinya dengan nakal mengusap klitoris yang masih terbungkus pengaman membuat pemiliknya harus mengerang geli. Bandi mencoba mengukur panjang penisnya ditengah-tengah bongkahan, agak ragu Bandi, apakah penisnya dapat masuk sepenuhnya seperti saat dirinya menjejalkan penis panjang dan gemuk itu ke vagina istrinya, Nabila. 

Hal itu tak membuatnya pusing, namun kepasrahan Aida yang hanya membenamkan wajahnya dibantal itulah yang membuatnya bingung. Apakah wanita itu tengah menyembunyikan rasa malu untuk perselingkuhan pertamanya ataukah memang telah pasrah untuk disetubuhi. Bandi mencoba menyulusupkan kedua tangannya kedalam kaos Aida, cukup sulit memang karena terhimpit oleh tubuh, tapi Aida mengerti dan sedikit mengangkat tubuhnya, membiarkan jemari Bandi bertandang kepayudaranya.

“Hati-hati neng, ntar balonnya pecah lho kalo ditindih terus,” goda Bandi yang dijawab dengan sikutan Aida ketubuhnya.

“Cepatlah, ambil imbalan yang kau mau, sebentar lagi makan malam,” balas Aida dengan memalingkan wajahnya kesamping. Bandi semakin menyadari kecantikan dari istri temannya itu, kaca mata yang menghias wajah bundarnya membuat wanita itu semakin menggoda.

Dengan telunjuknya Bandi mencoba menyibak kain yang menutupi lubang kemaluan, pikirnya tak perlu melepas segitiga pengaman itu, tapi kain itu terlalu ketat membungkus vagina dan bongkahan pantat yang cukup besar. Dengan dibantu Aida, Bandi akhirnya memilih melepas kain yang menghalangi usaha birahinya. Debaran jantung Aida yang berdetak cepat menanti sentuhan dari pertemuan kedua kulit kemaluan mereka, dapat dirasakan oleh Bandi.

“Eemmhhpp,,,” erangan Aida tertahan ketika vaginanya mulai menerima kepala penis Bandi, cukup sulit memang bagi Bandi untuk melesakkan penisnya ke vagina yang ternyata belum terbiasa dengan batang sebesar miliknya, apalagi dengan posisi memeluk Aida yang telungkup. Dengan berdiri pada kedua lututnya Bandi menarik bongkahan pantat semakin menungging membuat vagina Aida semakin merekah. Mungkin dengan begini penisnya dapat lebih mudah melakukan ekspansi pikir Bandi.

“Baaannn Bandii,,” Aida terpekik ketika Bandi sedikit memaksakan kepala penisnya menjelajah lebih jauh, meskipun sudah sangat basah tetap saja begitu sulit. Jemari Aida mencengkram tangan Bandi dengan kuat untuk meredam perih yang dirasakannya.

Tapi pantat itu terus saja menyorong ke belakang, seakan meminta Bandi untuk terus menghujamkan penisnya. Sesekali bergoyang untuk memuluskan jalan masuk dari batang besar yang terus menohok semakin dalam.

“Taahhaaannn,, duluu,,Bannn,,” dengus Aida, sambil meminta Bandi kembali memeluk tubuhnya yang telungkup.

“Asal kau tauuu,, penismuu ituu terlalu besar untuk kemaluankuu,, dan ini adalah penis pertama teman suamiku yang kubiarkan memasuki tubuuhhkuuu,,” seru Aida ketelinga Bandi yang sibuk menciumi pipinya.

“Lalu,,,” jawab Bandi dengan enteng.
Jawaban Bandi yang begitu santai tentu saja membuat Aida menjadi jengkel. Bandi yang melihat wajah Aida yang cemberut dengan bibir yang manyun segera mendaratkan bibirnya dan dengan dengan cepat lidahnya masuk mencari-cari tuan rumah dari bibir indah itu.

Aida memang tidak begitu mahir dalam permainan lidah, karenanya dirinya membiarkan saja lidah Bandi menulusuri rongga mulutnya. Sesekali lelaki itu menyedot lidah Aida dengan kuat membuat wanita itu kalang kabut tak dapat bernafas.

