AREA BASAH

Saturday, May 21, 2016

Cerita Dewasa , Holiday Paradise Part 5.

AGEN POKER

Cerita Dewasa / Cerita Sex / Cerita ABG / Cerita Dewasa Hot / Cerita Dewasa SMA / Kumpulan Cerita Dewasa


Bandi terbangun dari tidur dengan perasaan cemas, istrinya Nabila tidak ada disamping. Seingatnya, setelah menggotong Rahadi ke kamarnya, Bandi menyempatkan diri untuk sekali lagi menggarap Anjani di samping suaminya yang tepar, entah tidur, entah memang benar pingsan. Dan ketika kembali ke kamar, Nabila sudah tertidur dengan pulas. Rasa was-was segera menyergap dirinya, Bandi sangat sadar dengan perjanjian yang mereka terapkan dalam liburan ini. Sebuah pertanyaan mencuat dipikirannya ‘Siapa yang tengah menindih tubuh Nabila saat ini’. Dengan langkah perlahan menghindari timbulnya suara, Bandi mendekati pintu kamarnya, dan menyelinap keluar bagai seorang maling.

Pendengarannya bekerja lebih ekstra mencari kemungkinan adanya suara ganjil, buah dari persetubuhan. Bandi sendiri tidak mengerti kenapa dirinya harus begitu hati-hati, seakan memang mengharapkan dapat memergoki istrinya yang berbuat nakal, atau pasangan lain yang tengah berlomba memacu birahi. Tapi nihil, cottage begitu sepi. Sekilas Bandi melirik celah di bagian bawah pintu kamar Darto dan Zahra yang tampak masih menyala terang, mungkin saja penghuninya masih belum tidur, ada keinginan untuk mengetuk, tapi diurungkannya.

Perlahan Bandi menuruni tangga, lantai satu pun sepi. Begitu juga dengan beranda dan gazebo. Jam dinding menunjukkan pukul 1.25. Dengan cemas bercampur bingung Bandi kembali masuk ke dalam cottage, namun langkahnya terhenti saat telinganya sayup-sayup mendengar gelak tawa dari arah ruang samping yang biasa digunakan untuk menggelar pertemuan, bangunan itu memang terpisah dan hanya dibuka jika ada pertemuan atau pesta.

Bergegas kakinya melangkah, dan ternyata pintu nya memang terbuka, lampu di bagian tengah ruangan tampak masih menyala. Kembali dirinya mendengar gelak tawa. Tak salah lagi itu adalah tawa Pak Tama dan Darto. Ketika dirinya ingin menghampiri teman-temannya yang asyik bercengkarama mengelilingi sebuah meja bundar, langkahnya tertahan saat melihat sosok Nabila yang tengah dipangku oleh Hanif. Sementara di sebrang mejanya, Anjani tengah dipangku oleh Pak Tama. Dengan sangat pelan Bandi menyelinap, melewati pintu yang terbuka, ada keinginan hatinya untuk melihat langsung, bagaimana sikap Istrinya jika dirinya tidak ada disamping.

Tampaknya Pak Tama, Darto dan Hanif tengah bermain kartu. Namun yang membuat Bandi heran kenapa istrinya sampai bersedia duduk di pangkuan Hanif dan tertawa melihat ulah nakal tangan Hanif yang mencoba bergerilya di tubuh indahnya. 

Tangan kanan Hanif yang tampak aktif mengelus paha istrinya yang saat itu hanya mengenakan celana lagging sedengkul yang biasa digunakannya ketika berada di rumah, sementara kaos tanpa lengan yang digunakannya tampak kebesaran. Meladeni kenakalan tangan Hanif yang semakin tidak terkendali, Nabila harus berulangkali memukul jemari yang berusaha menyelusup ke dalam kaosnya, bibir dari istri Bandi itu terus tertawa sambil menahan pangkal lengan Hanif yang berusaha menerobos kaos longgar istrinya. Setelah merasa kurang beruntung dengan serangan bagian atas, kini Hanif mencoba meraba selangkangan Nabila, meremas dengan rasa gregetan akan benda yang ada di antara dua paha montoknya.

Bandi sedikit lega ketika melihat Nabila segera menyilangkan kedua pahanya, mencoba menutup akses serangan, setidaknya istrinya tidak membiarkan lelaki lain menjamah tubuhnya dengan bebas. Tapi tiba-tiba Nabila tertawa terpingkal, rupanya telunjuk Hanif masih berhasil menyelusup di antara pahanya, bahkan berulangkali menekan telunjuknya pada kemaluan yang tertutup rapat. Awalnya Nabila terus berusaha menahan lengan Hanif, tapi entah kenapa jemari-jemari lentik itu tiba-tiba melepaskan genggamannya, dan mengambil botol chivas yang masih tersisa setengah.

Dituangkannya air berwarna putih bening itu ke gelas yang tidak pernah lepas dari tangan kirinya. Tangan Hanif kini bisa sedikit lebih bebas menggasak selangkangan Nabila yang tertutup lipatan paha dan usahanya mulai membuahkan hasil ketika Nabila mulai melonggarkan lipatan pahanya tapi masih dengan posisi menyilang. Rupanya Nabila merasa kasihan dengan usaha Hanif yang begitu gencar, tidak ada salahnya jika dirinya sedikit berbaik hati membiarkan teman sekantor suaminya itu untuk sedikit mengenali bagian intimnya. Namun tetap saja remasan itu tidak membuat puas Hanif karena masih terhalang oleh lagging yang sangat ketat.

Bibir Nabila sesekali tertawa ketika merasakan Hanif berhasil mendorong celana dalamnya masuk kesela-sela belahan vagina. Dan itu jelas membuat perempuan itu menggelinjang. Sementara Pak Tama tampaknya lebih beruntung, karena lengan kanannya dapat dengan bebas menyelusup kebalik kaos Anjani, mengelus, meremas dan sesekali memelintir payudara mungil yang masih terbilang ranum itu. Anjani dan Pak Tama sebenarnya lebih terlihat seperti anak dengan bapak, karena pertautan umur mereka yang sangat jauh. Bandi tersenyum ketika teringat Rahadi, suami Anjani yang mungkin saja saat ini masih pingsan.

Sesekali tangan kiri Anjani mengarahkan gelas yang dipegangnya ke bibir Pak Tama, diselingi kecupan bibir Anjani yang membersihkan martini yang menetes di samping bibir Pak Tama. Namun Anjani tidak membiarkan bibir Pak Tama berlabuh ke bibirnya, meski sesekali dirinya tidak dapat mengelak ketika Pak Tama menyosor dan memagut bibirnya dengan cepat. Permainan kartu itu terasa sangat lambat, karena masing-masing pemain sibuk dengan pialanya. 

Bahkan sesekali pak Tama memaksa Anjani untuk membuka kaosnya, Aksi itu hanya membuahkan jeritan protes diiringi seringai tawa dari bibir mungilnya, dengan tangan kanannya Anjani berusaha menahan kaosnya. Rupanya Anjani hanya mengizinkan tangan Pak Tama menggerayangi payudaranya, tetapi tidak untuk diekspos, karena dirinya masih terlalu malu untuk itu.

Aksi pak Tama itu membuat Nabila tergelak tertawa dan melupakan aksi tangan Hanif yang terus berusaha menyusup di belahan selangkangannya. Ketika merasakan tangan Hanif yang dingin mencoba menyusup ke balik kaos, dan merabai pusarnya, dengan cepat Nabila menarik tangan itu sambil tertawa.

“Hahahahaa,,, kalo mau netek, sama Anjani aja tuh,,” kelakar Nabila disambut Anjani dengan memeletkan lidahnya lalu ikut tertawa.

Tapi anehnya, Nabila justru kembali meletakkan tangan Hanif yang nakal ke selangkangannya yang masih saling terjepit menyilang. Seakan memberi tanda bahwa izin bagi jemari Hanif hanyalah pada bagian luarnya.

“YEEEAAHHH,,,,,” tiba-tiba Darto berteriak keras dan menghempaskan kartu yang dipegangnya kemeja. Gelasnya yang terisi penuh ditelannya dalam satu tegukan.

Penderitaan Darto memang cukup panjang, hanya dapat membagikan kartu sambil menyaksikan pak Tama dan Hanif mencumbu pialanya. Kini dirinya memiliki wewenang penuh untuk memilih Piala yang akan duduk di pangkuannya. Sementara kartu Hanif yang lebih unggul dari milik Pak Tama harus menerima wanita yang tidak dipilih oleh Darto. Sesaat Darto menatap tubuh indah Anjani yang kaosnya sedikit terangkat di depan payudara, memperlihatkan perut ramping yang mulus, dan kemudian beralih kepada Nabila yang selangkangannya masih menjepit jemari Hanif.

“Nabila,,,” teriak Darto sambil menepuk paha kanannya sebagai isyarat bahwa Nabila lah yang harus duduk di pangkuannya.

Sekilas Bandi melihat Hanif membisikkan sesuatu ke telinga Nabila yang masih dipangkunya. Kemudian Nabila berdiri menghadap Hanif yang menunggu aksi apa yang akan dilakukan Nabila kepada dirinya.

“Hahahaha,, Jadi kau ingin sedikit hadiah sebelum aku meninggalkan pangkuan mu?,,lalu apa yang kau mau?” ucap Nabila yang terlihat pongah berkecak pinggang, namun bibir mungilnya tersenyum genit.

“Terserah kau,,, tapi ku harap itu sesuatu yang luar biasa,,,,”
Sesaat tubuh semapai Nabila mematung dihadapan Hanif, telunjuknya memegang dagu seolang sedang berfikir.

“Okkk,,, ini pasti cukup untuk mu,” seru Nabila, matanya mengerling nakal kearah Darto dan pak Tama, seolah ingin mengatakan bahwa hadiah yang akan diberikannya memang hanya untuk Hanif.
“Owwwhhhh shit,,, apa yang kau lakukan Sayang,” jerit hati Bandi ketika tiba-tiba Nabila memasukkan kepala Hanif ke dalam baju kaosnya sambil tertawa terpingkal disambut tepuk tangan yang lainnya.

Dengan cepat kepala Hanif bergerak liar, menyerang payudara yang selama ini hanya pernah dinikmati oleh Bandi. Nabila tampak berusaha menjaga keseimbangan tubuhnya ketika kepala Hanif melakukan berbagai gerakan kekiri dan kekanan, sesekali bibir mungilnya mendesis menahan erangan, entah apa yang dilakukan Hanif di dalam sana. 

Kedua tangan manager SDM itu memeluk erat belahan pantat Nabila untuk menahan badan Nabila yang menggelinjang geli akibat aksinya. Bandi benar-benar penasaran apa yang dilakukan pria itu di balik kaos istrinya, apakah bibirnya berusaha menghisap putting istrinya yang masih terbalut bra, tentu bukan pekerjaan yang mudah karena istrinya biasa menggunakan bra yang kencang untuk menopang payudaranya yang cukup besar.

