AGEN POKER
Cerita Dewasa / Cerita Sex / Cerita ABG / Cerita Dewasa Hot / Cerita Dewasa SMA / Kumpulan Cerita Dewasa
Ini adalah pengalaman pertama saya
melakukan hubungan seksual. Kebetulan pula wanita itu juga baru pertama
kali melakukannya. Dia adalah pacar saya. Sebutlah namanya Desi. Memang
dia sudah beberapa kali saya ajak ke rumah saya. Tapi setiap kali ke
rumah, kami hanya sekedar tiduran dan paling jauh cuma ciuman saja.
Ceritanya bermula ketika untuk kesekian
kalinya dia saya ajak main ke rumah. Awalnya seperti biasanya kami cuman
cium-ciuman saja. Cium pipi, cium bibir, hal biasa kami lakukan. Entah
setan apa yang lewat di benak kami.
Tangan kami mulai berani meraba-raba
bagian lain, sebenarnya tidak pantas dilakukan oleh dua insan yang belum
menikah. Ketika tangan saya meraba payudaranya (kami masih berpakaian
lengkap), dia sama sekali tidak menolak. Ini membuat saya sedikit lebih
berani untuk meremas payudaranya sedikit lebih keras. Ternyata dia
menikmatinya.
Saya mencoba untuk melakukannya lebih
jauh lagi. Kali ini tangan saya perlahan-lahan saya arahkan kebagian
selangkangannya. Dia masih tidak menolak. Saat itu dia memakai celana
panjang dari kain yang tipis, jadi saya bisa merasakan lembutnya bibir
kemaluannya.
Tanpa saya sadari tangannya juga telah
mengelus-elus selangkangan saya. Mungkin karena pikiran saya terlalu
tegang, sampai-sampai saya kurang memperhatikannya. Kurang masuk akal
memang. Tapi itulah yang terjadi.
Kepasrahannya semakin melambungkan
kekurangajaran saya. Tangan saya mulai menyelinap ke balik pakaiannya.
Saya kembali meremas-remas payudaranya. Kali ini langsung menyentuh
permukaan kulitnya. Saya lakukan sambil mencium lehernya dengan lembut.
Suara desahan lembut mulai terdengar dari bibirnya, disaat saya
menyelipkan tangan saya ke balik celana dalamnya. Ada sedikit rasa ragu
ketika meraba bibir kemaluannya secara langsung.
Saya kumpulkan segenap keberanian saya
yang tersisa. Jari tengah saya, saya tekan sedikit demi sedikit dan
perlahan ke belahan kemaluannya. Saat itulah dia tersentak dan menahan
tangan saya. Dia menatap mata saya.
“Jangan dimasukkan ya Mas”, katanya.
Saya hanya tersenyum dan mengangguk.
Serta merta dia mencium bibir saya. Sementara jari saya masih
mengelus-elus bibir kemaluannya. Lendir yang membasahi dinding vagina
perawan nya, mulai merembes hingga ke bibir kemaluannya.
Saya mencoba untuk memintanya untuk
menyentuh dan memegang kemaluan saya. Ternyata dia tidak menolak.
Terlihat jelas di raut mukanya, dia sedikit gugup ketika membuka
rensleting celana saya. Dan seakan malu memandang wajah saya ketika dia
mulai menggenggam kemaluan saya. Untuk mengurangi ketegangannya saya
mencium bibirnya.
Selama lebih dari setengah jam kami
hanya berani melakukan itu-itu saja. Kemudian saya beranikan diri untuk
mengajakknya menanggalkan semua pakaian. Dia terlihat ragu, dan hanya
menunduk. Mungkin dia ingin menolak tapi takut membuat saya kecewa.
“Kamu bener berani tanggung jawab”, katanya lagi.
Saya terdiam sejenak dan kemudian
mengangguk. Padahal dalam hati, saya bertanya-tanya, benarkah saya mampu
bertanggungjawab ? Dia menanyakannya sekali lagi. Dan saya
mengiyakannya untuk kedua kalinya. Diapun mulai melepaskan kancing
bajunya. Ketika saya membantunya, dia menolak.
“Biar aku sendiri saja. Kamu lepas baju kamu.”, sahutnya.
Saya menurut saja. Dan tak lama
kemudian, tak ada selembar benang pun pada tubuh kami. Telanjang bulat,
walaupun dia masih menutupi payudaranya dengan tangan dan menyilangkan
pahanya untuk menutupi kemaluannya. Saya memeluknya sambil berusaha
menurunkan tangannya.