“Aaaarrgghhhmm,,” tiba-tiba bibir Aida terlepas, menggeram kencang.
“Sedalam apalaaagi kaaau mauu menusuk kemaluanku Ban..,,,” lengkingan Aida semakin menjadi ketika Bandi terus saja menohok vaginanya meskipun batang itu telah sampai kepangkal rahimnya.
Aida tidak menyangka jika penis itu masih dapat masuk lebih dalam lagi, dan serangan Bandi yang begitu tiba-tiba membuatnya terkejut.

“Mungkin ini sudah cukup,” jawab Bandi setelah yakin penisnya tak dapat masuk lebih jauh lagi. Dengan perlahan Bandi mengayun penisnya mencari kenikmatan yang dihidangkan dengan sukarela oleh tubuh istri temannya itu. Pantat Aida semakin terangkat, batang besar yang belum pernah dirasakannya itu ternyata mampu memberikan kenikmatan baru bagi dirinya. Mata Aida terpejam menikmati gesekan otot berselimut daging yang semakin lama semakin keras. Dinding vaginanya mencoba mengenali urat-urat yang menonjol di antara dinding kulit yang telah basah oleh lendirnya.
“Bann,,, masukin yang daaalaammm,,,please,” lirih Aida. Dinding rahimnya menagih untuk kembali disapa ketika Bandi asik bermain dipermukaan vaginanya.

“Bandia,,,” teriaknya dengan kesal. Disaat vaginanya begitu mendamba kembali disesaki oleh batang besar itu, Bandi justru mencabut penisnya. Raut muka Aida yang jengkel membuat wanita itu semakin cantik.

“Sssttsss,,, aku ingin menidurimu, bukan menindihmu seperti ini,” bisik Bandi sambil membalik tubuh Aida dan melepas kaos serta bra yang masih melekat, dengan nakal telujuk dan jempol Bandi memelintir puting merah muda yang telah terpampang di hadapannya.

Sesaat keduanya saling menatap dalam temaram bias cahaya, dengan posisi seperti ini Aida tersadar dirinya yang selama ini berhasil menjadi ibu rumah tangga yang baik sekaligus seorang guru teladan di sekolahnya mengajar, kini bersiap melayani birahi seorang pria, teman suaminya dengan keadaan yang sangat sadar. 

Dan sialnya dirinya pun memang menghendaki persetubuhan ini, entah mengapa seorang Bandi telah berhasil menumbuhkan gairah liarnya, mengeksploitasi keindahan tubuhnya di depan umum, memohon selangkangannya kembali disesaki oleh batang luar biasa itu. Debaran jantungnya semakin cepat ketika merasakan vaginanya yang merekah kembali menagih untuk dikayuh oleh penis yang kini berada dalam genggamannya, berlumur lendir kenikmatan.

Dengan kesadaran penuh Aida membuka selangkangnnya lebih lebar, memohon Bandi untuk mengambil tempat diantara kedua paha yang sekal. Matanya yang terus menatap wajah Bandi sesekali melirik batang yang kini berada tepat di depan gerbang kemaluannya. 

Gemeretak gigi terdengar cukup jelas ketika Aida menahan rasa penasaran dan gregetan karena batang itu tak kunjung amblas ke lorong yang begitu berhasrat untuk merasakan hujaman penuh nafsu. Ya,,,hanya bermain dipintu vagina yang tembem, menggosok, terkadang menyapu hingga kerambut-rambut yang tumbuh cukup lebat, dan sesekali mencelupkan sebagian kepalanya namun kembali keluar untuk bermain.

“Ooohh,, please Ban,,, perkosa  akuuuu,,, pleeaassse,”  rintih Aida seraya berusaha melepas kacamatanya yang berembun oleh deru nafasnya yang memburu.

“Ohh,,, tidak, biarkan kacamata itu tetap menghias kacamata ibu guru,” pinta Bandi sambil menyinggung profesi Aida yang notabene bekerja sebagai guru Bahasa di sebuah SMU.
“Terserah kaulah, tapi cepatlah penuhi vaginaku,” rengek Aida semakin gregetan dan kesal.
Meski jemari Bandi yang kini bermain dengan payudaranya membuat getaran nikmat Namun Aida tak ingin menunggu lebih lama, setelah mengangkangkan kakinya dengan lebar, wanita itu memegang pinggul Bandi dan menekannya ke bawah berharap penis yang menggantung di depan kemaluannya kembali mengayuh vagina yang terus berdenyut minta diisi.