“Yup berhasiiiiil,” teriak Hanif saat kepalanya menyembul keluar dari kaos istri Bandi, sambil mengepal kedua tangannya keatas tanda kemenangan, disambut sorak mereka yang ada disitu. Nabila hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Sekarang bra mu sudah terlepas lalu untuk apalagi kain merah itu terselip dibalik kaosmu,” seru Hanif.

Bandi terkejut, artinya kini payudara istrinya tidak lagi terlindungi oleh bra. Artinya tadi Hanif bergulat dengan kancing bra milik Nabila yang berkait di depan. Namun Bandi masih merasa beruntung karena Nabila menjitak kepala Hanif, meski sambil tertawa tetap saja itu adalah tanda penolakannya.

“Lepas,Lepas,lepas,,,” yel-yel yang diteriakkan oleh Darto serentak diikuti oleh Pak Tama dan Hanif, bahkan oleh Anjani.

Bandi sangat berharap Nabila tetap pada keputusan awalnya. Meski dirinya tidak yakin, karena tantangan yang dilontarkan Hanif mendapat dukungan dari semua pemain.
“Oke, oke,,, kalian memang selalu berhasil memaksaku,,,”

“DUERRRR,,,” lagi-lagi tubuh Bandi bagai terhantam palu godam yang sangat besar.
Apakah itu artinya istrinya akan melepaskan kaos untuk melepas bra. Dibalik persembunyiannya Bandi sudah merasa tidak sanggup untuk menyaksikan usaha teman-temannya menelanjangi pakaian istrinya. Perjanjian yang mengikat mereka membuatnya tidak dapat melakukan apa-apa. Tapi rupanya Nabila masih memegang kepercayaan sebagai seorang istri Bandi, tanpa melepas kaosnya tangan Nabila menyusup masuk untuk melepas branya. Melalui pangkal lengannya Nabila melepas satu persatu tali bra yang tersampir dipundak.

“Ini kan yang kalian mau?” teriak Nabila sambil mengangkat bra merah dengan renda warna pink. Jelas saja aksi itu membuat kecewa Darto, Pak Tama, dan tentunya Hanif sendiri. Karena mereka ingin melepas serta kaosnya untuk membuang bra tersebut.

Tapi, kini mereka dapat lebih jelas melihat puting payudara dari istri Bandi yang tercetak pada kaos tipis itu. Bahkan dari sela-sela kaos yang kebesaran itu terlihat dengan jelas bagaimana kedua bukit putih itu tampak bergoyang mengikuti hentakan tubuh Nabila yang tertawa puas karena dapat memenuhi keinginan teman-teman suaminya.

“Anjani, untuk babak berikutnya ini apakah kau akan tetap seperti itu, tidak adakah sedikit bonus untuk kami, seperti yang dilakukan Nabila?” tantang Darto.

Bandi kembali bergairah untuk kembali menyaksikan pertunjukan, tubuh ranum Anjani memang menggoda setiap lelaki. Jika Anjani turut melepas branya, dengan kaos warna kuning yang ngepres dibadannya itu jelas akan mencetak keseluruhan bentuk payudaranya. Meski telah menikmati bagimana ranumnya payudara mungil Anjani, tetap saja rasa penasaran bercokol diotak mesum, membayangkan aerola merah muda yang mengelilingi puting mungil milik remaja itu terpapar bebas di depan publik. Apa yang dilakukan Anjani rupanya melebihi dari apa yang diharapkan oleh Darto, Pak Tama dan Hanif. Dengan perlahan, Anjani memasukkan tangannya ke bagian rok samping, gerakan slow motion yang sengaja dilakukan Anjani membuat jantung para pria berdegub kencang, apakah Anjani akan lebih berani mengekspos miliknya.
 
“Owhhh,,, shit,,,” Bandi tidak dapat menutupi kekagumannya atas kenakalan gadis itu, jari-jari lentik Anjani menarik turun celana dalam berwarna putih yang dibagian tengahnya sudah tampak basah.
Anjani mengangkat CD nya tepat di wajah Pak Tama yang dengan sigap membaui aroma yang tersaji, lalu menarik kain itu dengan giginya, membuat semua yang ada di ruangan tertawa. Gadis itu merapikan limpitan roknya yang lebar untuk memastikan tidak ada seorang pun yang dapat mengintip ke selangkangan yang tak lagi memiliki pelindungan. Lalu beranjak hendak meninggalkan pangkuan Pak Tama.

“Heeyyy tunggu,, itu adalah hadiah kecil yang kau berikan untuk semua, apakah tidak ada yang lebih spesial untukku,” seru Pak Tama, menahan lengan dari istri keponakannya itu.

Anjani tertawa sendiri memikirkan hadiah apalagi yang akan diberikan khusus untuk Pak Tama. Lalu sambil menutup wajah dengan tangan kanan, tangan kirinya mengangkat bagian depan rok.
“Wwwhhhoooo,,, mantaaaap,, bener-bener hadiah yang spesial, hahahaa,,” Teriak Darto bertepuk tangan, sambil berusaha ikut mengintip,namun terhalang tepian rok.

Anjani yang nekat mengambil keputusan gila itu hanya dapat menutup wajahnya dengan telapak tangan sambil terus tertawa, semua hanya gara-gara gairah mudanya yang tertantang oleh aksi berani yang dilakukan Nabila. Sebuah persaingan terselubung antara betina dewasa dan remaja. Ketika Pak Tama berusaha menundukkan kepala untuk mengecup vagina mungil yang dapat dinikmati oleh matanya, tiba Darto berteriak.

“Ok,,, saatnya pertukaran,” teriak Darto yang sudah tidak sabar mendapatkan pialanya.
“Berikanlah aku salam perpisahan, sayang,” rengek Pak Tama yang merasa berat melepas tubuh Anjani.

Melihat Anjani hanya tertawa, Pak Tama segera melabuhkan lidahnya kebibir vagina yang masih tertutup rapat namun dihiasi precume yang merembes keluar, hingga membuat Anjani menjerit, tak menduga.

“Owghh,, cukup pak, sudaaaahh,,aaahh, Sudaaahhh,,” Anjani berusaha mendorong kepala Pak Tama menjauh, posisi Pak Tama yang duduk dikursi membuat lidahnya cukup sulit untuk menjelajah celahnya. Namun lelaki paruh baya itu terus saja bereksplorasi.

Dengan badan masih menunduk, Pak Tama berusaha menatap Anjani mencoba meminta sedikit kemudahan bagi lidahnya yang haus, dengan wajah super memelas. Proposal yang diajukan Pak Tama melalui lirikan mata itu tampaknya berhasil, karena Anjani berusaha mengangkat kakinya ke sisi kursi Pak Tama.

“Aaahh,,, cukuuupp,, jangan terlalu daaaalaaaamm,,,” jerit Anjani saat lidah Pak Tama dengan cepat menyelusup kecelah vagina yang semakin basah. Namun Pak Tama seolah tak peduli.

Sesekali Anjani menjerit kecil ketika bibir vaginanya yang mulus tertusuk oleh kumis Pak Tama, tapi tusukan itu bagaikan sengatan birahi bagi Anjani untuk semakin menyodorkan vaginanya ke lidah milik paman dari suaminya itu. 

Setelah beberapa saat wajah Pak Tama terangkat sambil tersenyum lebar, bibirnya dan kumisnya berlepotan cairan putih, puas mencecapi vagina ranum, membiarkan Anjani yang terombang-ambing birahi. Ingin sekali Anjani menahan kepala Pak Tama untuk melanjutkan cumbuan hingga menuju puncak, namun rasa malu sebagai wanita baik-baik berhasil menahan. Hanif yang saat itu menonton aksi Pak Tama sambil memeluk pinggul Nabila dibuat iri dengan salam perpisahan yang diberikan Anjani kepada atasannya.

“Anjani sudah memberikan salam perpisahannya, apakah aku juga akan mendapatkannya darimu cantik,” rayu Hanif sambil mengadopsi wajah melas Pak Tama yang telah sukses mencecapi payudara Anjani.

“Bukankah kalo kau menang nanti aku akan kembali berada di pangkuanmu,” jawab Nabila yang kembali berbalik menghadap Hanif, sementara Hanif semakin mengokohkan pelukannya di pinggul Nabila.

“Please,,,Ayolah,,,”

Belum sempat Hanif menyelesaikan kata-katanya Nabila sudah kembali memasukkan kepala Hanif kedalam kaosnya. Bagai orang kesurupan, Hanif langsung menyedot dengan keras puting Nabila yang tidak lagi terhalang oleh bra, seakan takut payudara itu akan menghilang.
“Aaaaahhh,,, ooowwhhhhssssss,,,”

Nabila merintih, dirinya memang menginginkan seseorang melakukan sesuatu kepada putingnya yang mulai mengeras. Beberapa kali Nabila mengelinjang, terkadang kepalanya terangkat ke atas ketika Hanif mengigit putingnya. Desahannya sambung menyambung, setelah salah satu tangan Hanif ikut masuk ke dalam kaosnya.

“Aassshhh,,, Haaannniiff,,,” teriak Nabila sambil mengarahkan kepala Hanif ke daerah yang ingin dijamah oleh lidah pria itu,”
“Yaaa,, iyaaaa,,, pelaaan,,,”
“Owwwhhhss,,,”

Nabila yang asyik menikmati permainan bibir Hanif pada daerah payudara yang diinginkannya terpekik ketika kepala yang ada dalam kaosnya kembali menggigit sedikit lebih keras.

“Ok,,,cukup bro,,, Kita harus melanjutkan permainan,” seru Darto yang rasa iri yang memuncak, berkali-kali Darto meremas penisnya yang terasa sakit karena tidak dapat bebas menghirup udara.
“Ayolah kawaaaannn,,,” seru nya kembali ketika melihat tidak ada tanda-tanda kedua rekannya ingin mengakhiri percumbuan.

Setelah cukup lama, akhirnya Hanif menampakkan batang hidungnya, rambutnya tampak kusut berantakan, sementara Nabila berusaha mengatur nafasnya. Dengan langkah terhuyung Nabila melangkah ke pangkuan Darto. Anjani yang juga harus beralih kepangkuan Hanif memilih berjalan di depan tempat Darto duduk dengan kaki yang masih gemetaran menahan birahi. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Darto untuk menyelusupkan tangan nakalnya ke balik rok Anjani, lalu mencoleh pintu vagina yang begitu basah.

“Aaawww,,” jerit Anjani berusaha menarik tangan Darto keluar, yang dijawab dengan pekikan tawa. Nabila pun tidak tinggal diam dirinya turut meremas dengan gemes pantat Anjani. Suara tawa bersahutan menggema di ruangan yang memang terpisah dengan kamar-kamar.

Darto sempat tergiur dengan kemolekan tubuh Anjani yang telah terbuka disana-sini, tapi melihat kecantikan Nabila dan misteri dibalik pakaiannya kembali meneguhkan pilihannya. Kapan lagi dirinya dapat menikmati tubuh Nabila dan payudaranya yang selama ini membuatnya penasaran.