Dia menurut, saat saya kembali meremas
payudaranya dengan lembut. Kali ini tanpa diminta dia mau memegang
kemaluan saya sambil mengelus-elusnya. Entah karena terangsang atau
karena saya mengatakan mau bertanggungjwab tadi, dia menuntun tangan
saya untuk mengelus selangkangannya.
Agar dia tidak merasa malu, saya terus
mencumbunya. Dia menikmatinya sambil menekan jari saya ke bibir
kemaluannya, yang saya rasakan semakin basah oleh lendir. Dia kemudian
merebahkan tubuhnya. Dan saya pun merebahkan tubuh saya di atas
tubuhnya. Kami kembali bercumbu. Kali ini sedikit lebih liar.
Suara desahan terdengar lebih nyaring
daripada sebelumnya, ketika saya mencubit clitorisnya. Ketika saya sudah
tidak tahan lagi, saya mencoba “minta ijin” padanya untuk berbuat lebih
jauh. Dia mengangguk sambil sedikit meregangkan belahan pahanya.
AGEN POKER TERPERCAYA
Setelah “mendapatkan ijin”, saya mencoba
memasukkan kemaluan saya ke liang vagina perawan nya. Tapi sulitnya
luar biasa. Berkali-kali saya coba, tetapi belahan itu seakan-akan
direkatkan oleh lem yang kuat. Ujung kemaluan saya sampai sakit rasanya.
Dan dia pun meringis kesakitan, sambil
sesekali memekik kecil, “Aduh. aduh”. Saya sedikit tidak tega juga. Saya
hentikan sejenak usaha saya itu, sambil kembali mengelus bibir
kemaluannya, agar sakitnya sedikit berkurang.
“Masih sakit ?”, tanya saya.
“Udah nggak begitu sakit.”, jawabnya.
“Udah nggak begitu sakit.”, jawabnya.
Saya mencobanya lagi. Kali ini saya
minta dia membuka bibir vagina perawan nya lebih lebar. Alamak, masih
susah juga. Padahal kata teman-teman saya yang sudah sering berhubungan
sex, kalau sudah basah pasti gampang.
Kenyataannya ujung kemaluan saya sampai
sakit gara-gara saya paksa masuk. Saya hampir putus asa. Kemaluan saya
mulai lemas lagi karena saya menjadi kurang konsentrasi. Tiba-tiba saya
teringat bahwa saya pernah baca di majalah, ada jenis selaput dara yang
sangat elastis dan relatif lebih tebal daripada yang normal.
Kepercayaan diri saya mulai timbul lagi.
Saya “mengusulkan” padanya, pakai jari saja dulu. Maksud saya supaya
agak lebar lubangnya. Dia setuju saja. Walaupun saya sadar selaput dara
itu justru akan robek karena jari saya, bukan karena kemaluan saya, cara
itu tetap saya lakukan. Dari pada kami (terutama dia) kesakitan, lebih
baik begini.
Mulanya saya hanya menggunakan jari
kelingking. Dia hanya mendesah sambil menggigit bibirnya. Kemudian saya
lakukan dengan jari tengah, sambil menggerakkannya naik turun. Dia masih
hanya mendesah.
Kemudian saya masukkan jari tengah dan
telunjuk ke liang vagina perawan nya. Dia menjerit halus sambil menahan
tangan saya agar tidak masuk lebih dalam. Setelah dia melepaskan
tangannya baru saya lanjutkan lagi dengan sangat perlahan.
Setelah yakin sudah cukup, …
…saya mencoba kembali memasukkan
kemaluan saya ke liang vagina perawan nya. Saya menyibakkan bibir vagina
perawan nya sementara dia mengarahkan kemaluan saya. Memang sedikit
lebih mudah sekarang. Tapi tetap saja dia merintih kesakitan. Saya pun
masih merasakan sakit. Kemaluan saya seperti diperas dengan sangat
keras.
Setiap kali merasakan sakit (dan mungkin
perih), dia menahan “laju” masuknya kemaluan saya. Saya pun hanya
berani melakukannya dengan sangat amat perlahan. Hati saya benar-benar
sangat tidak tega melihatnya merintih kesakitan. Tapi pada akhirnya
kemaluan saya bisa masuk seluruhnya.
Saat pertama kali berhasil masuk, saya
belum berani menariknya kembali. Kami hanya berciuman saja, supaya rasa
sakit itu reda dahulu. Setelah itu baru saya berani menggerakkan pinggul
saya maju mundur, tapi masih sangat pelan. Sementara tangannya tampak
memegang erat ujung bantal, sambil terpejam dan mengigit bibirnya.
Setelah beberapa lama, kami berganti
posisi. Kali ini saya berada di bawah, sementara dia duduk di atas saya.