“Uuugghhh,,, yaaa,,yaaa,,,” tanpa melepaskan pandangan mata yang saling bertaut Aida begitu menikmati setiap dentuman penuh birahi yang menghentak keras.

Bandi sendiri dapat melihat dengan jelas bagaimana wajah cantik berkacamata itu melotot meredam hentakan Bandi yang semakin cepat. Sesekali mulutnya melenguh ketika hujaman Bandi mengenai daerah paling dalam. “Ugghhhh,,,”

Kedua bibir mahluk berlainan jenis itu terus mendesis bersahutan, sesekali saling bertukar ludah dalam lumatan yang panjang.

“Yeeaahhh,, Gaaa,,, terusss,, yaa akuaang,,,”
“Ummghhh,,,,aaahhh,,aahhh”

Tubuh Aida melengkung, tak mampu lagi dirinya menahan orgasme yang melanda, kedua paha sekalnya menjepit pinggang lawannya dengan kuat, dengan tangan mencengkram punggung. Beberapa kali tubuhnya menghentak mengikuti orgasme yang begitu dahsyat, mulutnya meneriakkan lolongan kepuasan begitu keras, begitu nyaring. Tubuh putih nan sekal itu beberapa kali masih terhentak, orgasme datang silih berganti akibat ulah Bandi yang terus menghentak tak memberi kesempatan bagi Aida untuk sejenak menikmati orgasme yang begitu dahsyat.

“Baaannndddhhii ,,, aahhh,,,” Setali tiga uang, ternyata Bandipun tak mampu lagi menahan orgasmenya, bermili-mili sperma kental menghambur memenuhi lorong kemaluan yang semakin banjir.

“Uuggghh,,ughh,ughh,” disisa orgasmenya Bandi kembali mengehentakkan penisnya, mencari-cari kenikmatan yang tersisa sekaligus mengalirkan tetesan sperma yang tertinggal.

Aida hanya tersenyum melihat ulah Bandi, dibiarkannya lelaki itu terus menghentak vaginanya dengan segenap kekuatan yang dimiliki, mengeksploitasi kepuasan diatas tubuh bugilnya. Menggeram kuat dengan jemari mengcengkram erat kedua payudaranya, Mengejang penuh birahi di sela selangkangannya. mengosongkan kantong spermanya hingga memenuhi rongga vagina.
Meski dalam masa subur Aida tidak ingin memupus kenikmatan yang tengah dinikmati pria diatas tubuhnya itu. Dibiarkannya aliran sperma yang hangat memenuhi rongga rahimnya, apapun yang terjadi nanti biarlah terjadi. 

Namun yang pasti saat ini dirinya begitu menikmati kepuasan yang terpancar dari wajah seorang pria yang bukan suaminya, terus memburu rentetan kenikmatan orgasme dari tubuh telanjangnya. Ada kepuasan dibatin Aida melihat wajah dan tubuh Bandi yang bermandikan keringat tersenyum kelelahan, dipeluknya kepala Bandi dan menempatkan wajah yang dihias kumis tipis itu diantara payudaranya. Obrolan ringan mengalir dari mulut mereka tanpa ada niat memisahkan dua kemaluan yang masih bertaut berselimut kehangatan lendir-lendir cinta mereka.

“Dugaanku tidak meleset, ternyata kau memang luar biasa,” ucap Bandi sambil menyisir alis Aida dengan telunjuknya. Keringat dari pacuan birahi yang baru saja selesai masih terus keluar dari pori-porinya yang halus.

Tubuh Bandi memang lebih besar dari suaminya, dengan badan atletis yang selalu terjaga. Dan Aida merasa tenang berada dalam rengkuhan dan tindihan pria tersebut.