Darto membuka pahanya lebar-lebar mempersilahkan Nabila untuk duduk di salah satu pahanya. Berbeda dengan posisi ketika dirinya duduk di pangkuan Hanif yang membelakangi, kini dengan duduk di paha kanan Darto Nabila dapat lebih leluasa apakah harus menghadap Darto ataukah ke arah teman-temannya yang lain. 

Tapi sial bagi Bandi, posisi duduk Darto justru membelakangi tempat persembunyianya. Ada rasa cemas dihati Bandi dengan apa yang akan terjadi pada istrinya, karena matanya tidak dapat mengawasi aktifitas tangan Darto dengan jelas. Baru saja Nabila menghenyakkan pantatnya yang padat montok pada paha yang disediakan, tangan Darto langsung bergerilya menyusup ke balik kaosnya.

Lagi-lagi Nabila hanya tertawa, melalui kerah lehernya yang lebar mata indah Nabila mengintip payudaranya yang dimainkan oleh Darto, sesekali tawanya menggelRegar mendominasi suara diruangan saat Darto membisikkan sesuatu ke telinganya. 

Sementara Anjani belum sempat duduk di paha Hanif, lagi-lagi harus merelakan payudaranya diremas oleh Hanif yang memaksa Anjani mengakat kaos nya lebih tinggi, lelaki itu tidak peduli dengan penolakan Anjani, Yang ada dibenaknya saat ini adalah menikmati sepuas-puasnya payudara yang kini menjadi piala miliknya.

“Sebelum kita memulai babak ini sepertinya ada peraturan yang harus ditambahkan, karena dari tadi aku melihat tangan kanan piala-piala kita ini lebih banyak menganggur, bagaimana jika kalian memainkan ‘perseneling’ kami, agar kami dapat menanjak dengan cepat,”

“Setujuuuu,” teriak Hanif sementara Pak Tama hanya mengumpat, kenapa peraturan itu tidak ditetapkan dari tadi, saat dirinya masih memangku Anjani. Tapi Nabila dan Anjani yang terlihat mulai mabuk justru tertawa. Keduanya sesaat saling melemparkan senyum penuh persaingan.
Meskipun istrinya dalam keadaan mabuk, Bandi berharap rasa malu yang tersisa dalam diri Nabila dapat mengajukan penolakan.

“Ok, Siapa takut,” teriak Nabila sambil mengangkat gelasnya tinggi-tinggi. Yang disambut tawa Anjani yang telah duduk manis dipangkuan Hanif.

Persetujuan Nabila bagaikan kilatan petir yang menyambar kepala Bandi, bagaimana mungkin istrinya yang selama ini selalu menjaga sopan santun, kini secara terbuka akan menggenggam penis lelaki lain di depan banyak orang. Tubuh Bandi merinding, sampai mana kegilaan ini akan berakhir, berhasilkah Darto menjejalkan penisnya kedalam tubuh indah istrinya.

“Aaakhhh,,,” Bandi menggeleng-gelengkan kepalanya mencoba membuang pikiran akan kemungkinan terburuk yang dapat terjadi.
“Kyaaaaa,,,,”

Bandi terjaga saat mendengar teriakan Nabila, wajah cantik istrinya menunjukkan raut keterpesonaan akan sesuatu yang kini ada dalam genggamannya.

“Bagaimana mungkin milikmu bisa seperti ini,” pertanyaan Nabila yang penuh rasa kagum mengalir ringan dari bibir mungilnya.

Nabila yang akhir-akhir ini mulai mengenal beberapa bentuk penis selain milik suaminya, dibuat kaget oleh pusaka kebanggan Darto, dengan bentuk yang melengkung ke atas. Kepala batangnya memang standar tapi semakin membesar menuju ke pangkal.

“Lalu,, kau ingin aku melakukan apa dengan milikmu ini,” birahi Nabila bergemuruh, dirinya tidak dapat menghindari pikiran mesum, membayangkan jika batang bengkok itu menyerang kemaluannya dinding vagina bagian mana sajakah yang harus menerima hantaman-hantaman keras milik Darto.
“Arggghhh,,,” pekik Nabila pelan ketika pikiran-pikiran mesum semakin meracuni otaknya.

“Hey,hey,, Nabila, kurasa kita dapat melakukannya dengan pelan-pelan,” bisik Darto ketika penisnya diremas dengan keras oleh jemari Nabila.

“Letakkanlah gelasmu, sehingga kau dapat membantuku untuk memegang kartu-kartu yang merepotkan ini,” pinta Darto setelah menerima kartu yang dibagikan Pak Tama.

“Owh,,, tentu sayang,” balasnya sambil mengambil kartu-kartu diatas meja yang baru dibagikan Pak Tama.

“Hei, lihatlah kartu-kartu mu, aku tidak yakin untuk babak selanjutnya aku dapat terus memegang batangmu ini,” ucap Nabila dengan kening berkerut, ada rasa enggan dihatinya bila harus melepas penis teman suaminya itu.

“Yaaa,,, itu artinya kau harus membantuku untuk memecah konsentrasi pak Tama, agar aku tetap bisa meremas dua payudaramu ini,” jawab Darto yang kini sibuk mengenali dua gunung kembar yang ada di telapak tangannya.

Berbeda dengan Hanif, yang mendapatkan kartu cukup baik, sepertinya lelaki tidak perlu takut akan kemungkinan kemenangan Pak Tama yang tertawa puas mengamati kartunya, karena kalaupun menang atau menjadi yang kedua, Hanif pasti akan tetap mendapatkan Anjani yang terlihat kewalahan meladeni isapan lidah Hanif pada payudaranya, sedangkan tangan kanannya terus mengocoki penis Hanif yang sudah sangat keras. Artinya dia hanya perlu mengalahkan Pak Tama.
Nabila kembali tertawa,

“Boleh juga usulmu, aku akan menolongmu, tapi aku tidak yakin ini bisa berhasil,” cerita Sex
Dengan gerakan pelan Nabila menggeliat bagai cacing, meregangkan otot tubuhnya, dua tangannya yang terangkat ke atas memberikan pemandangan yang eksotis bagi Pak Tama. Melalui celah lebar di ketiak kaos, lelaki yang telah memasuki usia 50an itu dapat melihat dengan jelas bagaimana ganasnya jemari Darto meremas dan memilin putting Nabila.

“aaahhhh,,, jangan disitu Dartooo,,,” Nabila menggelinjang manja ketika Darto menggelitik kupingnya dengan lidah. Tapi Darto justru memeluknya semakin erat.

“Siaaaal,,,, kenapa bagian itu harus terjamah olehnya,” pekik Bandi dengan kesal, telinga adalah bagian paling sensitive bagi Nabila, Bandi berani bertaruh jika selangkangan istrinya pasti akan semakin membanjir.

“Bila Hanif telah meminta salam perpisahan, apakah kau tidak ingin memberikan salam sambutan kepada tubuhku ini, Darto?”

“Kurasa aku bisa membantumu memainkan kartu-kartu ini selama kau beraksi didalam kaosku?,” tawar Nabila yang mulai gerah dengan suasana. Tidak perlu pertimbangan bagi Darto untuk segera menenggelamkan kepalanya kedalam kaos Nabila.

“Ooowwgghhh,,,hahahhahahassss,, oopppsss,, pelaaann…uugghhhsss,”

Nabila tidak dapat menahan serangan Darto, ketika kulit payudaranya yang kedinginan merasakan panasnya lidah Darto. Membelit, menghisap, menggigit. Penis Darto yang ada dalam genggamanyan semakin mengeras, kepala penis unik yang mencuat keatas itu mulai mengeluarkan lendirnya. Namun sayangnya penis itu sekali-sekali harus dilepasnya untuk mengambil kartu tambahan yang terus dibagikan Pak Tama sekaligus membuang kartu yang tidak dibutuhkannya.

 Bandi seakan tidak percaya, bila wanita yang tengah mengerang dan terus bergerak erotis menggoda Pak Tama itu adalah istrinya, seorang wanita yang selama ini dikenalnya sangat setia dan selalu menjaga sopan santun
“Aaahhh,,, apa yang kau lakukan,” jerit Nabila saat merasakan jemari Darto berhasil menerobos leggins nya.

“Aaahhh,,, cepat tarik tangan mu daaari sana,” tangan kanan Nabila terpaksa melepas penis Darto untuk menahan tangan lelaki itu.

Tapi telunjuk Darto terlanjur menyentuh pintu vagina yang masih terlindung kain tipis, membuat kaki Nabila terhentak menahan kilatan birahi, wanita itu bingung apa yang harus dilakukan.

“Aku tidak pernah menduga jika milikmu sesempurna ini, beruntung sekali Bandi bisa melesakkan penisnya kapanpun dia mau ke vagina gemuk mu,,” bisik Darto.

Mendengar kata-kata Darto, Nabila bukannya menarik tangan Darto keluar tetapi justru menekan semakin ke dalam. Bahkan ada rasa sesal di hati Nabila yang telah dipenuhi oleh nafsu, kenapa tadi dirinya tidak mengenakan rok pendek seperti Anjani, dengan celana leggins yang dikenakannya saat ini jemari Darto begitu sulit untuk beraksi di dalam sana.

“Bagaimana mungkin kau bisa mengatakan milikku sempurna, sedangkan kau tidak pernah melihatnya,” sela Nabila sambil berusaha melebarkan pahanya, seakan memberikan izin jemari Darto untuk terus beraksi.

“Aku bisa merasakan, celana dalam mu ini menyembunyikan sebuah lorong yang indah dan mempesona, yaaahh,,, setidaknya sempurna untuk batang yang tengah kau remas ini,” ucap Darto sambil sesekali merasakan rambut yang tumbuh lebat di sekitarnya.

“Tapi jika kau mengizinkan aku untuk melihat langsung bagaimana bentuk yang sebenarnya, pastinya aku tidak akan menolak,”

“Hahaha,,, dasar gombaaal, memang lelaki kalau sudah ada maunya bisa mengatakan apa saja,” gelak tawa Nabila mengagetkan Anjani yang tengah menikmati jemari Hanif yang berhasil mengobok-obok vaginanya.

Rok longgar selutut yang dikenakan Anjani rupanya cukup membantu menyembunyikan jemari Hanif, beraksi dengan bebas divagina mungil Anjani yang tidak lagi memiliki pelindung. Membuat gadis itu merintih tertahan, menikmati jari tengah Hanif yang bergerak keluar masuk, menjelajah dan mengorek precume nya keluar.

“Lalu, kenapa kau tidak meminta padaku agar jari-jarimu bisa lebih mengenali milik sahabat mu ini, kurasa tidak ada bedanya ketika kau meremasnya di luar ataupun di dalam kain segitiga ini,” bisik Nabila sambil menarik tangan Darto keluar, tapi kemudian justru menarik karet leggins dan celana dalamnya ke depan.

“Hahahahaaa,, ternyata benar apa yang sering dikatakan Bandi, kau memang baik hati dan dermawan,” tawa Darto, yang sontak membuat Bandi bingung, apa yang tengah terjadi di antara mereka.