Dia saya minta menggerakan pinggulnya naik turun. Dia hanya beberapa
kali melakukannya. Dan berkata, “Aku nggak bisa”, sambil berguling ke
samping saya. Saya memeluknya dan mengelus rambutnya serta mencium
keningnya.
Kemudian kembali merapatkan tubuh saya
ke atas tubuhnya. Saya memasukkan kembali kemaluan saya ke liang vagina
perawan nya. Kali ini gampang sekali. Di dorong sedikit langsung bisa
masuk. Dan dia pun tidak lagi merintih kesakitan. Hanya mendesah halus.
Saya kembali menggerakkan pinggul saya
maju mundur. Saya coba lebih cepat. Rasanya licin sekali. Saya merasakan
diantara kemaluan kami sangat basah oleh lendir bercampur keringat.
Saya terus melakukannya sambil mencium bibirnya.
Kali ini dia lebih erotis. Dia sangat
suka menghisap-hisap lidah saya, yang sengaja saya julurkan ke dalam
mulutnya. Sementara tangannya tak henti-hentinya mengelus punggung dan
pantat saya. Sesekali saya jilati puting susunya dengan lidah saya.
Namun dia lebih suka kalau saya menghisap putingnya itu. Sebenarnya saat
itu saya kurang berkonsentrasi.
Pikiran saya masih terbagi. Saya masih
berpikir agar tidak membuat dia kesakitan. Mungkin karena itu saya bisa
bertahan agak lama. Kalau tidak mungkin saya sudah mengalami ejakulasi.
Setelah cukup lama, tiba-tiba dia
menyentakkan pinggulnya ke atas sambil menekan pantat saya. Saya tidak
tahu apakah saat itu dia mengalami orgasme atau tidak. Tapi yang jelas
dia menahan posisi itu cukup lama. Setelah itu dia bilang bahwa dia
capek.
Saya pun mengerti, dan walaupun belum
mengalami ejakulasi, saya mengeluarkan kemaluan saya dari liang vagina
perawan nya, dan tidur terlentang di sampingnya. Sekilas saya lihat, di
bibir kemaluannya ada lendir putih yang ketika saya pegang terasa kental
dan lengket, namun tidak kesat seperti halnya sperma.
Sepertinya dia tahu kalau saya belum
puas (yah namanya juga kurang konsentrasi). Dia duduk di sebelah saya
sambil kemudian menggenggam kemaluan saya. Perlahan-lahan dia
menggerakan tangannya naik turun.
Saya sangat menikmati perlakuannya ini.
Payudaranya kembali saya elus-elus. Sesekali saya permainkan putingnya
denga jari. Kali ini saya tidak bisa bertahan lama. Ketika gerakan
tangannya semakin cepat, saya merasakan geli yang luar biasa di ujung
kemaluan saya. Dan saya pun akhirnya mengalami ejakulasi. Dia menampung
sperma saya dengan telapak tangannya.
Kemudian membersihkan sisanya dengan
tissue. Setelah mencuci tangan serta kamaluannya, dia kembali ke kamar
dan mencium saya. Dia kemudian merebahkan kepalanya di dada saya.
Sementara saya mengelus-elus rambutnya.
Saat membenahi kamar sebelum
mengantarnya pulang, pandangan saya tertuju pada bekas tissue yang
sebagian juga digunakan untuk membersihkan sisa lendir kemaluannya.
Terlihat bercak-bercak merah tanda perawan pada beberapa lembar tissue.
Tapi tidak banyak.
Saya memandangnya dan bertanya, “Masih berdarah nggak ?”
Dia menggeleng, dan menjawab, “Sudah nggak lagi, tadi sudah aku cuci.”
Dia menggeleng, dan menjawab, “Sudah nggak lagi, tadi sudah aku cuci.”
Setelah itu saya mengantar dia pulang.
Kalau tidak salah waktu itu sudah sekitar jam sembilan malam. Saat
perjalanan kembali pulang, saya berpikir. Dia sudah mengorbankan
miliknya yang paling berharga kepada saya. Dia berkorban karena dia
percaya pada saya.
Belum pernah dalam hidup saya, ada orang
yang sebegitu percayanya pada saya. Bahkan jauh melebihi kepercayaan
orang tua saya, yang lebih sering memberikan uang belaka daripada sebuah
kepercayaan yang tulus. Kepercayaan yang diberikannya adalah pemberian
yang tak ternilai harganya. Saya berharap kebersamaan kami dapat terjalin selamanya karena saya telah mendapatkan vagina perawan miliknya.
No comments:
Post a Comment