“Hahaha,,, sudahlah,, tak perlu merayuku lagi, kau sudah mendapatkan segalanya dariku, aku harus mengakui pesonamu begitu mengagumkan, dan aku yakin sudah banyak wanita yang telah berhasil kau gagahi dan sialnya salah satunya adalah aku,,,. Jadi sekarang, sebaiknya cepatlah kau kenakan pakaianmu dan berkumpul dengan teman-temanmu di meja makan,” kata-kata Aida yang begitu panjang tak mendapatkan respon dari Bandi yang kini mengukir bentuk bibir Aida dengan jemarinya.
“Ayolah Bandi,, kau tidak mungkin terus menindih tubuhku, lagipula aku tidak ingin suamiku mendapati kemaluanku melebar karena terus menelan batang besarmu ini,” dengus Aida dengan berpura-pura kesal.

Bandi yang lebih banyak diam dan hanya menatap wajah dan tubuh telanjangnya membuatnya rikuh. Walau bagaimanapun ini adalah pengalaman pertamanya mempersilahkan seorang pria, rekan suaminya, dengan bebas menggasak selangkangannya. Bahkan suaminyapun tidak pernah melakukan itu, biasanya Hanif langsung tergeletak tertidur di sampingnya begitu berhasil menghamburkan sperma di rahimnya, dan kini ada seorang lelaki yang belum begitu dikenalnya, berlama-lama menindih tubuhnya tanpa melepaskan batang yang menghujam dan masih saja mengeras.
“Apakah kau benar-benar ingin aku turun dari tubuhmu?” Tanya Bandi sambil mengambil ancang-ancang menjatuhkan tubuhnya ke samping.

“Emhh,, Bandi, jangan membuatku terus merasa malu dong,” rajuk Aida sambil kembali memeluk tubuh Bandi dan menyembunyikan mukanya yang memerah ke dada bidang Bandi.

Kedua pahanya menjepit erat pinggul Bandi menegaskan bahwa dirinya tidak ingin batang besar itu lepas dari kemaluannya. Bandi hanya tersenyum melihat tingkah Aida, namun kedua sikunya yang terus menahan berat tubuhnya untuk menghindari beban di tubuh Aida sedikit membuatnya capek, akhirnya Bandi berguling kesamping dan menempatkan Aida di atas tubuhnya tanpa melepaskan penis yang masih mendekam manja. Wanita itu sempat terpekik, namun setelah mendapati posisi yang memberikan dominasi pada dirinya, Aida tersenyum.

Dengan percaya diri yang dipaksakan Aida menduduki penis Bandi dan membiarkan lelaki itu memandangi tubuhnya yang terekspos bebas. Aida sangat ingin memperlihatkan semua kelebihan yang dimilikinya. Aida mengakui tubuhnya lebih berisi dibandingkan wanita lainnya, hampir menyaingi kemontokan tubuh Bu Sofia.

Jemari kanan Bandi terulur menjemput payudara besar yang menggantung, sementara tangan kirinya menyusuri pinggangnya yang ramping.

“Ternyata kau benar-benar gemuk, untungnya lemak itu berada sesuai pada tempatnya,” desis Bandi saat meremasi kedua bokong Aida yang begitu montok dan membuat batangnya terbenam semakin dalam.

“Tapi itu justu membuatmu sial, karena kau harus melayaniku sekali lagi,”
“Oh ya,,, tampaknya upah yang kuberikan masih kurang, baiklah,,, kau boleh kembali mengambil upahmu,” balas Aida seraya mengarahkan payudaranya kebibir Bandi.

Tak perlu waktu lama, bibir indah itu kini kembali mendesis menikmati bibir Bandi yang bermain nakal, menjilat, menyedot bahkan mengigiti kedua putingnya. Tak dihiraukannya telunjuk Bandi yang kini mengusap-usap sekitar anusnya, namun ketika dirasakannya jari itu mencoba memasuki anusnya, Aida terkaget dan dengan cepat mencengkram tangan Bandi.
“Jangan sayang, itu jorok sekali,”

“Tapi aku ingin mengambil upahku di lubang kecil itu,” ucap Bandi dengan merengek manja.
“yang benar saja Bandi, milikmu tidak akan mungkin cukup masuk kesana,” tubuh Aida bergidik, vaginanya saja begitu sulit melahap batang besar itu, dan kini batang itu ingin menjajal anusnya yang begitu sempit.