“Huusss,, diamlah, kalau kau tak mau, aku akan menutupnya,” Nabila merasa tidak nyaman saat nama suaminya disebut.

Dengan cepat Darto menahan tangan Nabila, mencoba mengintip, namun begitu gelap, hanya rambut-rambut yang begitu tebal yang tampak. Dengan sangat bernafsu Darto segera melesakkan tangannya.
“Owwghhh,,,pelaaaan Darto,,,” jerit Nabila dengan keras ketika dua jemari Darto langsung menciduk ke bagian dalam vaginanya yang memang sudah sangat basah.

“Hei,,, adakah dari kalian yang ingin menikmati ice cream ini,” teriak Darto sambil mengacungkan tangannya yang sudah penuh oleh cairan milik Nabila.

Tentu saja Nabila sangat malu, lalu memukul-mukulkan bantal kecil ke kepala Darto.
“Kalau kau terus membuatku malu, maka aku akan menutup milikku ini selamanya,” ancam Nabila.
Darto hanya tertawa, ancaman Nabila dianggapnya pepesan kosong, karena Darto sangat yakin bila istri Bandi itu telah tunduk sepenuhnya pada dirinya. Dengan pasti Darto kembali memasukkan tangannya.

“Aaahhh,,,” Anjani yang tidak dapat menahan rangsangan dari jemari Hanif kembali merintih. Kocokannya pada penis Hanif bertambah cepat, membuat suasana semakin panas, berkali-kali Pak Tama melirik Anjani dan Nabila dengan pandangan iri.

“Yeaaahhhh,,,,” sepertinya salah satu diantara kalian harus kembali ke pangkuanku, teriak Pak Tama ketika berhasil mendapatkan kartu yang lebih bagus.

Namun permainan masih beberapa putaran lagi, Pak Tama cukup kewalahan menahan birahinya yang tidak tersalurkan.  Teriakan Pak Tama menyadarkan Darto dan Hanif yang asik mencumbu tubuh panas di pangkuan mereka. The game must go on.

“Hey,,, rasanya tidak adil bila kita tidak berbagi dengan Pak Tama, bukan begitu Nabila?”
Nabila menjadi bingung, apalagi yang akan dilakukan Darto pada dirinya.

Tiba-tiba Darto menyuruh Nabila berdiri merubah posisi dengan mengangkangi kedua pahanya, membuat penisnya menyundul tepat di bawah vaginanya.

“Krraaaaakkk,” Nabila terkaget, dengan kasar tangan Darto merobek leggins nya tepat di tengah selangkangannya, dan dengan cepat Nabila menutupi celana dalam berwarna putih yang telah basah dari tatapan mata Pak Tama.

“Dartoooooo,,,,,” Nabila berteriak keras, untuk kesekian kali pria itu membuatnya malu. Namun disambut decak kagum dan gelak tawa Pak Tama dan Hanif.

“Ayolah,,, bukankah kau ingin membantuku untuk mengalahkan Tama,” bisik Darto sambil menarik kedua tangan Nabila yang menutupi selangkangannya.

Sambil membuang muka kesamping Nabila menarik tangannya, dan terpampanglah celana dalam yang sudah sangat basah, sehingga mencetak sebuah garis yang melintang tepat di selangkangannya. Beberapa rambut kemaluannya mengintip keluar.  Dada Nabila semakin bergemuruh, saat menyaksikan nafas Hanif dan Pak Tama mendengus penuh nafsu memandang selangkangannya yang terbuka bebas.

“Tatapan mereka seperti ingin melumat vaginakuuu,,, Uuuhhhh,,, permainan ini benar-benar membuatku gila” dengus hati Nabila yang terbakar birahi.

Ingin sekali Nabila membuka kain terakhir yang tersisa untuk memberikan hiburan kepada teman-teman suaminya itu, namun rasa malu masih merajai hatinya. Dengan sedikit gerakan Darto berhasil membuat penisnya menyembul, tepat didepan kain penutup vagina Nabila yang telah basah, seandainya tidak ada kain tipis berwarna putih itu, pastinya kedua kulit mereka akan bertemu. 

Dengan sedikit malu Nabila kembali meremas penis unik yang menggeliat manja didepan vaginanya.
“Ooohhh yeeaaahhh,,,” Dartomemegang pinggul Nabila dengan kuat,

Nabila tidak hanya mengocok penisnya, namun berulangkali menggesekkan batang itu kevaginanya yang terbalut kain tipis. Kartu yang dipegangnya tergeletak di meja ketika tangannya terayun ke belakang untuk menjambak rambut Darto, lenguhan semakin sering terdengar saat tangannya terlalu keras menekan batang Darto ke vaginanya. 

Nabila tidak berani bertaruh apakah dirinya mampu bertahan dengan godaan ini, apalagi setelah Pak Tama juga mengeluarkan penisnya yang besar diselimuti kulit yang kecoklatan, dipenuhi dengan rambut-rambut yang mengelilingi tongkat kebanggaannya. Persis seperti miliknya yang sangat rimbun. Nabila bergidik, menatap batang kekar yang cukup besar, mungkin seukuran milik Bandi hanya saja milik Pak Tama belum disunat. Tapi saat ini dirinya hanya dapat menyaksikan bagaimana tangan Pak Tama yang penuh bulu mengocok penisnya dengan cepat.

“Aku ingin batang itu lagi,,,” lirih Nabila.

“Apaa?,,, kau ingin batang Pak Tama lagi? Apa sebelumnya kau sudah pernah mencoba?,,” tanya Darto yang bingung.

“Ohh tidaak,, kau salah dengar,,”

Jawab Nabila cepat, tidak berani berangan lebih jauh, saat ini saja dirinya sudah sangat malu, apalagi bila harus meminta Pak Tama menghujamkan penis hitam itu ke kemaluannya.

AGEN POKER TERPERCAYA 

“Aaahhhhh,,,,eehhhhmmm,,” terdengar teriakan tertahan dari mulut Anjani, mengagetkan khayalan dan birahi Nabila.

Tanpa sepengetahuan Nabila, Darto dan Pak Tama, Rupanya Anjani yang sudah tidak mampu menahan birahi akhirnya menyerah, dan mengijinkan Hanif untuk menghujamkan penis ke liang kemaluannya. Lagi-lagi rok mini itu berhasil menyembunyikan bagaimana beringasnya penis Hanif menjelajah masuk ke kemaluan mungil gadis muda itu. Meski Darto, Hanif dan Nabila sangat tau dengan apa yang tengah dialami Anjani, namun tetap saja wanita muda itu terlihat malu-malu untuk menunjukkan ekspresi kenikmatan yang tengah melanda tubuhnya. 

Tidak ada gerakan dari pantat itu, namun membiarkan batang penis milik teman suaminya itu menghujam keras di belahan vagina.

“Ooowwwhhh,, itu pasti sangat nikmat,” gumam Bandi saat teringat bagaimana batangnya berhasil menyelinap masuk ke dalam kemalaun Anjani, dan berhasil memenuhi rahimnya dengan sperma.

Hanif menyelipkan empat lembar kartu yang dipegangnya pada rok Anjani, membuat gadis itu terlihat semakin nakal. Kini tangan yang telah bebas itu mulai memegang pinggul Anjani dan mengayun pelan, mengomando Anjani untuk bergerak ke depan dan ke belakang dengan malu-malu.

Semua pandangan tertuju kearah Rok Anjani yang mulai berkibar mengiringi goyangan yang kini semakin cepat. Dengan matanya Pak Tama mencoba memberi isyarat kepada Hanif untuk menyingsingkan kain yang sangat mengganggu pandangannya. Anjani yang rupanya sempat membaca isyarat itu segera memegang roknya dengan kuat. Dirinya terlalu malu bila vaginanya yang merah merona tengah melumat penis yang bukan milik suaminyam, menjadi tontonan.

“Apakah kau tidak ingin sedikit berbagi dengan Pak Tama, lihatlah wajahnya yang memelas untuk sebuah pemandangan indah dari tubuhmu,” rayu Hanif.

Namun Anjani tetap kekeuh memegang erat kain roknya dengan tubuh yang terus bergoyang ke depan dan belakang yang diarahkan oleh lengan Hanif pada pinggulnya.

Posisi ini memang cukup sulit jika si wanita tidak berperan aktif menggoyang tubuhnya, tak perlu waktu lama tubuh Hanif telah bermandi keringat. Tapi dirinya tidak memiliki pilihan lain cairann posisi ini. Tapi tetap saja, perubahan wajah Anjani yang terkedang mendesah, meringis, bahkan sesekali menjerit memberi tanda kuatnya serangan Hanif di sela-sela pantatnya.

“Bila aku menjadi Anjani tentunya akupun akan malu jika tubuhku yang tengah disetubuhi oleh orang lain menjadi tontonan,” ucap Nabila sambil terus meremas batang Darto digenggamannya.
“Lalu kenapa tidak kau ambil selimutmu itu, dan biarkan aku bermain di kemaluanmu tanpa diketahui orang lain,” balas Darto cepat ketika melihat peluang.

“Hahahahaa,,,Tapi bukan itu yang kumaksud, tunggulah Hanif menyelesaikan aksinya, mungkin Anjani akan sedikit berbelas kasihan pada dirimu,” jawab Nabila sambil tertawa.

“Mba Nabila,, ga booleeeh cuurang yaaa,,” seru Anjani yang terengah-engah meladeni serangan penis Hanif, tubuh indah itu tidak lagi bergerak maju mundur, tapi sudah mulai menghentak, dan terus semakin keras hingga membuat vaginanya yang belumur oli putih, mencengkram erat penis Hanif. Rok mini itu tak mampu lagi melindungi tubuh pemiliknya setelah kedua tangannya berpindah ke pegangan kursi.

“Mbaaa Nabila,,, tolongin akuu mbaa,,” desahan Anjani semakin menjadi, entah apa maksud teriakan permintaan tolongnya, karena sangat jelas jika wanita muda itu tengah menikmati permainan Hanif.
Permainan kartu itu sepertinya telah berhenti total, karena kini Pak Tama pun sibuk memainkan penisnya sendiri. Tanpa diduga Nabila berdiri dari pangkuan Darto, dengan cepat mengambil selimut tebal yang sangat lebar sehingga dapat menyembunyikan tubuh semampainya.

“Siaaaalll,,, itukan selimut kesayanganku, ngapain Nabila membawa kesitu,” umpat Bandi saat melihat selimut dengan gambar Hello kitty. (Weeww,,, )

Dengan cepat Nabila membalutkan kain tersebut ke tubuhnya dan kembali ke pangkuan Darto, dengan sangat mesra Darto mempersilahkan Nabila untuk duduk di atas pangkuannya, dan kembali ke posisi semula, memangku dan dipangku.

“Aku rasa aku dapat memberikan permainan yang lebih hebat dari mereka,” bisik Darto sambil menggigit telinga Nabila.

“Oh yaaa,,, dengan kain ini kurasa kau dapat dengan bebas membuktikannya,” seru Nabila sambil tertawa nyaring.