“Jujur saja, istriku telah melayani dua orang pria dengan anusnya, dan itu sungguh nikmat, Ayolah,,,” Bandi bingung bagaimana lagi cara merayu, dirinya begitu terpesona dengan pantat montok itu, dan terus membayangkan bagaimana nikmatnya jika penis besarnya berhasil melesak masuk dan terjepit diantaranya.

“Istrimu? Nabila? Telah melayani dua pria? Denga anusnya?” kening Aida berkerut terkejut oleh pernyataan Bandi.

“Ta,ta,tapi,,, aku tidak berani, itu pasti sakit sekali,” jawab Aida.
“Tuan, makan malam sudah siap, dan sepertinya tuan dan nyonya sudah ditunggu oleh teman-teman untuk makan bersama,” terdengar suara lembut Lik Marni, memutus perdebatan antara keduanya.
Bandi kembali memandang mata Aida penuh harap, sekaligus menyampaikan pesan bahwa waktu mereka tak banyak.

“Baiklah,,, kau menang Bandi, tapi lakukan dengan pelan,” Aida menyerah, melepas penis Bandi yang masih menancap kemudian mengambil posisi menunging sambil memeluk bantal.

Tampak penis Bandi begitu mengkilat, entah oleh spermanya tadi ataukah oleh cairan vagina Aida yang kembali basah. Sekali lagi Bandi meremasi pantat besar Aida, dengan posisi itu vagina dan anus Aida terpampang jelas, begitu pasrah bersiap menerima tusukan penis pertama yang sama sekali tidak pernah dilakukannya, terbayangkanpun tidak. Setelah mengambil posisi diantara kaki Aida yang tertekuk, Bandi mencoba menusuk-nusuk lubang yang telah basah oleh liurnya. Dan memang kepala penisnya terlalu besar untuk lubang imut itu. Berkali-kali helm besar itu meleset ke atas dan sesekali terpleset ke vagina Aida, membuat bibir wanita itu mendesis.

“Sepertinya memang tidak bisa, sayang, dan mungkin aku akan melakukannya lain kali,” ucap Bandi yang menyerah dan kemudian menusukkan batangnya ke kemaluan Aida.
Aida menggeram tertahan, mendapati selangkanganya ditusuk dengan tiba-tiba.
“yaaa,yaa, teruusss,, kurasaaa iniii lebih baiiieek,” rintih Aida mengimbangi sodokan-sodokan keras dari Bandi.

Dengan erat kedua lengan kekar itu memegangi pinggul Aida, untuk memantapkan serangannya, kamar gelap yang tadi senyap kini kembali riuh oleh gemuruh birahi. Masing-masing ingin menunjukkan kelihaian dalam memuaskan lawan mainnya. Aida berusaha mengejang untuk mempererat cengkraman otot vaginanya, dan itu cukup membuahkan hasil, Bandi berkali-kali mendengus garang ketika penisnya tertahan cukup lama didalam lubang sempit itu, menikmati gerakan otot kelamin Aida yang mengempot.

Aida tersenyum puas oleh usahanya.  Namun ketika Bandi tiba-tiba menghentak keras jauh kedalam kemaluannya pekiknya terlontar. Dinding rahimnya tak pernah mampu membungkam hentakan nikmat batang yang terus menggedor ganas. Ranjang kayu dengan per busa yang tak lagi kencang terus menghantam tembok kamar. Membuat suara semakin gaduh. Aida mengangkat paha kanannya, memperlebar akses bagi batang itu untuk bergerak lebih bebas.

“Adduuuuhhh,,, duhh,,Baaan,,,Bandi,,, masukiiin semuaaa,,, biar kutelaaann smuaaa,,,” jeritan birahi Aida begitu nyaring membuat Lik Marni yang ada didapur geleng-geleng kepala, meski telah terbiasa dengan ulah tamu-tamunya, tapi tak ada yang seganas mereka berdua.

Tubuh Aida tak mampu menahan hentakan pinggul Bandi yang menggila, membuat pipi mulusnya menempel kedinding, kedua tangannya mencoba menahan di tembok kamar. Meski demikian pinggulnya masih memberikan perlawanan, bergoyang mengikuti hentakan yang membabi buta.