Hati Bandi memanas, bagaimana mungkin istrinya bisa begitu mesra terhadap Darto sahabatnya. Kini dua tubuh yang berselimut kain itu tampak sibuk dengan aksi mereka. Kepala Darto menghilang ke dalam selimut, lidahnya menjangkau puting Nabila, membuat wanita terpaksa sedikit memiringkan tubuhnya, menyambut keinginan Darto.

Dari sela-sela kursi yang tidak tertutup selimut Bandi dapat melihat bagaimana lidah Darto bermain-main dengan sepasang payudara yang selama ini selalu dibanggakannya. Sementara tangan Nabila memeluk kepala Darto dengan erat, memaksa kepala itu tidak pergi jauh dari kedua putingnya.
“Kyyaaaa,,,Dartooo”,,,

“Yeeeaaahhh,,,,”
Teriakan Nabila disambut dengan pekik kemenangan Darto, lengan kanannya muncul dari balik selimut dengan membawa serta sepasang kain, dengan semangat Darto mengibarkan kedua kain itu ke atas sambil tertawa riang.

“Sudahlah,,, kau hanya membuatku malu,,,” teriak Nabila berusaha merebut kain tersebut. Namun Darto terlebih dahulu melempar kain itu ke arah Pak Tama.

Bandi semakin terkesiap, ketika kedua lengan Pak Tama merentangkan kain yang tidak lain adalah leggins dan celana dalam Nabila.

“Bandi pernah bertanya kepadaku, milik siapa yang lebih nikmat, apakah milik Zahra istriku, ataukah milikmu ini,” ucap Darto pelan sambil tersenyum, tangannya mengusap-usap bibir klentit Nabila yang sudah sangat basah.

“Owwwhhh,, yaaa?,,,kurasaaaa,, sebelum Bandi dapat membuktikannya, Emmmhhh,,, kau bisa lebih dulu untuk menilai milik siapa yang lebih nikmat,,,”

Dada Nabila bergemuruh seiring tubuhnya yang mengangkat sedikit pinggulnya,, dengan kepala tertunduk kebawah seakan ingin memastikan sesuatu yang ada diantara tubuh mereka dapat melakukannya tugasnya dengan baik.

“Oooowwwhhhhssss,,,Ughh,,Yaaa,, sedikiiit lagiiii, yeaahhh,,,,” teriak Nabila.
“Aaaaaakkkhhhhh,,, Dartooo,,,”seketika kepalanya terdongak keatas. Darto tersenyum puas, sesaat tubuh keduanya terdiam saling meresapi kenikmatan yang tengah terjadi.

“Nabila,,,” gumam Bandi lirih, saat mendengar bibir istrinya yang memproklamirkan kenikmatan dari batang yang berhasil masuk kedalam kemaluannya.

Bandi merasa benar-benar kacau, disaat hatinya begitu sakit, penisnya justru mengeras dengan sempurna.

“Akhirnya kau berhasil menempatkan senjatamu dikemaluanku, kau telah mendapatkan tubuhku,” bisik Nabila, kedua telapak tangannya mengelusi wajah Darto dengan penuh birahi.

“Bukankah kau memang menginginkan ini, sebuah petualangan yang panas,” balas Darto, gairahsex.com tangannya tidak lagi memegangi selimut yang menutupi tubuh mereka, telah masuk ke balik kaos Nabila, merabai punuk, punggung, pinggul hingga pantat Nabila, meresapi dengan sepenuh hati keindahan dan kemulusan kulit pegawai bank swasta tersebut.

“Aku juga pernah mendengar dari Bandi, vaginamu memiliki kemampuan yang jarang dimiliki oleh wanita lain, jika kau tidak keberatan aku ingin sedikit merasakannya,”

Kening Nabila berkerut tidak mengerti. Pinggulnya mulai bergerak.

“Bukan,, bukan itu yang kumaksud,” sergah Darto cepat, seraya menahan pinggul Nabila.
“Lalu,,,” Nabila semakin, bingung, namun dinding vaginanya berkedut setelah merasakan pergesekan dua kulit kemaluan, otot vaginanya berkontraksi.

“Yaa,, terusss,,, Aaahhh,,, hisapan ini yang membuatku penasaran selama iniii,,,”
“Hahahahahaaa,, berarti kau sudah lama ingin mencicipi tubuhkuuu,, sekarang nikmatilah sepuasssmuuu,,, eeeemmhhhh,,,” Nabila tersenyum genit, tubuhnya tak bergerak, tapi otot vaginanya membetot erat batang Darto,, melonggar,, dan kembali mencengkram dengan kuat, membuat Darto mendesah nikmat.

“Oooowwwhhhh,,, gilaaaa,,,”
Kini selimut itu hanya menutupi bagian bawah tubuh mereka. Sesekali kepala Nabila menoleh ke arah Pak Tama dan memainkan lidahnya dengan nakal, menggoda pria yang hanya bisa memegangi penisnya sendiri.

“Baiklah, aku menyerah, permainan usai, boleh aku bergabung dengan salah satu dari kalian,” Pak Tama berdiri dan menggosok-gosok kedua telapak tangannya.

Penisnya yang hitam besar dengan congkak menantang ke depan. Namun harapannya pudar saat melihat Nabila yang begitu erat menempel ketubuh Darto, kembali bergerak liar, mengacuhkan semua yang ada disitu, Darto sendiri tampak kewalahan dengan hentakan tubuh Nabila yang bergerak cepat. Tak ada lagi rasa malu pada wanita itu. 

Yang ada hanya bagaimana cara untuk mendapatkan orgasme ternikmat yang bisa diberikan oleh penis cairann milik suaminya. Kini harapan Pak Tama hanya pada Anjani, yang juga tak lagi mampu mengontrol birahinya, pinggulnya bergerak maju mundur, bermain-main dengan penis Hanif yang sesekali membuatnya berteriak nikmat. Dengan nakal Anjani mengangkat tangannya dan dengan telunjuknya memberi tanda larangan. Bibirnya masih tersenyum dengan selangkangan yang kembali bergoyang mengiringi semua kehendak Hanif.

“Muungkiiin,, Anjaniii bisaa membantu Baapaak,” suara Nabila tersengal-sengal.

“Aaahh,, kenapa dilepaaasss,” rengek Nabila tiba-tiba saat Darto mengangkat tubuhnya hingga batang yang memenuhi rongga vaginanya terlepas.

“Kenapa kau bisa begitu pelit dengan bos dari suamimu, berilah dia sedikit tontonan mungkin itu bisa sedikit membantunya.”

“Yup,, sekarang saatnya show,” teriak Darto dan seketika melempar selimut yang menutupi tubuh mereka.

Dan tampaklah tubuh Nabila yang berjongkok di atas kedua paha Darto, memamerkan vagina yang menganga basah, berhadapan dengan penis Darto yang dipenuhi lendir senggama Nabila
“Kyaaaaaaa,,,” Nabila berusaha meloncat, dan mengambil selimut yang terlempar ke arah Pak Tama.
Namun Darto sudah lebih siap dan menekuk tubuhnya, hal ini justru membuat penisnya tertanam semakin dalam dan seakan mengunci tubuh Nabila.

“Hahahahaaa gilaaaa kauu Dartoooo,, Aku maaluuu tauuu,,, punyaku lebaaat kaya giniii,” jerit yang diselingi suara tawa Nabila memenuhi ruangan yang penuh aura birahi.

Sambil menutupi kedua wajahnya Nabila mencoba menutup kedua lututnya, dari sela jemarinya Nabila mengintip Pak Tama yang melongo memandang tubuhnya penuh rasa kagum. Sepasang paha yang begitu mulus berujung pada selangkangan yang merekah dengan rambut kemaluan yang rimbun. Sementara pintu vaginanya terbuka lebar seakan ingin melahap batang kokoh yang ada di depannya.

“Whuaahhaaha,,, Dartooo,,,” lagi-lagi Nabila dibuat terpekik dan tertawa setelah kedua pahanya di angkat ke atas dan terbuka lebar, membuat Pak Tama sekilas dapat dengan jelas melihat setiap sisi pintu vagina yang mengkilat.

Kini hanya kaos longgar yang menutupi bagian atas tubuhnya, sementara bagian bawah tubuhnya terpampang di hadapan dua pria perkasa, dengan selangkangan yang terbuka lebar, seakan pasrah menerima setiap hujaman penis. Sungguh dirinya merasa sangat malu, belum pernah seumur hidupnya tubuh indahnya dapat dinikmati dengan bebas oleh para lelaki, tapi ini terlalu menantang untuk dilewatkan.

Darahnya berdesir, terbesit dalam hati untuk membiarkan tubuhnya dinikmati oleh mereka secara bersamaan, seperti yang ada diotak liarnya selama ini. Dan kini salah satu penis telah berada dalam tubuhnya, mungkinkah dirinya memohon penis yang telah siaga didepannya untuk ambil bagian masuk ke dalam lorong tubuhnya yang lain. Namun Nabila teralalu malu untuk meminta itu, tapi jika tidak sekarang, kapan lagi dirinya bisa mewujudkan keinginan liarnya.

“Apakaah kau bisa membuatnya semakin bergairah dengan aksi nakal mu?,,,” bisik Darto menggoda Nabila.

Nabila menarik tangannya, membiarkan vaginanya terekspos bebas, lalu kedua tangannya menarik setiap sisi pintu vaginanya, hingga lorong gelap yang mengalirkan cairan dapat terlihat oleh mata Pak Tama.

“Batang bapak ingin dilumat seperti ini?,,, Oooowwwhhhh,,,,” dengan sangat perlahan kemaluan Nabila yang terpapar melahap batang Darto,, sangat perlahan, seakan sangat menikmati setiap inci gesekan kulit kedua kelamin.

“Uuuhhh,,,” bibirnya melenguh saat batang Darto tiba-tiba menghentak.

Wanita yang tengah dipenuhi birahi itu tak mampu lagi untuk berfikir, kini dirinya hanya bisa pasrah menerima perlakuan Darto yang juga tersulut aksi nakalnya. Nabila memandang wajah Pak Tama dengan nafas terengah, bersahutan dengan suara kecipak kemaluan yang basah. Andaipun Pak Tama ingin ambil bagian atas tubuhnya, Nabila tak yakin dirinya mampu menolak.

“Yeeaaaahhhh,,,, aaaggrrhh,,,” Suara Hanif melengking, tubuhnya bergetar hebat, memeluk gadis yang menelan penisnya disela selangkangan dengan erat. Jemarinya dengan kuat meremas payudara yang ada di genggaman seakan menjadi pelarian dari rasa nikmat yang dirasakan seluruh tubuhnya.
Namun tidak begitu halnya dengan Anjani yang masih sibuk mengejar orgasme. 

Pantatnya masih bergerak, menggesek dan menghentak batang yang ada didalam tubuhnya, berharap penis itu dapat menghantarkan kenikmatan serupa. Namun batang itu mulai mengecil sang empunya pun hanya dapat tersenyum kecut mengakui kekalahannya. Melihat peluang itu, Pak Tama dengan cepat menarik tubuh Anjani dari pangkuan Hanif. Tak pernah terpikir olehnya jika kini dirinya dapat menikmati tubuh dari istri keponakannya. 