“Aarrrgghhh,,, Baaann,,, keluaaarrr,,, Aiidaaa sampaaaii Bann,,”
“Aaahhm,, aahh,,, yang dalaaaamm,, daalaaam,,”

Aida tak lagi peduli dengan jeritannya yang memekik nyaring. Orgasmenya begitu dahsyat saat Bandi memaksakan penis yang terlalu panjang itu berhasil masuk sepenuhnya ke dalam lorong kemaluannya. Tangan Bandi berusaha menahan pinggul Aida yang berkelojotan, dengan punggung melengkung naik turun seiring orgasme yang perlahan mulai menyurut. Sudut matanya melirik Bandi yang berusaha mengatur nafasnya dengan senyum tersungging. Keegoan Bandi sebagai seorang lelaki melonjak saat melihat orgasme gila yang dialami Aida. Bertambah satu lagi wanita yang mengakui kehebatan barang pusaka miliknya. Terdampar di pantai orgasme, melenguh bersahutan bagai ombak yang datang silih berganti. Kini, lagi-lagi Bandi memeluk tubuh montok yang tertelungkup kehabisan tenaga.

“Ban,,lakukanlah semua yang kau inginkan pada tubuhku, tapi beri aku waktu beberapa menit,” kata Aida tersengal-sengal.

Wajah cantik berkacamata yang kini bermandikan keringat memberikan pemandangan yang begitu indah.

“Mungkin aku akan membobol anusmu lain kali, dan hingga sampai waktunya tak ada seorangpun yang boleh menjamah lubang itu, dan sekarang berbaliklah,” bisik Bandi dengan lidah menjilati kuping Aida.

Aida bingung dengan apa yang akan dilakukan Bandi pada dirinya. Dengan penuh nafsu Bandi mengangkangi payudara Aida yang terbaring pasrah. Kini tampak dengan jelas di depan mata Aida bagaimana bentuk dari batang yang telah memberikannya orgasme yang begitu dahsyat. Tepat di depan hidungnya, Bandi mengocok batang raksasa yang menampakkan urat-urat yang mengelilingi, membuat daging besar itu semakin sangar. Entah dorongan dari mana Aida membuka bibirnya menawarkan batang itu untuk bertandang ke dalam mulutnya. Padahal Aida selalu menolak melakukan itu saat suaminya meminta dan memohon.

Rezeki tak boleh ditolak, dengan cepat batang itu memenuhi rongga mulutnya, terkadang lidah Aida menyedot batang itu dengan kuat berharap batang itu menghilangkan dahaganya dengan sperma cinta. Sekelebat Aida teringat kesehariannya yang bekerja sebagai seorang guru, seorang guru cantik yang menjadi idola di sekolah. Namun kini terbaring pasrah dengan mulut penuh dijejali penis seorang pria yang bukan suaminya. 

Namun dalam setiap geraknya Aida justru ingin memastikan bahwa semua yang dilakukannya itu benar-benar nyata, bukan sekedar mimpi. Dengan jemarinya sesekali Aida menarik penis itu keluar dan memainkan di wajahnya yang mulus, menyusuri hidung dan telinganya. Sementara lidahnya menjilati kantung testis yang meggantung.

Aida sangat sadar dengan apa yang dilakukannya, hatinya ingin mendobrak kungkungan moral dan hukum yang selama ini membelenggu. Berbagai kejadian yang dialaminya selama mengajar disekolah silih berganti hadir dipelupuknya, bagaimana mata para siswa cowok memandangi belahan roknya dengan sangat liar, terkadang Aida merasa risih ketika beberapa muridnya sengaja menundukkan badan untuk mengambil barang yang sengaja mereka jatuhkan. 

Aida harus mengakui sesekali murid-muridnya kadang sedikit beruntung saat dirinya terlupa menurunkan dan menjepit roknya yang selutut ketika duduk dibangku guru. Itu terlihat jelas dari mata mereka berbinar ketika berhasil mendapatkan pemandangan yang indah.

Atau ulah penjaga sekolah yang mengiringinya setiap kali dirinya ke kamar kecil yang sebenarnya dikhususkan bagi para guru. Akibat ulah penjaga sekolah yang nakal tersebut Aida berusaha ekstra hati-hati dengan memastikan tidak ada celah lubang untuk mengintip. Bahkan tidak sekali dua kali, Pak Darno mengedipkan mata dan dengan sedikit isyarat yang dipahaminya sebagai permohonan untuk sedikit mengintip dua bukit yang tersembunyi di balik seragam PNSnya. Meski tidak mengabulkan permohonan itu, Aida tidak dapat memungkiri ada gairah yang menggelegak dalam dadanya.