Tanpa diminta Anjani yang dibaringkan di atas karpet lantai, membuka selangkangannya selebar mungkin, memberi tempat kepada tubuh pak Tama yang terbilang besar, agar dapat menempatkan pinggulnya didepan selangkangannya yang terus berkedut minta diisi, berusaha memberikan akses seluas-luasnya kepada batang besar yang menghitam dan penuh dengan rambut yang mengelilingi. Namun tetap saja penis itu agak kesulitan menerobos lubang yang terbiasa dengan batang yang memiliki diameter lebih kecil.

“Uuugghhh,, tekan aja om, punya Anjani bisa nelen punya om koq,,” suara Anjani merintih. Gadis itu tau jika lelaki yang ingin menikmati tubuhnya ini tak ingin menyakitinya.

Tapi Anjani sangat yakin jika vagina mungilnya mampu menampung seluruh diameter batang itu. Seperti saat Bandi menghujamkan batangnya dikolam renang, meski sangat sulit akhirnya lelaki itu dapat bersemayam di vaginanya, tepat didepan suaminya.

“Aaaarrrgghhh,,, Ooomm,,,,,eehmmh,,,,” Seluruh tubuhnya bekerjasama, berusaha menyelusupkan penis Pak Tama jauh kedalam lorong kemaluannya. Pahanya dengan keras menjepit pinggul, tangannya dengan kuat menekan, dan selangkangannya terangkat bergoyang, bibir vaginanya menganga lebar menyambut batang yang begitu susah payah menghadapi otot vagina yang tiba-tiba menjepit saat merasakan sebuah benda menggasak dinding-dinding yang sensitif.

“Bisakan Ooom,, Eeehhh,” tubuh Anjani bergetar, bibirnya mengerang penuh birahi saat merasakan batang besar itu akhirnya berhasil menerobos celah sempit yang telah basah oleh sperma Hanif.
“Uuugghh,,” Namun Pinggul montoknya sekali lagi menghentak keatas saat merasakan masih ada bagian dari rongga vaginanya yang kosong dan tentunya batang Pak Tama masih terlalu panjang untuk lorong vagina Anjani yang dangkal.

“Arrggghhhh,,,Adduuuuuuuhhhh,,Aaaaaaahh,,,” jemari kecilnya mencengkram pantat Pak Tama seiring tubuh yang bergetar hebat menyambut orgasme yang sangat tiba-tiba dan begitu mudah menghampiri syaraf ektasinya.

Pak Tama tertawa dengan ulah Anjani, menikmati batang yang diguyur oleh cairan birahi Anjani yang cukup banyak. Sesaat dibiarkannya tubuh sintal itu menikmati orgasmenya.

“Sekarang giliran Om ya,” ucap Pak Tama sambil menggoyang-goyang batang yang menghujam jauh ke dalam kemaluan Anjani.

Sementara gadis yang begitu pasrah ditindih oleh paman dari suaminya itu hanya tersipu malu, dengan malu-malu tangannya merabai tubuh besar yang selama ini memang menghantui fantasi seksualnya.

“Aaauugghh,,, udah mentok om, jangan terlalu dalam, ntar punya dede sakit,” Tama tersenyum dengan kalimat manja yang begitu saja terlontar.

Kedunya melihat ke bawah menyaksikan bagaimana batang besar itu menggasak pintu vagina yang dipaksa menelan batang yang lebih besar dari biasanya. Perlahan Tama menarik pinggulnya, belum sempat helm besar itu keluar, pinggulnya kembali menghujam jauh ke dalam.

“Ooomm,, gede banget om,,, seperti punya Pak Bandi,, Adduuuhh,,Aaahhh,,”
“Bandi?,,, apa Bandi sudah pernah menyetubuhi mu?,,,”

“Ststsssss,,, jangan kenceng-kenceng, entar kedengeran sama Mba Nabila,” Anjani mengutuki kecorobohannya menyebut nama Bandi.

“Hahahaaa,, dasar kau Bandi,, jangan-jangan kedua istriku juga sudah kau cicipi,” gumam Pak Tama. Lalu menghentak batangnya dengan lebih keras dan cepat.

“Ooomm,,, pelan Ooomm,, memek Anjani ntar jeboooll,, aaagghhhh,,,” gadis itu meringis menahan perih didinding rahimnya yang digedor-gedor. Apa semua batang besar emang beringas seperti ini, pikir Anjani yang kewalahan, berpegangan pada pundak Pak Tama.

Melihat aksi Pak Tama, Nabila menjadi semakin panas, iri melihat kemujuran Anjani yang hanya dalam beberapa menit bisa menikmati dua buah batang.

“Aaaggghhhh,,, Dartooo,,, lalkukan apapun yang ingin kaauuu lakukaaaannn,, Aaaahhh,,,”
Wajah Anjani memucat, puncak birahi tengah menantang pertahanannya, namun akhirnya harus menyerah dalam lenguhan yang panjang.

“Oooommm,,, Anjaniiiii,,, keluaaaaaarrrr,, Aaagghhhh,,,” pangkatnya terangkat tinggi menantang hentakan batang Pak Tama.

“Aaahhh,,, Ahhh,,, ga Kuat lagi Oommm,,” rintih Anjani menyerah, vaginanya terasa panas akibat gesekan yang terlalu ketat dan cepat.

“Mbaaa,,, ,, tolongin aku mbaaa,,,”
“Aaaaaggghhhh,,, keluaaaar lagiiiii,,,,”

Rintih gadis itu dengan nafas terengah, tak menyangkan orgasme begitu cepat, silih berganti menyapanya, membuat tubuhnya terasa begitu lemas. Sementara Pak Tama terus saja menghajar vagina mungil itu, semakin bergairah melihat rintihan Anjani,”

“Dartooo,,, Aaahhhsss,,, apa kauuu ingiiiin sediiikit berbaaaagi dengan Pak Tama uuhhhh?,,, aku haaanya ingin membantu gadis itu,” rintih Nabila.

“Boleh,, tapi setelah aku selesaaaii menikmati vaginamu iniii,,,”
Darto jelas menolak jika kenikmatannya terpotong oleh Pak Tama.

“Tak perluu takuuuut,,, bahkaaan kau akaaan merasakaaann apa yaaang tidak pernaaahhh diberikaaan istrimuuu Zahraaa,,,” jawab Nabila, lalu melumat bibir Darto dengan ganas.

Ploopp….batang Darto terlepas, tapi belum sempat protes, Nabila telah menggenggam penisnya, lalu mengarahkan ke pintu belakang.

“Masukkan dengan perlahaan, saayyyaanngg,,” bisik Nabila dengan nakal.
“Ooowwwhhhh shhhiiiitttt,,,” teriak Darto, saat kepala penisnya perlahan menghilang ditelan pintu anus yang telah lama ingin ikut dihajar.

“Aaaahhh,,, gimaaanaaa,, apa kaauu sukaaa,,aaaahhh,,,”

“Sempiiiitt,,, sempiiit bangeeeett,,, ini nikmaaat bangeeet,, kau nakaaaal Nabila,,”
Nabila terkekeh disela lenguhannya, mendengar pengakuan Darto yang mencengkram pinggulnya Nabila, agar menghentak lebih kuat.

“Sekarang undanglaaahh Pak Tamauu untuk bergabuuung,,,”
“Apa kaauu yakinnn,,,”

“sangaaat yakiiinnn,,, akuuu bisaaa meladenii keberingasaaan kaliaaan berduaaa,,,” lenguh Nabila yang benar-benar terlihat nakal.

“Pak Tama, ada yang menantang kita berdua nihh,,, Apa kau beranii,,” teriak Darto, membuat gerakan Pak Tama terhenti tepat disaat lenguhan Anjani yang kembali mendapatkan orgasmenya.
“Hahaahahaaaa,, aku tak menyangka, jika istri Bandi bisa sebinal ini,,,Okkeee,,, Dartoo, kita penuhi tantangan teller Bank cantik ini,” Pak Tama menjawab sambil tertawa melihat Nabila menggosok-gosok bibir vaginanya, sesekali menguak pintunya sebagai tantangan pada Pak Tama. Sementara anusnya membetot batang Darto dengan sempurna.

Lelaki paruh baya itu mengecup bibir Anjani yang tersenyum lemah, setelah tenaganya dikuras rentetan orgasme, lalu melepaskan batangnya, beranjak menuju kursi Darto dan Nabila sambil terus mengocok batangnya yang penuh lendir milik Anjani.

“sayaanng,,, apalagi yang kau inginkaaan,,” tak pernah Bandi secemas ini,,, tanpa sadar lelaki itu mencengkram tepian meja dengan begitu kuatnya.

Kini batang besar Pak Tama telah berada tepat didepan wajah Nabila.
“Cobalahh dulu dengan bibirmu ini,, bial kau mampu melahapnya, kurasa bibir bawahmupun takkan kesulitan,”

Mata Nabila tersenyum nakal, jemarinya dengan gemulai meraih batang Pak Tama dan menariknya ke atas, dengan tenang gadis itu menjulurkan lidah, perlahan mendekat, menyapa kantong zakar Pak Tama,menyentil-nyentil kedua bola sambil melirik wajah Pak Tama dengan genit. Lalu perlahan menyisir keatas, menyapu setiap gumpalan lendir putih, hingga akhirnya sampai pada kepala penis yang menyembul disela kulup yang tidak disunat, Nabila mencengkram batang Pak Tama dengan kuat sebelum akhirnya kepala penis itu masuk kedalam mulut Nabila yang panas.

“Aaaaagggghhhhh,,, gilaaaaa,,,Bandi,,, istrimu benar-benar dahsyaaaaat,,, aaarrgghh,,” Pak Tama tak tahan melihat ulah Nabila, lalu mencengkram rambut wanita.

“Nikmatilaaahh,,, rasakanlaaaahh batangkuuu,,,Aaaagghhh,,” Pak Tama dengan sangat bernafsu menyenggamai mulut Nabila. Batangnya keluar masuk dengan cepat.

“Gila, ini memang sudah benar-benar gila,” gigi Bandi gemeretak menahan amarah, tetapi tangannya bergerak mengurut penisnya yang membatu.

Tak tahan melihat kenikmatan yang diperoleh Pak Tama, Darto kembali mengangkat pinggul Nabila, meminta wanita itu kembali bergerak.

“Aaaaggghhhh,,, kau nakal Yaaaa, bener-bener nakaaal,,,” dengus Darto dengan pantat naik turun menghajar dubur Nabila. Pantat Nabila terdiam, pasrah dengan serangan Darto di belakang tubuhnya yang semakin cepat.