Ada rasa bangga ketika setiap bagian tubuhnya dikagumi oleh para lelaki. Hanya saja kenyataan dirinya sebagai gadis kampung yang diboyong kekota dan berprofesi sebagai guru lah yang menjadi rambu-rambu akan semua tingkah lakunya. Tetapi kini, dirinya terbaring pasrah di bawah tindihan seorang lelaki, merelakan setiap lubang di tubuhnya dijejali oleh batang berotot, gerakannya begitu pasrah mengikuti semua kehendak pejantan yang mengayuh tubuhnya, gairahnya menderu mengejar kenikmatan dan kepuasan yang dijanjikan oleh Bandi, teman suaminya.

Dengus nafasnya kadang tertahan, ketika tubuh Bandi yang berat menduduki kedua payudaranya, menjepitnya dengan keras, tapi entah mengapa tubuhnya justru semakin pasrah, menikmati bibir Bandi yang mendesah dan merintih semakin keras di atas tubuhnya. Hatinya sangat ingin merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang wanita jalang yang sanggup memuaskan para lelaki.

“Keluarkanlah semua saaayaaaang,,,” teriak Aida sambil membuka lebar mulutnya, seakan memberi tanda bibir indah itu siap menampung setiap tetes sperma Bandi yang mengalir keluar.

“Aaaarrgghhhh,,,, iseeeppp yang kuat,iseeppp, semuaaaa,,,” teriak Bandi ketika tak mampu lagi bertahan atas pelayanan yang begitu sempurna dari seorang guru yang cantik. Jemari Bandi menjambak rambut Aida dengan kasar, memastikan penisnya tidak akan terlepas dari mulut Aida.
“Emmgghhhh,,mgghhh,,,” Aida menggeram berusaha memenuhi hajat pejantan yang melenguh melepas orgasme dirongga mulutnya, lidahnya berusaha menyedot batang yang berkedut kencang menghantar cairan kental ke mulutnya.

Berkali-kali Aida meneguk untuk mengosongkan mulutnya yang telah penuh. Wajahnya begitu pasrah ketika batang berlendir ditarik keluar dan menghambur tetes terakhirnya di kacamata dan wajahnya. Aroma yang khas membuat mulutnya terbuka lebar berharap batang besar itu kembali masuk untuk mendapatkan pelayanan dari lidahnya. 

Satu lagi pelayanan yang begitu dahsyat dirasakan oleh Bandi, yang tak pernah didapatkannya dari Nabila istrinya. Ada rasa puas dan bangga ketika berhasil melukis wajah seorang guru yang cantik dengan aliran sperma. Dengan kekuatan yang tersisa Bandi menjatuhkan tubuhnya ke samping Aida, perlahan mengatur nafasnya. Wajahnya meringis ketika Aida menggoda dengan menggenggam kepala penisnya dengan kuat, membuat kemaluannya terasa ngilu.

“Cepatlah berbenah, nanti kita dicari yang lain,” bisik Bandi seraya mencari pakaiannya, jemarinya meraba-raba mencari kaosnya yang terlempar entah kemana.

“Kamu duluan saja aku akan menyusul nanti, kau benar-benar luar biasa dan aku harus beristirahat sebentar,” jawab Aida yang justru mengambil selimut dan menutupi sebagian tubuh montoknya yang terbuka.

“Ok,, tapi jangan terlalu lama, aku takut suamimu cemas,” balas Bandi sambil meremas payudara Aida dari balik selimut, membuat siempu-nya tertawa.

“Kalau kau ada waktu, mungkin aku bersedia untuk sekali lagi melayanimu malam ini,” jawab Aida sambil terkikik sebelum Bandi menghilang di balik pintu.

AGEN POKER TERPERCAYA INDONESIA

Cerita Dewasa / Cerita Sex / Cerita ABG / Cerita Dewasa Hot / Cerita Dewasa SMA / Kumpulan Cerita Dewasa

No comments:

Post a Comment