“Naaabiilllaa,,, Bapaaak Semprooot yaaa,, telaaaannn,,,Arrrgghhhh,,,”

Sontak wajah Nabila terkaget, matanya melotot saat tiba-tiba batang besar dalam mulutnya menghambur cairan kental yang panas, memenuhi mulutnya. Tapi bibir Nabila justru semakin kuat mengatup rapat batang Pak Tama, seakan tak ingin setetespun keluar dari bibirnya, sesekali meneguk cairan yang memenuhi mulut, mengalir membasahi tenggorokannya, disambung dengan tegukan berikutnya, matanya menatap wajah Pak Tama yang terengah-engah penuh kepuasan dengan heran.
“Gilaaa,, banyak banget spermanya,” gumam Nabila yang kini bibirnya berusaha menyedot, memaksa sperma yang tersisa untuk keluar.

“Aaaaarrrgghhhhh,,, Yaaaannggg,,, aku jugaaa gaa kuaaaat laggiii,,,” Darto menarik turunkan pinggulnya dengan semakin cepat.

“Oooowwwgghhhhh,,, Yaaaannnggg,,,”

Sadar jika Darto juga tengah menghantar orgasme di anusnya, Nabila menekan pantatnya semakin kebawah, melumat habis batang, membuat Darto semakin kesurupan dan akhirnya memeluk tubuh Nabila dari belakang dengan kuat seiring spermanya yang mengalir deras. Dengan usil Nabila memutar-mutar pantatnya, membuat Darto semakin tersika dalam kenikmatan.

“Bajingaaaaann,,,” rutuk Bandi saat menyaksikan bagaimana temannya orgasme dengan begitu dahsyatnya didalam tubuh istrinya. Kakinya gemetar.

Sementara lantai di depannya berceceran sperma yang kental… ya sperma Bandi yang turut menghambur, seiring teriakan nikmat kedua temannya.

“Aaahhh,, payaahh,, baru segitu aja sudah tepar,,,aku kan belum apa-apaaa,, kalian tak ada apa-apanya dibandingkan keberingasan suamiku di atas ranjang,,” dengus Nabila, lidahnya masih menjilati lubang kencing Pak Tama, sementara pantatnya masih bergerak ke depan dan ke belakang, memainkan batang Darto, yang tersandar di kursi menikmati keindahan pantat montok Nabila yang begitu sensual bergoyang.

Di balik persembunyiannya Bandi tersenyum kecut, tapi tetap saja kata-kata Nabila membuatnya bangga, sedikit mengobati hati yang remuk redam.

“Kenapa cantik,, kesal yaaa?” Ledek Pak Tama, seraya menarik kaos Nabila keatas.
“Aku yang kanan!!!,,,”
“Okeee,, Aku yang kiriii,,”

“Oooowwwhhhhsssss,,, kaliaaaannnn iniiii,,,” Nabila terpekik seketika, kedua payudaranya dimainkan oleh Pak Tama dan Darto bersamaan, seperti anak kecil yang berebut bakpao besar.
“Heeeiii,,, kenapaa batang kalian masih sangat kerass?,,,” Nabila terkaget saat menyadari batang besar yang kini mengusap-usap pipinya dan batang yang bersemayam dalam anusnya ternyata masih tetap seperti semula, keras menantang.

“Jangaaann,, jangaaaann,,, owwhhh tidaaak,,, apa kalian jugaa meminum jamu Lik Marni?,,,”
Pak Tama tertawa, tidak menjawab pertanyaan Nabila.

“Siap untuk pertarungan yang sesungguhnya cantik?,,” wajah Nabila tiba-tiba sumringah, jantungnya berdetak keras, merinding membayangkan permainan seperti apa lagi yang akan terjadi.
“Darto,, apa kau ingin bertukar tempat?”

“Ohh tidak,,trimakasih,,, aku masih belum puas menikmati pintu belakang ini, lagipula,, Sepertinya Nabila juga belum mengeluarkan kemampuannya yang sesungguhnya.

Nabila tersipu malu, dalam fantasi gilanya, hasrat akan permainan seperti ini memang telah lalang merongrong hatinya. Wanita itu membuka kedua kakinya, mempersilahkan Pak Tama untuk mengambil tempat di antara selangkangannya.

“Ooowwwhhhhsss,,,, batangmu mulaaaaiii membuaaaatss tubuuuhh ku begitu penuhhh Paaak,,,” rintih wanita itu, seiring batang Pak Tama yang merangsek memaksa masuk lorong vaginanya, bersaing dengan batang Darto yang menjajal lorong anusnya.

“Ooopppsss,,, Shhiiitttt,,, ini benar-benaaar gilaaa,,, adegan seperti ini sering kulihat di videoo,, tapi tidaaak menyangka jika bakal sedahsyat ini,,, bukan begitu Pak Tama,,? Tangan Darto meremasi payudara Nabila, matanya terpejam menikmati batangnya yang semakin tergencet di lubang belakang Nabila.

“Yeeeaaahhhhh,,, ini benar-benar dahsyaaaaat,,,eeeengggghhh,,,tubuhku berhasil melumat batang kaliaaann,, Oooowwwhhhh,,, tidaaaakk,,,”

Tubuh Nabila bergetar, saat merasakan batang Darto dan Pak Tama yang bekerja sama, keluar masuk menusuk tubuhnya begitu dalam.

Layaknya dua buah piston yang begitu teratur, bergantian menusuk tubuh basah Nabila.
“Paaaaakk,,, jaaangaaaaannnn,,,”

Mata Nabila melotot, berusaha menahan rasa nikmat dari aksi brutal teman-teman suaminya, terlihat jelas bagaimana wanita berkeringat itu menahan orgasme yang menggulung. Yaaa,, Nabila tidak ingin takluk terlalu cepat dalam himpitan dua tubuh lelaki.

“Aaaaggghhhh,,, Dartooooo,,,, sakiiiiittt,, kau curaaaaang,,,,Emmmmhhhh,,, “

Nabila merintih tertahan merasakan putingnya yang digigit oleh Darto, tapi justru karena itulah Nabila menuai orgasme.

“Hahahahahaa,,, bagaimana sekarang?,,,” tanya Darto, tangannya seakan tak puas terus meremasi payudara Nabila.

“Sepertinya dia memang kewalahan meladeni kita,, Hahahaa,,,” timpal Pak Tama, melepaskan batangnya dari jepitan Nabila.

“Hehehehehee,, jangan bercanda, posisi kita semua sekarang adalah sama, 1-1,,,” jawab Nabila terengah-engah, Nabila menarik leher Pak Tama mendekat, lalu melumat bibir atasannya itu dengan liar.

“Eeeemmmppphhhh,,,, masukkan kembali batangmu ketubuhhh kuuuu,,, Aaaahhh,,, yaaa,, aaakuuu beluuumm,,, menyeraaaahh,,”

Tubuh Nabila kembali terhempas, kakinya yang menopang tubuh gemetar, terombang-ambing di antara dua serangan pejantan. Mulutnya bergantian meladeni permainan lidah Darto dan Pak Tama. Hingga beberapa menit selanjutnya Darto berteriak frustasi. Hidung Darto terbenam di ketiak Nabila membaui aroma wangi keringat dari tubuh istri Bandi itu, tapi justru membuat pertahanannya semakin melemah, tak mampu lagi menahan kenikmatan yang ditawarkan anus Nabila.
“Siaaaalll,,, akuuu ga kuaaaat lagiiii,,,”

Pak Tama pun tak jauh berbeda, hidungnya mendengus liar dengan mulut tersumpal jari-jari kaki Nabila yang dijilatinya. Tanganya memeluk dan mengelusi sekujur batang paha yang mulus, sementara pantatnya seakan tak terkendali merojok kemaluan Nabila, “Shhiaaaaalllhhhh,,,,” Pekik Pak Tama tak jelas. Kondisi Nabila yang lebih tragis, harus menggigit bibirnya coba mengenyahkan rasa nikmat, orgasme dapat menyapanya kapan saja. Menaklukkan kejantanan kedua pejantan itu adalah tekadnya, tapi tubuhnya berkata lain.

“AAAAGGGGHHHH,,,, TUUUSSSUUK YAAAANG DAAAAALAAAAAMMM,,,”
“AAAAKUUU MENYEEERAAAAAHHH,,, OOOWWWHHHHSSS,,,,, EEMMMHHHH,,,”
“UUUGGGHHHH,,, GILAAAAA KAAMUUUU YAAAAAANNNNGGG,,,,GIILAAAASSSHHH”
Ketiga anak manusia itu menjerit bersamaan, menjepit tubuh mulus yang berkelojotan, bermili-mili sperma menghambur ke dalam tubuh si betina yang terus menjerit histeris dengan orgasme yang paling gila, yang pernah dirasakan oleh tubuhnya. Hingga tak ada lagi kata-kata yang keluar, hanya dengus nafas yang berebut mencari oksigen. 

Sesekali pinggul kedua pejantan masih bergerak mengejan, berusaha menyerahkan tetes sperma yang tersisa kedalam tubuh milik wanita cantik yang, terengah-engah sambil tersenyum penuh rasa puas. Jantung Bandi seakan berhenti berdetak, kakinya serasa lumpuh, Wanita yang begitu berati dalam hidupnya, saat ini tampak bercucuran berkeringat, membisu dalam genangan lendir para pejantan. Tiba-tiba mata Bandi menangkap kelebat bayangan dari jendela, bayangan yang tercipta oleh cahaya lampu luar yang menunjukkan keberadaan seseorang juga mengintip kejadian itu. Perlahan berjalan menjauh menuju tepian pantai.

“Siapa pula itu,,,” gumam Bandi penuh curiga dan rasa was-was, takut bila pemilik bayangan itu adalah juga seorang pejantan, dan nantinya menagih hal yang sama kepada istrinya.

Bandi menarik nafas panjang, menguatkan hati, baginya tak ada lagi yang harus dibuktikan. Mengendap-endap di kegelapan meninggalkan pergumulan panas Nabila, berusaha menuju pintu dengan kaki gemetar.

“Aku rasa tubuhmu masih mampu untuk menahan beberapa serangan lagi,,”

Sebelum menghilang dibalik pintu, Bandi kembali menoleh ke belakang, tampak Nabila tersenyum lemas, tubuhnya terhuyung saat Hanif membaringkannya ke atas meja. Sementara di atas karpet lantai, Anjani tersenyum pucat saat Pak Tama dan Darto menghampirinya. Mata Bandi menyapu pantai yang gelap. Sesekali mencoba mengatur nafas untuk meredakan emosi di hati, marah, kecewa, sedih, dan gelora birahi membaur di dada yang masih bergemuruh. Tertatih dalam samar cahaya bulan yang dilumat oleh awan mendung.

“Wajar saja Rahadi sampai pingsan,,” gumamnya sambil tertawa lirih. Teringat bagaimana ia menyenggamai istri Rahadi yang belia dengan penuh nafsu tepat di hadapan lelaki itu.

Meski Bandi telah mencicipi beberapa wanita di petualangan pantai itu, tapi ternyata hatinya juga belum siap untuk menerima perlakuan yang sama atas istrinya. Begitupun saat birahi menyeruak dihatinya ketika menyaksikan pergumulan Nabila, namun hatinya tetap saja terasa sakit saat melihat teman-temannya yang tertawa terbahak sambil menghamburkan sperma dan memenuhi kemaluan istrinya.

“Nabila hanya sedang mabuk,,,” bisik Bandi sambil berusaha tersenyum. Mencoba menguatkan hati, Kepalanya terdongak mencoba mengisi penuh rongga paru dengan udara pantai. Lalu menghembus dengan pelan.

“Bandi,,,”
Deg!!!,,,
“Siapa?,,,” Bandi menoleh ke kiri dan ke kanan, matanya menyipit mencoba mencari tau saat mendapati sosok yang duduk bersandar pada sebuah pohon kelapa, yang baru tumbuh sepanjang tiga meter.

“aku,, Zahra,,” suaranya begitu pelan, hampir tak terdengar tergulung suara ombak.
“Heehh?,, Zahra,, lagi ngapain disitu”

Bandi mendekat, menghempas pantatnya di atas pasir, di samping dokter muda itu.
“Sebenarnya apa yang ada dibenak para lelaki, saat mendapati wanita yang mungkin saja dapat ditaklukkannya?,,,” tanya Zahra lirih.

Bandi mencoba mengamati wajah Zahra namun tak terbaca di kegelapan.
“Apa kau juga melihat kejadian tadi?,,,” Bandi justru balik bertanya. Mencoba menerka-nerka suasana hati istri temannya itu. Mungkin kondisinya juga tak berbeda jauh dengan dirinya.
“Yaa,, aku melihat semuanya,,,”

“Apa sih sebenarnya yang kalian rencanakan dalam liburan ini,,, kalian,, kaliaan,, begitu berbeda dengan keseharian yang kukenal,, begitupun Darto, suamiku, tidak biasanya dia meminta ini itu kepadaku,,”

“DEGG!!!,,,” Bandi bingung bagaimana harus menjawab pertanyaan Zahra, menatap lekat wajah bening yang menerima sinar rembulan, yang perlahan terbebas dari gulungan awan.
“Cantik,,” gumam lelaki yang tengah terluka itu, pesona keanggunan Zahra, perlahan mengenyahkan perih hati.

Mata Bandi mengaggumi lekukan dagu yang menjutai di bawah bibir yang mungil, menyusuri garis hidung mancung yang bertaut pada mata yang memiliki tatapan tajam, bulu mata lentik seakan semakin menyempurnakan kecantikan yang dimiliki seorang \ Zahra. Zahra menoleh saat merasa dirinya terus diamati lelaki disampingnya, mendapati mata Bandi yang penuh rasa kagum akan kecantikannya. Perlahan bulir air mata menggenang di pelupuk, menciptakan kilatan kecil yang mendayu.

“Apa kau ingin membalas ulah suamiku, atas istrimu?,,,” tanya Zahra seiring air mata yang mengalir tak terbendung.

Bandi terkaget dengan ucapan Zahra, dan semakin kaget saat wanita itu dengan perlahan membaringkan tubuhnya di atas pasir, menarik turun risluiting sweater yang melindungi tubuhnya dari sergapan angin pantai. Bandi menahan nafas ketika jemari lentik yang gemetar, dengan rasa takut wanita anggun itu menarik bagian bawah kaosnya ke atas, perlahan memapar perut yang rata dan mulus, terus naik keatas hingga tiba pada sepasang payudara yang didekap bra merah muda. 

Payudara yang kencang meski pemiliknya tengah berbaring, sedikit lebih kecil dari milik Nabila. Tapi gumpalannya begitu sempurna. Wajah Zahra menoleh menjauhi tatapan Bandi, menatap gulungan ombak dengan tatapan kosong.

“Lakukankanlah, untuk memuaskan hasrat lelakimu,,, puaskan sakit hatimu pada suamiku,,, lalu anggaplah semua tidak pernah terjadi,” bibir Zahra gemetar bergerak mengucap kata, dengan air mata yang semakin deras mengalir.

Mata Bandi melotot mendengar tawaran Zahra yang pasrah, tubuh dan kecantikan wanita itu begitu sempurna di mata Bandi. Nabila memang cantik, tapi Zahra memiliki keanggunan seorang wanita yang tidak dimiliki istrinya. Tangan Bandi terkepal erat menahan birahi, tubuh itu, yaa tubuh itu telah menawarkan diri untuk dinikmati.

“Tutuplah tubuhmu,,, dan bangunlah,,, udara pantai terlalu dingin dan keras untuk tubuh indahmu,,”
JLEGG!!!….

“Juancuuk kau Bandi,,,menolak tubuh seindah itu,,” setan dihati Bandi menyumpah atas kata-kata yang mengalir dari bibir lelaki itu.

Bandi benar-benar tak percaya dengan apa yang diucapkannya, sejak kapan ia menjadi seorang idiot seperti ini. Kecantikan Zahra dan misteri keindahan tubuhnya yang bertahun-tahun menjadi fantasi, tersia-sia oleh ego kepahlawanannya.

“Ternyata benar,, kau memang berbeda,,tidak seperti mereka,,,” ucap Zahra yang tergopoh bangun dan menutupi tubuhnya. Wajahnya memerah tidak percaya dengan apa yang baru saja dilakukannya, seorang wanita baik-baik dengan pasrah menyerahkan tubuhnya untuk dinikmati lelaki lain.
“Berbeda bagaimana?” Bandi terkekeh mendengar kata-kata Zahra, tak taukah wanita itu jika dirinya juga petualang birahi, bahkan sebelum menikah dirinya pernah membeli perawan seorang gadis kelas satu SMP hanya untuk memenuhi rasa penasaran.

“Yaa,, kau berbeda, saat teman-temanmu berlomba menggoda diriku di pantai ini, bahkan beberapa kali mencolek beberapa bagian tubuhku dengan alasan tak sengaja, tapi kau,,, justru lebih suka menyendiri. Tak mempedulikan aku dan wanita-wanita di sekelilingmu. Kau hanya peduli pada istrimu.

“Wuedaaaann,, kau salah Zahra,,, di pantai ini justru akulah yang pertama kali menghambur sperma ke tubuh istri temanku,,” teriak hati Bandi, namun tak berani terucap.

“Itu karena kau juga berbeda dari wanita lainnya,, kau begitu anggun, begitu sempurna di mataku,,,harus kuakui aku sangat mengagumi,”

Kata-kata Bandi mengagetkan Zahra, menatap wajah lelaki itu dengan hati tak menentu.
“Terimakasih karena sudah mengagumiku,,” ucap Zahra dengan nada bercanda, berusaha mencairkan suasana yang dingin membeku.

“Tapi aku takkan mengulangi kebodohan diriku tadi, salahmu tak memanfaatkan kesempatan,, hehehe,,,”

Srsrsrrrrtttt… Zahra menarik resluiting sweaternya, menutup rapat tubuhnya dari sergapan angin pantai yang dingin.

Bandi tersenyum kecut,
“Ingat ya cantik, Aku tak menyesal koq,, karena aku ingin terus mengaggumi,, maka tetap seperti ini,” ucap Bandi seraya mengusap pipi Zahra.

“Gombaaalll,,, baru kali aku mendengar kau menggombaaal,,hahahaa,,,” Zahra tertawa melihat gaya Bandi, tapi hatinya berdebar tak karuan, ada desir dihati yang telah lama tak dirasakannya.
“Hahahahaaa,,,” Bandi ikut tertawa, sepertinya kedua insan itu sepakat untuk mengenyahkan sakit hati mereka terhadap pasangan masing-masing.

“Ayolah kita kembali,,, udara disini terlalu dingin untukmu, cantik,” ucap Bandi, lalu beranjak, membersihkan celananya dari pasir.

“Bandi,, tunggu,,” Zahra menahan tangan Bandi agar kembali duduk.

Sesaat Bandi menatap mata Zahra yang begitu dekat dengan wajahnya, menatap sendu, ada getar dari mata indah itu, yang tak bisa diartikan oleh Bandi. Tanpa diduga bibir mungil Zahra terbuka, mendekat, mengecup bibir Bandi dengan lembut. Bandi tersentak, bibir itu begitu lembut dan hangat.
“Boleh minta lagi?,,”

Zahra tersipu malu, menunduk layaknya gadis belia yang baru mengenal cinta.
“Boleh?,,,” tanya Bandi kembali sambil mengangkat dagu Zahra.

Dada Zahra berdetak cepat saat dagunya mengangguk, memberi izin pada Bandi untuk menjamah bibirnya. Lalu terpejam ketika bibir Bandi mengatup bibir bawahnya, melumat lembut, menyapu bibir nya denga lidah yang basah, perlahan masuk menyelusup mencari lidah Zahra.

“Eeemmmpphhhh,, BBaannd,,” Zahra melenguh saat lidah mereka bertaut, membelit, menghisap, bertukar ludah dengan penuh hasrat.

“Eeeengghhhh,,,Bandi,,,uuuhhhh,,,” Kepala Zahra terbenam dileher Bandi, seakan tak percaya dengan apa yang diperbuatnya, jemarinya yang lentik, menuntun tangan Bandi memasuki sweater dan kaosnya, terus masuk hingga jemari kekar itu menangkup payudaranya.
“Oooooowwwsssshhhhh,,,,,eemmmpphhhh,,,”

Zahra semakin tak percaya, ketika naluri memaksa tangan kirinya menarik tubuh Bandi untuk menindih tubuhnya yang perlahan menjatuhkan diri kepasir yang putih.

“Baannn,,”

“Iyaaa cantik,,”

Sesaat hening, Zahra bingung untuk berkata apa, saat mata mereka saling menatap,, sementara jari-jari kanan Bandi tengah berusaha menyelusup ke dalam bra, untuk mendapatkan puting yang telah mengeras.

“Ooowwhhh,, Aaakuuu menyukaaaimuu sejaak duluuu,, kenapa kauu membiarkaan Dartoo memilikiku Bann,,” rintih Zahra sambil menikmati kemahiran jari-jari Bandi yang berhasil mendapatkan putingnya.

Tiba-tiba Bandi menghentikan aksinya, menarik tangannya keluar, lalu mengecup bibir Zahra dengan sangat lembut.

“Suatu saat kau akan tau dan mengerti, dan tetaplah menjadi bintang yang tak terjangkau oleh tanganku yang kotor, agar aku bisa terus mengaggumi,” ucap Bandi sambil tersenyum, mendamaikan.

“jangan berharap terlalu besar Baaannn,, Aku tidak seindah yang bayangkan,,” jawab Zahra, telapak tangannya yang lembut mengusapi pipi
Bandi penuh rasa sayang.

“Sini,, masuklah dalam pelukanku,,, aku ingin tidur sambil memeluk wanita yang kukagumi,,”
“Tidur? Disini? Di pantai ini?,,,”

Bandi mengangguk pasti, disambut senyum Zahra yang beringsut masuk dalam pelukan Bandi.

AGEN POKER TERPERCAYA INDONESIA

Cerita Dewasa / Cerita Sex / Cerita ABG / Cerita Dewasa Hot / Cerita Dewasa SMA / Kumpulan Cerita Dewasa

No comments:

Post a Comment